_jika cemburu itu tak selalu tandanya sayang, lalu apa kabar hati ketika melihatnya bersama orang lain seperti ada pisau yang menghujam?_
🌼🌼🌼
Pagi ini adalah pagi pertama Abdullah di rumahnya setelah pulang dari rumah sakit. Dokter Sandrino berpesan untuk tetap menjaga pola makan dan dilarang untuk berpikir terlalu berat. Kartika memasak begitu istimewa pagi ini. Ada uceng balado khas masakan Blitar yang rasanya sangat menggigit di lidah, ayam bumbu lodho yang lengkap dengan urap kenikir, sop sehat untuk Abdullah dan juga buah apel dan berry.
Qiyya yang baru saja sampai di rumah dengan Zurra dari jamaah sholat subuh sekaligus mendengarkan nasihat subuh setelahnya. Biasanya keluarga Abdullah sangat rutin melaksanakan jamaah subuh di masjid dan mendengarkan nasihat subuh setelahnya, namun karena Abdullah baru sembuh dari sakitnya, maka hanya Zurra, Qiyya dan Aira yang melaksanakan kebiasaan itu. Aira sedang berhalangan, sehingga hanya Qiyya dan Zurra yang ke masjid subuh hari ini.
"Nasihatnya masalah apa Nduk?" tanya Kartika sambil memasukkan beberapa makanan ke dalam rantang.
"Tingkatan bersyukur Bu. Intinya apa pun keadaan dan kondisi kita diwajibkan untuk selalu bersyukur." Jawab Qiyya.
Sejenak Qiyya terheran karena pagi ini ibunya memasak sangat berlebihan. Dahinya mengernyit mengingat semalam dia masih mengurungkan niatnya untuk berbicara dengan ibunya perihal ta'aruf ustad Wildan karena Abdullah meminta Kartika terus berada di sisinya ketika istirahat. Entahlah, Qiyya merasa jika semalam ayahnya bertingkah sangat manja kepada ibunya.
"Ibu memasak banyak bukan berarti hari ini rumah kita akan kedatangan tamu kan?" tanya Qiyya.
"Tidak cah ayu, ibu mau buatin sarapan untuk dr. Ibnu dan dr. Sandrino." Jawab Kartika.
"Oughhhhhh__" lenguhan panjang dari bibir Qiyya mengetahui maksud ibunya. Pasti ini adalah ungkapan terima kasih sang ibu kepada kedua dokter tersebut.
"Sekalian sama teman-teman Aira co ass, makanya masaknya agak banyakan dari biasanya." Terang Kartika menambahkan.
"Bu, sebenarnya ada yang ingin Qiyya sampaikan kepada Ibu." Kata Qiyya.
"Masalah apa?" tanya Kartika menghentikan aktivitasnya.
"Biar Qiyya mengantar makanan ini ke rumah sakit, baru setelahnya Qiyya berbicara dengan ibu." Kata Qiyya.
"Biar dibawa Aira saja hari ini pakai mobilmu ke rumah sakit, sekalian dia berangkat ke sana."
Kartika sejenak bertanya dalam hati, apa yang ingin disampaikan oleh Qiyya. Sepertinya sangat rahasia dan harus disegerakan, karena tidak biasa-biasanya dia meminta waktu khusus ketika ingin menyampaikan sesuatu.
Qiyya segera membantu ibunya untuk mengemas makanan di masukkan ke beberapa rantang yang telah disediakan. Membuatkan air hangat untuk mandi Abdullah.
Setelah membantu ayahnya mandi Qiyya kembali lagi ke dapur. Semua makanan telah siap dan segera di masukkan ke bagasi mobilnya.
"Qi, nak Ibnu pernah cerita apa saja ke kamu?"
"Maksud Ibu, mas Ibnu pernah cerita?"
Kartika tersenyum mendengar jawaban putrinya. Sambil mengelus punggung Qiyya dia menjawab, "Seorang laki-laki itu akan menjadi jalan tol kita menuju surga jika sudah menjadi suami. Kamu__tidak ada keinginan untuk memiliki jalan tol itu lagi?"
"Bu, Qiyya dan Mas Ibnu__"
"Ibu percaya itu Nak, terlebih kepadamu. Ibu percaya bahwa kamu bisa membedakan halal dan haram. Makanya Ibu tanyakan ini, apa hatimu masih belum mau terbuka untuk menerima seseorang? Entah itu nak Ibnu atau yang lainnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]
RomanceYa Illahi Rabb, izinkan seorang ikhwan berdiri disampingku, memimpinku kala keningku menyentuh bumi mengagungkan namaMu, menjadi jalan tolku menuju jannahMu, dan menyempurnakan separuh agamaku kembali ~~ Adz Qiyyara Zaffran. Ya Illahi Rabb, izinkan...