YOUR CALL

145 10 0
                                    

Semua terlihat berbeda dengan hari kemarin. Kini bukan lagi pemandangan pedesaan yang ia lihat. Pemandangan perkotaan yang ramai dan pengaplah yang ada dihadapannya.

Sudah 30 menit wanita itu berdiri di depan kaca hotel itu bersama ponselnya menatap kesibukan Brazil. Hampir 1 menit sekali, ia melihat ponselnya dan mematikannya kembali. Ingin sekali ia menelpon pria itu, namun rasa kesal itu masih memenangkan rasa rindu padanya.

"Semua sudah siap, kita akan berangkat" Ucap seorang gadis dari balik pintu, angel. Calissa mengikat rambutnya dan memakai jas putih miliknya.

°°°

Jalannya terhenti mendadak saat ikat rambut miliknya dilepas oleh seseorang. "Hey!" bentak Calissa dan membalikan tubuhnya dengan kesal. Calissa terdiam saat mengetahui orang yang melepas ikat rambutnya ialah peter.

"Depresimu sangat terlihat saat kau dikuncir" Ucap peter lalu memberikan ikat rambut Calissa, dan berjalan didepan Calissa.

"Sejak kapan kau berani menyentuh tubuhku" Ucap Calissa dan berjalan mengejar peter dari belakang. Peter berjalan dan memasukan kedua tangannya di saku celananya. Mereka berdua pun masuk kedalam lift menuju lobby hotel.

"Aku menyentuh ikat rambutmu bukan anggota tubuhmu" Jawab peter datar dan memencet tombol di lift itu.  Wajah peter selalu tersenyum bahagia saat bersama Calissa dimanapun ia berada. Calissa berdiri dipojok lift dengan kedua tangan dilipat dan menatap sinis peter.

Tak butuh waktu lama, mereka sampai di lobby utama. Peter tetap berjalan mendahului Calissa yang berjalan cepat menyamai kecepatan peter.

"Kau lebih cantik saat digerai" Ucap peter dan masuk kedalam mobil khususnya. Calissa terdiam menatap kesal peter yang masuk kedalam mobil.

°°°

"Come on...." Desah Pria itu dan mencoba menelfon kembali. Ekspresi gelisah terlihat diwajahnya, tangannya mengetuk-ketuk kecil sofa kantornya. Pria itu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dinding kaca kantornya.

"Aku tahu kau marah padaku. tapi bisakah kau angkat telponku sekali?" gerutu pria itu pada ponselnya. Edmund. Sudah berpuluh kali ia mencoba menelponnya, namun tak ada satupun yang diangkat.

"Come on Calissa...." Gerutunya lagi, kini ia membentur-benturkan kepalanya pada dinding kaca kantornya. Ia genggam kencang i-phone miliknya kesal.

°°°

Wanita itu terus menyapa pada orang yang baru saja datang. Ia memakai sarung tangan elastis dan masker miliknya.

"Semuanya sudah siap?" Ucapnya pada angel, sekretarisnya. Angel mengangguk dan menunjukan jalan pada Calissa menuju ruangannya.

"Dimana peter?" Tanya Calissa dan menoleh ke setiap bilik para dokter yang akan menyuntikan. "Dia di bilik paling pertama" Jawab angel dan menunjuk pada bilik paling ujung dan berisi perempuan semua. Calissa mengernyitkan dahinya dan menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu duduk dikursinya.

3 Jam berlalu, sudah ratusan warga Brazil yang ia suntikan zat imun itu. Calissa meminum minuman soda kaleng dan menyender pada salah satu dinding di gedung itu.

"Maaf, ini ponselmu. Ohya, sejak tadi banyak panggilan masuk" Ucap Angel dan memberikan ponsel Calissa yang ia titip pada Angel. Calissa langsung mengambil ponselnya dan melihat daftar panggilan masuk di ponselnya.

Edmund

Edmund

Edmund

Edmund

Edmund

.

.

.

.

Calissa menghela nafasnya dan membenturkan kepalanya pada dinding penuh kesal. "Thanks" Ucapnya pada angel, Angel pun kembali pada pekerjaannya.

Tangannya terus bergoyang diatas layar i-phonenya. Sungguh berat baginya untuk menyentuh warna hijau pada ponselnya.

5 menit

.

.

Calissa mengurungkan niatnya menelfon kembali edmund dan hanya mengirimnya sms. Calissa langsung kembali ke hotelnya dan bersiap untuk pulang esok pagi.

°°°

03.00 am. Suasana berbeda terlihat dari ruang kamar 3005 itu, sejak 30 menit yang lalu ruangan itu sudah disibukan dengan kegiatan Calissa mempersiapkan perjalanan kembali ke New York.

Ia sibuk memakaikan eyeliner pada matanya dan mencatok rambut berwarna pirangnya. Ia memasukan semua peralatan make up kedalam tasnya dan memakai sarung tangan kulit berwarna hitam miliknya.

Ia lihat seluruh ruangan, memastikan tak ada yang tertinggal. Ia pakai jaket merah dan boots hitam favoritenya.
took.... took..... toook......

Suara pintu diketuk menandakan waktunya untuk berangkat ke bandara. 03.50 am, ialah jadwal keberangkatannya menuju new york setelah 3 hari ia berada di Brazil. Calissa langsung membuka pintu dan menarik kopernya keluar.

"Besok kita akan membagikan zat itu ke Miami, kan?" Tanya Calissa pada Angel, yang sudah menunggu didepan pintu kamar hotelnya. Angel menghentikan langkahnya dan menatap bingung Calissa.

"Astaga.... Maaf aku lupa memberitahumu" Ucap angel, Calissa menurunkan alisnya dan menatap balik angel dengan penasaran. "Miami dan amerika bagian selatan lainnya sudah dilakukan, tinggal New York, Washington DC, Chicago, Los Angels dan kota besar lainnya yang belum" Sambung Angel.

Calissa mengernyitkan dahinya tak percaya. "What? what are you mean?" Tanya Calissa, kali ini ia benar-benar tidak tahu perkembangan semua itu.

"Kita tidak harus ke daerah lainnya untuk memberikan zat imun secara langsung, kemarin ialah upacara atau formalitas untuk memulai penyebaran zat imun itu" Jelas Angel.Calissa masih belum percaya dan memindahkan posisi tasnya.

"Peter bilang, zat imun itu baru selesai produksi 1/3nya saja" Ucap Calissa. Angel tertawa kecil sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Aku benar-benar minta maaf lupa memberitahumu. Kemarin, 2/3 dari produksi juga sudah selesai. Dan langsung di distribusikan" Jawab angel, Calissa masih tak percaya dan menghela nafasnya lalu pergi ke lobby.

°°°°°

halooo^^ maaf yah latepost, kelupaan ngepost. udah mau sampe climax nih:3 keep vomment yaa!!

IMUNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang