_jika dia adalah kebaikan untukku maka dekatkanlah dan jika dia adalah keburukan untukku maka damaikanlah hatiku dengan ketentuanMu_
🌼🌼🌼
Tawa yang menghiasi wajah mungil kedua cucu ummi Fatimah itu seolah menguap karena sorot tajam yang menatap mereka seperti mata pisau yang siap menguliti. Dengan sekali hentakan, dua anak manusia itu masuk menuju peraduan. Mengganti pakaian kemudian segera membersihkan badan karena adzan maghrib telah dikumandangkan hampir 10 menit yang lalu.
Wajah polos mereka seolah tidak memberikan kebohongan bahwa sesungguhnya hari ini sangatlah bahagia. Namun kembali ketika mengingat sorot tajam Ibnu yang menatap mereka ketika memasuki rumah, kebahagiaan itu menguap. Diam dan kembali membisu.
Dentingan sendok yang menari diatas piring menjadi pengisi suara diantara diamnya Ibnu dan anak-anaknya di meja makan. Mengetahui kondisi yang begitu dingin diantara ketiganya, ummi Fatimah menengahi.
"Kalian tadi dari mana, coba ceritakan sama Oma keseruan kalian hari ini dengan Bunda Qiyya." Hanif memandang Ibnu sekilas seolah meminta izin untuk cerita kepada semuanya. Namun Ibnu bergeming, hanya diam dan datar.
"Ayo ceritakanlah__" lanjut ummi Fatimah lagi.
"Tadi bunda menjemput kami di sekolah Oma, seneng banget rasanya. Mas Hanif tadi juga cerita ke Ridho teman sebangku Mas di kelas kalau Mas sama Adik dijemput bunda." Kata Hanif mengawali ceritanya.
Sama seperti kejadian sebelumnya, cerita Hanif mengalir bak air sungai dari hulu menuju hilir. Qiyya menghadap kepala sekolah karena ada pertemuan kemudian sepulang dari sekolah mereka nonton film. Mengerti bahwa ayahnya sibuk, Hanif dan Hafizh berinisiatif mengajak Qiyya untuk menemani mereka nonton film animasi yang telah mereka tunggu sedari lama.
"Qiyya sudah izin kepada Ummi tadi, Ib. Dia bilang telah menghubungimu, namun tidak ada jawaban darimu. Dan Ummi sudah mengizinkan, maaf." Jelas ummi Fatimah.
"Oma tahu nggak, ternyata bunda Qiyya hari ini sedang puasa. Waktu kami minta popcorn hanya dibelikan 2 eh ternyata bunda lagi puasa." Cerita Hanif.
"Emang orang dewasa selalu puasa ya Oma? Ini kan hari Rabu kok puasa?" tanya Hafizh.
Ibnu menghela nafas panjang. Tidak bermaksud untuk menyela cerita kedua putranya, dia tahu bahwa anaknya tidak sedang bercerita bohong. Mengetahui bahwa Qiyya sedang puasa dan tadi dengan tidak sopannya dia telah berprasangka buruk dengannya membuat nyeri di hatinya.
"Hari ini pihak sekolah Hanif menghubungimu untuk membicarakan sesuatu hal yang penting. Sama seperti Qiyya, karena kamu tidak mengangkat panggilan teleponnya akhirnya mereka menghubungi Ummi. Dan karena Ummi ada keperluan di kelurahan, Ummi minta tolong kepada Qiyya untuk memenuhi undangan dari sekolah Hanif. Kamu sudah tanya kepada Qiyya apa yang dibicarakan pihak sekolah tadi?" Ummi Fatimah menjelaskan secara gamblang setelah Hanif dan Hafizh diajak menjauh dari meja makan oleh opa mereka.
Jangankan bertanya tentang sekolah Hanif, bahkan Ibnu tidak bertanya alasan mengapa Qiyya terlambat mengantarkan pulang Hanif dan Hafizh. Kali ini hanya gelengan kepala Ibnu yang menjawab pertanyaan Ummi Fatimah.
"Apa kamu lupa tidak membawa HP hari ini, sampai-sampai mereka susah sekali menghubungimu." Kata ummi Fatimah.
'Oh my God' batin Ibnu. Dia bahkan melupakan benda pipih itu. Hari ini ada 4 operasi yang harus dia kerjakan. Tiga operasi besar dan satu operasi kecil. Keempatnya sangat menyita waktu kerja Ibnu sehingga tidak sempat melihat benda pipih itu. Sampai dia lupa dimana terakhir kalinya meletakkan dan menyimpannya. Biarlah besok dia mencarinya di ruang kerja mungkin masih di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]
RomanceYa Illahi Rabb, izinkan seorang ikhwan berdiri disampingku, memimpinku kala keningku menyentuh bumi mengagungkan namaMu, menjadi jalan tolku menuju jannahMu, dan menyempurnakan separuh agamaku kembali ~~ Adz Qiyyara Zaffran. Ya Illahi Rabb, izinkan...