"Ibu!" teriak wanita yang sedang tertidur itu dan langsung bangun dari tidurnya. Ia mengatur nafasnya dan melihat jam dimejanya, 08.00 am. Ia menghela nafasnya, dan ke toilet ruangannya untuk mandi.
Ia meregangkan tubuhnya dan mengelap rambut basahnya dengan handuk. Ia kembali menoleh kearah jam lagi, lalu bergegas ke kantin perusahaan untuk sarapan.
"Kau baru datang? bagaimana kabar darah tinggi ibumu?" Sapa Calissa pada angel yang menyodorkan surat absen miliknya, Calissapun mendatangani menandakan kehadirannya. "Semuanya sudah lebih baik atas bantuanmu" Jawab Angel dan tersenyum. Calissa menepuk-nepuk pundak Angel lalu pergi ke kantin, hari ini ia tak usah menggunakan kursi rodanya lagi karna lukanya sudah sembuh.
°°°
"Apakah semua pakaiannya sudah diganti? bagaimana dengan biusnya?" Tanya peter yang sedang memakai dasi kepada asistennya yang memberikan jadwal kegiatannya hari ini. "Pakaiannya sudah diganti dan barang-barang yang ada di pakaiannya kami simpan, biusnya sudah hilang dan dia sudah sadar" Jawab sang asisten.
Peter menandatangani absen kehadirannya, "Dimana kau letakkan barang-barangnya?" Tanya peter. "ada di depan tabung itu, kami belum memindahkannya" Jawab asistennya, dan mengikuti peter yang keluar ruangan.
Peter memasuki ruang isolasi itu, beberapa pegawai sibuk mengawasi dan mengontrol imuno yang ada di tabung itu. Peter berjalan menuju salah satu meja yang menumpuk pakaian bekas imuno itu. Ia lebarkan jaket itu, dan ia rogoh sakunya. Sebuah lollipop, cincin dan selembar foto ia daoat dari saku jaket itu.
Peter mengantungkan barang itu dan berjalan mendekati tabung itu. Ia terdiam menatapi imuno itu yang sedang makan daging sapi itu. "Ternyata kau pria yang tak bertanggung jawab, meninggalkan kekasihmu disaat seperti ini" Gumam peter lalu keluar ruangan itu.
°°°
Suasana pagi yang cerah diikuti angin yang berhembus pelan seakan ikut merayakan kaki wanita itu yang sudah pulih. Calissa duduk di dekat kaca dan menghadap kearah kota New York, bersama sandwich dan tehnya.
Ia menatap hamparan kota New york bersama lagu klasik yang ia dengar di ipodnya. Terkadang, ia meminun cangkir tehnya dan beberapa snack disana.
"Selamat atas sembuhnya kakimu" Ucap Seseorang dan duduk dihadapannya. Peter.Calissa melepas earphonenya dan tersenyum kearah pria itu. Peter duduk dihadapan wanita itu, dan menyodorkan sesuatu pada wanita itu. "Kau pasti tahu barang ini" Ucap peter dan menyesap kopinya.
Calissa mengambil pelan-pelan barang itu dengan tatapan bingung. Calissa mengrutkan dahinya dan memerhatikan lebih jelas barang itu. "Darimana kau mendapatkannya?" Tanya Calissa, ia menggenggam lollipop dan foto dirinya yang diberikan peter. Peter tersenyum setelah meminun kopinya dan meletakkan cangkirnya.
"Dia ada di ruang isolasi, tempat Uno diisolasi dulu" Jawab peter, tanpa buang waktu Calissa langsung berlari ke tempat itu dan meninggalkan peter dikantin.
°°°
Langkahnya memelan setelah memasuki ruangan itu. Ia berjalan pelan dan menetap tajam makhluk yang ada didalam tabung itu. Rasa tak percaya dan bahagia tercampur aduk dan tak tahu lagi apa rasanya saat itu.
