mengapa kita harus memilih? dan mengapa setelah pilihan itu ada penyesalan? kalimat itulah yang terus menghantui fikirannya.
Sejak awal, ia sudah tak ingin mengambil bagian dalam pembuatan zat kekebalan tubuh ini. Namun, pemerintah amerika langsung memberi kepercayaannya kepada roosevelt corps dan dirinya. Yang ia takutkan hanya satu, semua ini tak sesuai harapan.
Calissa, ia berdiri memandangi pemandangan kota new york dari ruang kerjanya yang dikelilingi oleh kaca bukan dinding. Minuman soda menemaninya bersamaan cuaca yang sangat panas.
Suara pintu terbuka, membuyarkan lamunannya saat itu juga. Ia langsung menoleh pada orang yang masuk ruang kerjanya, dan lalu langsung duduk di sofa tanpa disuruh.
"Besok kita akan survei bersama ke Miami" ucap pria itu yang tak lain ialah peter. Calissa langsung menghampiri peter dan duduk di sofa berhadapan dengan peter.
"kau juga ikut survei?" tanya Calissa dengan nada dan tatapan penuh interogasi. Calissa menghabiskan tegukan akhir air sodanya dan meletakan mini glass diatas mejanya.Peter langsung mendongakan kepalanya saat bermain rubrik mendengar pertanyaan itu. Ia menatap balik wanita itu sambil menahan tawanya.
"aku tahu, kau punya mata berwarna biru yang indah tapi aku mohon jangan menatapku seperti itu" jawab peter penuh canda. Calissa menurunkan alisnya tidak puas dengan jawaban peter.
"apa salahnya seorang direktur sepertiku ikut survei lapangan?" sambung peter dan menggidikan bahunya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan keluar beriringan dengan pintu yang terbuka otomatis.
"Jangan terlalu keras, itu akan menyiksamu" ucap peter dan hilang saat pintu itu tertutup kembali.°°°
"kau ingin apa? haruskah aku membawakan udara disini? sungguh udaranya sangat sejuk kau harus mencobanya juga lain kali" ucap seseorang dibalik telpon itu."jika kau bisa membawanya, bawalah. aku akan salut jika kamu bisa" jawab Calissa, ia eratkan telinga dan pundaknya menahan i-phone miliknya. Tangannya, terus memasukan barang dan pakaian ke dalam koper berwarna biru laut itu.
"Oh ya, jika kamu sanggup bawakan aku london eyes juga. oke?" sambung Calissa, kini ia memindahkan posisi ponselnya ke sebelah kiri. Terkadang, senyuman terlukis dibibirnya setelah mendengar jawaban dari orang dibalik telpon itu, edmund.
"Berapa lama kau di Miami? Apakah kau akan menjemputku di bandara saat aku sampai new york?" tanya edmund. Calissa berhenti sejenak memikirkan sesuatu, ia tak tahu berapa lama dia di Miami.
"Aku akan menjemputmu, jika kamu tak membawa pakaian kotor lagi lalu mengajakku ke laundry berjam-jam" jawab Calissa, ia melihat sebuah kalender di buffet samping tempat tidurnya dan menghela nafasnya.
"aku rasa waktu kita sudah habis, aku harus ke bandara sekarang. Lakukanlah pekerjaanmu dengan baik, jika tidak jangan kembali ke new york" ucap Calissa dan menutup telfonnya.°°°
"kau telat 15 menit" ucap seseorang dari belakang, Calissa langsung membalikkan tubuhnya dan ternyata itu peter.
"Salahkan si pembuat macet, aku sudah tepat waktu berangkatnya" jawab Calissa, ia memindahkan kopernya dan tersenyum tipis."kau ingin survei atau liburan?" ucap Peter tertawa kecil dan memerhatikan seluruh tubuh Calissa dari ujung rambut hingga kaki, yang membuat Calissa mengalihkan pandangannya karna canggung.
mini skirt merahdengan atasan kemeja putih serta dipadu dengan bowler hat merah. itulah yang ia pakai saat itu. Sebenarnya, Calissa tak ingin memakai rok itu. Rok itu, edmund yang membelikannya saat ia pergi tugas ke jepang. Edmund sangat tahu jika Calissa tak suka rok, namun ia tetap membelikannya.
"kita beruntung menggunakan jet pribadi perusahaan. jika tidak, kita harus berangkat tengah malam nanti" Ucap peter dan langsung berbaring di salah satu kursi. Calissa langsung membuka macbooksnya dan mencari beberapa data.
°°°
"Miami" ucap peter lalu jas nya saat turun dari jet itu. "miris. disamping ada peradaban, ada keterbelakangan" sambung peter, kini ia menyodorkan tas hitam pada Calissa.Calissa menatap aneh peter dan tas itu bergantian. "aku tidak dibayar untuk membawakan tasmu" ucap Calissa, masih dengan tatapan aneh. Peter menghembuskan nafasnya dan tertawa kecil.
"itu semua barangmu" ucap peter lalu meninggalkan wanita itu yang melihatkan ekspresi bingung dan kesal. Calissa langsung membuka tas itu, dan..... benar. Isi tas itu ialah ipad, data kertas, dan..... kosmetik miliknya yang tertinggal dikantor.Calissa langsung memasukan barang itu lagi, lalu mengejar Peter dan yang lainnya sambil menarik koper miliknya.
°°°
"tingkat ekonomi negara ini lebih tinggi di banding new mexico, kentucky, florida. But, actually mereka lebih sering terserang penyakit. Kau tahu kenapa?" ucap peter pada Calissa yang sedang memotret anak-anak kecil yang sedang bermain disana.Calissa memiringkan kepalanya memikirkan jawaban yang cocok dengan ucapan peter. "Mungkin, mereka memakan makanan yang salah dan...... suka main kotor?" jawab Calissa dengan wajah tak salahnya.
Peter langsung tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban aneh itu. Tapi, Calissa tetap memasang ekspresi tak salahnya. "apa kau yakin, kau lulusan harvard?" ucap peter menahan tawanya. Calissa langsung mengerutkan wajahnya mendengar jawaban itu dan pergi meninggalkan peter yang masih tertawa puas.
°°°°°
#AN
Haloooo :3 sampe part 3 nanti masih perkenalan tokoh, soo wait for the climax yaa!! keep voment too:**
KAMU SEDANG MEMBACA
IMUNO
Teen FictionApakah mesin waktu itu benar ada? Jika ada.... izinkan aku memakainya sekali saja dalam hidupku. Aku ingin memulai kembali semuanya, aku tidak akan bermain lagi dalam pilihan. Terlihat tak penting, namun ternyata itu semua menentukan hidupmu. itula...