_hadiah sesungguhnya itu adalah senyum, tawa dan bahagia dari orang orang yang kita cintai_
🌼🌼🌼Sedari pulang dari rumah sakit hingga pagi di meja makan Aira hanya diam. Tidak ada suara atau pun senyuman. Bahkan beberapa pertanyaan Qiyya hanya dijawab dengan jawaban mati yang tidak memerlukan penjelasan lebih. Selebihnya Qiyya sedang bermain dengan jarinya untuk meminta informasi kepada ummi Fatimah terkait dengan perkembangan kondisi Ibnu. Beberapa saat kemudian dia menerima pesan dari ummi Fatimah jika kondisi Ibnu bukannya membaik justru semakin parah.
Seusai menyelesaikan sarapan paginya, Qiyya berpesan kepada Zurra bahwa mereka akan bertemu di rumah sakit. Karena hari ini adalah jadwal kontrol Abdullah ke dokter Sandrino.
Dengan mengendarai Honda Jazz merahnya, Qiyya meninggalkan rumah menuju rumah ummi Fatimah. Pak Ujang telah menyiapkan mobil untuk membawa Ibnu menuju rumah sakit. Sedangkan Qiyya bersiap untuk mengantarkan duo krucil ke sekolah baru kemudian menyusul ke rumah sakit.
Meski seorang dokter yang bekerja disana, prosedural rumah sakit tetaplah harus dilaksanakan. Ibnu diperiksa terlebih dulu di IGD. Setelah pendaftaran pasien, pengisian beberapa form oleh wali pasien dan telah mendapatkan kamar inap maka pasien akan dipindahkan ke ruang inap tersebut.
Dan di sinilah sekarang dokter Ibnu berada. Berbaring lemah di hospital bed VVIP Cempaka kamar no 2 dengan selang infus menancap di lengan kirinya.
"Mas Ibnu tidur dulu, Qiyya harus ke poli sekarang. Ayah harus kontrol ke dokter Sandrino. Ummi, Qiyya pamit dulu." Ucap Qiyya sebelum berlalu meninggalkan Ibnu dan ummi Fatimah.
Qiyya menemui Zurra di poli, antrian yang memanjang membuat semua orang harus bersabar.
"Nomer berapa?" tanya Qiyya.
"Nomer 7 Mbak Qi. Dokternya juga belum datang." Jawab Zurra.
Qiyya hanya ber oh ria mendengar jawaban dari adik laki-lakinya. Sambil menunggu Qiyya berbincang dengan Zurra terkait sikap yang ditunjukkan Aira dari semalam sampai pagi tadi.
"Menurut Mbak kok aneh ya Dik, sikap Dik Aira nggak biasanya seperti itu." Ucap Qiyya.
"Iya emang sedikit diam, tapi sama Zurra biasa saja tuh Mbak. Malah semalam juga cekikikan menghibur ayah."
"Apa dia marah sama Mbak ya Dik?"
"Emang Mbak punya salah apa sama dia?"
"Kalau Mbak tahu pasti tidak bingung seperti ini." Jawab Qiyya.
Hingga akhirnya Qiyya minta tolong kepada Zurra untuk bertanya kepada adik mereka sebenarnya masalah apa yang membuat Aira bersikap seperti itu.
Pasien nomor 7 dipanggil oleh admin jaga. Abdullah dibantu berdiri oleh Qiyya, berjalan beriringan bersama ayahnya memasuki ruangan dokter Sandrino bersama Zurra dan Kartika.
"Ada kendala dengan nafasnya Pak Abdullah?" tanya dokter Sandrino. Abdullah menggeleng pelan menjawab pertanyaan dokter Sandrino.
"Antiplatelet ini tetap dikonsumsi ya Pak. Tidak disarankan untuk merokok, tekanan darah harus tetap dijaga pada 140/90 mmHg, gula darah dan kolesterol juga diperhatikan, olahraga ringan seperti jalan pagi dan berat badan juga harus tetap ideal, selain menyehatkan biar tetap terlihat ganteng dimata ibu, Pak Abdullah." Jelas dokter Sandrino panjang kali lebar sambil tersenyum.
"Saya memang selalu terlihat ganteng dok, betul tidak Bu?" Kata Abdullah mengimbangi gurauan dokter Sandrino.
"Ayah__, baik Dok kami perhatikan saran dan pantangannya." Kata Kartika tersipu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KHITBAH KEDUA [Telah Terbit]
RomanceYa Illahi Rabb, izinkan seorang ikhwan berdiri disampingku, memimpinku kala keningku menyentuh bumi mengagungkan namaMu, menjadi jalan tolku menuju jannahMu, dan menyempurnakan separuh agamaku kembali ~~ Adz Qiyyara Zaffran. Ya Illahi Rabb, izinkan...