_Sekilat sambaran petir telah mengoyak jantung hati dari tatapan ikhwan bermata hazel itu_
🌼🌼🌼
Butiran embun menyapa di pucuk dedaunan. Merangkum pergantian hari dengan proses kondensasi alam yang sempurna. Menyambut bergulirnya fajar hingga tercipta siluet putih kemerahan di ufuk timur. Pancaran megah mentari pagi menyeruak keluar dari singgasana abadi. Ribuan bahkan jutaan burung pun bersenandung menyambut hadirnya sang raja siang untuk kembali menerangi bumi.
Kembali, kericuhan terjadi di dapur keluarga Abdullah Zaffran. Siapa lagi pembuat onar selain si bungsu Aira yang dengan sengaja menggoda ibu dan kakak tersayangnya memasak pagi ini.
"Dik, kalau diganggu terus nanti kamu nggak mbak beri jatah sarapan loh." Qiyya berkata sambil mengerucutkan bibirnya.
"Ya Allah, mbakku yang satu ini makin cantik kalau sedang merajuk." Goda Aira semakin menjadi.
Kartika hanya tersenyum melihat tingkah polah kedua anaknya tersebut, Qiyya telah berusia 35 tahun, Aira berusia 22 tahun. Namun kalau sudah bertemu rasanya mereka masih seperti anak-anak yang yang baru lulus SMP. Adiknya merajuk kakaknya menggoda, ataupun sebaliknya. Bahkan sampai terjadi drama kejar-kejaran di dalam rumah.
Namun Qiyya tetaplah Qiyya, Qiyyara yang selalu lembut dan mengalah dengan adik-adiknya meskipun kadangkala suka menggoda adik-adiknya tapi di ujung cerita pasti akan mengalah untuk mereka. Mungkin karena perbedaan usia di antara ketiganya, Qiyya terlahir 8 tahun lebih dahulu dibandingkan Zurra yang disusul 5 tahun kemudian baru lahirlah Aira.
Abdullah dan Kartika memang hanya lulusan SMA namun mereka berdua bertekad untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang tertinggi yang diinginkan oleh anak-anaknya. Qiyya telah menyelesaikan pendidikan sarjana Psikologi di universitas terbaik di Surabaya, Zurra juga telah menyelesaikan sarjana ekonomi di universitas yang sama dengan Qiyya, sedangkan Aira akan menempuh co ass untuk menjadikannya seorang dokter muda di rumah sakit umum kotanya.
"Yuu huu, sarapan sudah siap." Sapa Aira sambil memukulkan sendok ke piring memecah lamunan Kartika.
Sontak seketika Kartika menjawab, "Adik! Kalau piring ibu semua pecah siapa yang mau mengganti?"
"Ya ayahlah Bu, masa Aira kan belum punya duit buat ganti." Cengiran khas Aira mulai diperlihatkan kepada ibunya saat melihat mata ibunya melotot ke arahnya.
"Sudah, sudah ayo makan. Ibu, biarkan sajalah Aira, rumah jadi ramai kalau ada 'nonik' cerewet itu." Kata Qiyya sambil tersenyum.
"Ya sudah ayo, panggil ayah dan masmu, Dik. Kita sarapan pagi bersama." Kartika meminta Aira untuk memanggil saudara dan ayahnya. "Ibu ya nggak habis pikir loh Mbak, ada aja yang diperbuat adikmu satu itu, cuma membayangkan saja, apa iya nanti dia bersikap seperti itu kepada pasien pasiennya? Cerewetnya, dan tingkahnya masih seperti anak SMP."
"Nggak apa-apa Bu, biar Aira awet muda. Ibu dan ayah juga awet muda terus lihatin dia."
"Ah kamu," jawab Kartika.
Hening sesaat di meja makan itu, hanya dentingan sendok dan garpu yang menari-nari di atas piring. Memang kebiasaan keluarga Zaffran, apabila makan tidak pernah ada cerita. Mereka menikmati dahulu makanan baru setelahnya cerita pun mengalir seperti air di sungai yang berebut menuju ke pantai.
"Aira, hari ini langsung ke rumah sakit? Apa perlu ayah temani?" kata Abdullah memulai percakapan.
"Jazakallah Ayah, tapi Aira hari ini nggak ke rumah sakit. Direkturnya masih keluar kota, Aira dan teman-teman co ass telah membuat janji dengan beliau lusa baru ke rumah sakit untuk berkenalan secara langsung dan beliau akan memperkenalkan dokter pendamping kami masing-masing." Jawab Aira.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]
RomansaYa Illahi Rabb, izinkan seorang ikhwan berdiri disampingku, memimpinku kala keningku menyentuh bumi mengagungkan namaMu, menjadi jalan tolku menuju jannahMu, dan menyempurnakan separuh agamaku kembali ~~ Adz Qiyyara Zaffran. Ya Illahi Rabb, izinkan...