Ia menghentikan langkahnya dan terdiam tak percaya ditempatnya, saat makhluk itu membalikkan tubuhnya. "EDMUND!!!" teriak wanita itu lalu berlari menuju tabung kaca itu. Ia menempelkan tubuhnya dan memukul-mukul kaca tabung agar imuno itu mendekatinya. Ia menangis kejar dan terus memanggil nama pria itu.
"Edmund!!" Desahnya dan terus mencoba membuka pintubkaca itu dari password. "Passwordnya sudah diganti" Ucap seseorang dari belakang dan memberikan sesuatu, "ini tertinggal dimejamu" Ucap peter, ia memberikan ponsel Calissa dan keluar kembali.
°°°
"Dane, bisakah kau kekantorku sekarang?" Ucap Calissa menelpon dane, ia terus memerhatikan edmund dan menahan air matanya keluar lagi. Ia menutup ponselnya dan keluar dari ruangan itu.
15 menit kemudian, Dane sudah tiba di kantor Calissa. Wanita itu pun langsung menarik pria itu menuju lift. "Whats wrong?" Tanya Dane, saat Calissa menekan tombol lift. Calissa terdiam di sudut lift, menutup wajahnya dengan kedua tangannya. "Edmund ada digedung ini, atasanku mencarinya untukku" Jawab Calissa dan menoleh kearah Dane.
Dane tak menjawab apapun, dan mengikuti Calissa hingga ke ruangan itu. "Edmund...." Ucap Dane pelan, lalu berjalan tak percaya menuju tabung itu. Calissa mengikuti dibelakangnya dan mencoba mengalihkan pandangannya dari makhluk itu.
"apakah benar ini edmund, kakakku?" Tanya Dane lirih dan terus menatapi makhluk yang ada didalam tabung itu. Calissa hanya mengangguk dan berusaha menahan air matanya. "Haruskah kita bilang pada ayah ibumu?" Tanya Calissa hati-hati. Dane terdiam dan menundukan kepalanya.
"ibu akan shock dan tak percaya, lebih baik jangan. lagipula, ia sudah berusaha merelakannya" Jawab Dane pasrah. Calissa menyenderkan tubuhnya di tabung itu dan menutup wajahnya lagi. "Ini salahku" Ucap Calissa lirih dan menangis, ia tak mampu menahan perasaannya saat melihat edmund yang menjadi imuno dalam tabung itu.
Dane memeluk Calissa ragu, mencoba menenangkannya. "ini keputusannya, bukan salahmu" Bisik dane dan melepaskan pelukannya itu. Tiba-tiba edmund mengerang dan menyerang kearah mereka, namun terhalang kaca dan membuatnya terpantul.
"Aku rasa dia cemburu" Ucap Dane pelan dan menoleh kearah Calissa. Calissa tertawa pelan dan menatap kembali edmund. Setetes air mata tiba-tiba turun dari matanya dan langsung ia menyekanya.
"Ayo kita keluar" Ucap Dane setelah melihat Calissa yang kembali down melihat edmund. Calissa menghela nafasnya lalu berjalan bersama Dane. "Aku harus ke lab, melanjutkan eksperimenku. Tak apa kau keluar sendiri?" Ucap Calissa dan berhenti didepan laboratorium.
"Tidak masalah, jangan terlalu lelah" Jawab Dane, lalu berjalan sambil melambaikan tangannya kearah Calissa. Wanita itu membalas lambaian tangan itu, dan menunggu pria itu masuk lift iapun langsung masuk ke dalam lab.
°°°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
IMUNO
Novela JuvenilApakah mesin waktu itu benar ada? Jika ada.... izinkan aku memakainya sekali saja dalam hidupku. Aku ingin memulai kembali semuanya, aku tidak akan bermain lagi dalam pilihan. Terlihat tak penting, namun ternyata itu semua menentukan hidupmu. itula...