Day 3

3.1K 342 14
                                    

"Selamat pagi, Ahjumma!"

"Ah, selamat pagi, Nayeon! Ingin memesan bunga seperti biasa?"

"Iya, Ahjumma."

"Baiklah, tunggu sebentar, ya." Nayeon hanya tersenyum dan mengangguk menjawab ucapan Ahjumma pemilik toko bunga di seberang kafe tempat ia bekerja.

Hari masih sangat pagi. Toko-toko yang ada di sepanjang jalanan kota itu pun baru saja buka. Begitupun dengan kafe tempat Nayeon bekerja. Seperti biasa, setiap harinya kafe tempat Nayeon bekerja akan memesan bunga untuk keperluan hiasan di kafe tersebut. Pemilik kafe itu lebih memilih bunga hidup karena baginya lebih bisa menarik minat pelanggan dan dapat membuat pelanggan di kafenya lebih nyaman. Jadilah setiap paginya Nayeon mendatangi toko bunga di seberang kafe tersebut untuk memesan bunga yang baru.

Nayeon berkeliling melihat koleksi bunga-bunga yang baru datang sambil menunggu Ahjumma menyiapkan pesanannya. Nayeon sangat menyukai bunga. Bibirnya tidak henti-hentinya menyunggingkan senyuman tatkala memperhatikan bunga-bunga cantik yang ada di etalase toko tersebut.

"Nayeon, pesananmu sudah siap!" Ahjumma berteriak memanggil Nayeon dari meja kasir. Bunga pesanan Nayeon sudah tersusun rapih dalam sebuah kotak cukup besar.

"Berapa harganya, Ahjumma?" tanya Nayeon saat ia sudah sampai di meja kasir.

"Seperti biasa, Nak. Bunga-bunga ini tidak pernah naik harganya." jawab Ahjumma dengan senyum meneduhkan.

Nayeon pun mengeluarkan dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang yang selanjutnya diserahkan kepada Ahjumma.

"Tidak usah dikembalikan kembaliannya, Ahjumma. Bosku sengaja memberi lebih." ucap Nayeon saat melihat Ahjumma ingin menyiapkan uang kembalian untuk Nayeon.

"Ah, terima kasih, Nayeon. Kalian benar-benar baik." Ahjumma mengambil satu tangan Nayeon untuk digenggamnya saat ia mengucapkan rasa terimakasihnya. Ia benar-benar tersentuh dengan kebaikan hati pemilik kafe tempat Nayeon bekerja, begitupun dengan keramahan Nayeon padanya.

"Sama-sama, Ahjumma. Ah, untuk membawa bunga-bunga ini, aku akan meminta bantuan-" belum sempat Nayeon selesai berbicara, ucapannya sudah dipotong terlebih dahulu oleh Ahjumma.

"Ah, untuk bunga-bunga ini, nanti akan diantar oleh pekerjaku, Nayeon. Tapi sekarang, anak itu belum datang. Mungkin sebentar lagi ia akan datang. Awas saja anak itu! Padahal sudah kubilang kemarin untuk tidak terlambat!" Nayeon hanya tertawa kecil melihat ekspresi kesal Ahjumma. Ia langsung teringat wajah neneknya yang sudah meninggal ketika dirinya melihat wajah Ahjumma.

"Ahjumma sudah menemukan pengganti Jeonghan?"

"Iya, kemarin datang seorang anak muda yang ingin melamar pekerjaan. Dengan senang hati kuterima. Aku benar-benar kewalahan saat Jeonghan pergi,"

Jeonghan adalah nama pekerja yang dulu bekerja menjadi pengantar bunga di toko bunga milik Ahjumma. Sayang, ia harus kembali ke kampung halamannya karena neneknya sudah sakit-sakitan dan ia harus merawatnya.

Tiba-tiba Ahjumma tertawa kecil saat mengingat sesuatu. "Dan kau tau, Nayeon? Nama pengantar bunga baruku namanya juga memiliki kata Jeong."

"Eh?" Nayeon sedikit terkejut mendengar perkataan Ahjumma. Entah mengapa pikirannya langsung menuju ke satu nama.

"Ah, apa mungkin itu adalah.."

Dan langsung terjawablah pertanyaan dalam hati Nayeon. Seseorang yang disebutkan memiliki nama Jeong oleh Ahjumma tiba-tiba muncul dari pintu toko dengan keadaan yang berantakan. Bagaimana tidak disebut berantakan? Wajah orang itu dipenuhi keringat. Rambutnya pun basah karena keringat tersebut. Orang itu masih mengatur nafasnya yang acak-acakan, menandakan dirinya habis melakukan kegiatan berat. Dirinya bahkan membungkuk, menopangkan tubuhnya pada kedua tangannya yang ia letakkan di lututnya.

"Hah.. Ahjumma.. huh.. maaf a-aku hah.. terlambat." ucap orang itu dengan terputus-putus karena nafasnya yang masih tidak teratur.

"Ah, datang juga kau, Jeongyeon. Cepat antarkan bunga ini ke kafe Nayeon!"

Ucapan Ahjumma berhasil membuat orang yang dipanggil dengan sebutan Jeongyeon oleh Ahjumma langsung berdiri tegak. Dan tentu saja, matanya langsung menangkap sosok wanita yang berdiri di depan Ahjumma yang menatapnya dengan tatapan kaget.

Nayeon terdiam mengamati Jeongyeon yang ada dihadapannya saat ini. Jeongyeon yang sekarang ia lihat sangat berbeda dari Jeongyeon yang ia kenal. Jeongyeon yang saat ini ia lihat memakai pakaian yang benar-benar jauh dari image-nya sebagai seorang CEO. Ia hanya memakai celana jeans, hoodie seadanya, dan sepasang sneaker yang benar-benar terlihat biasa saja di kakinya. Ia benar-benar bukan Jeongyeon sang CEO Yoo Corporation, namun Jeongyeon sang pengantar bunga.

"Mana saja bunga yang harus kuantar, Ahjumma?" ucapan Jeongyeon membuat lamunan Nayeon terhenti. Ia segera mengatur dirinya untuk terlihat biasa saja.

"Ini, antarkan semua ini dan bantu Nayeon menyusun semua ini di kafenya." jawab Ahjumma sambil menunjuk kotak bunga di samping meja kasir.

"Baiklah," Jeongyeon mengangkat kotak tersebut lalu berbicara dengan nada senetral mungkin ke Nayeon. "Ayo, Nona Nayeon, kita ke kafemu." tak lupa, ucapan Jeongyeon yang biasa itu tetap ia bumbui senyuman manis di wajahnya.

"I-iya." entah kenapa, Nayeon menjadi salah tingkah melihat senyum Jeongyeon. Ia pun dengan segera pamit pada Ahjumma dan berjalan mendahului Jeongyeon menuju kafe tempat ia bekerja.

Jeongyeon mengikuti Nayeon dari belakang sambil menatap bagian belakang tubuh Nayeon. Senyumannya tidak pernah terlepas dari wajahnya walaupun hanya karena dirinya melihat Nayeon dari belakang.

"Melihatnya dari belakang seperti ini saja sudah berhasil membuat pagiku bahagia." batin Jeongyeon.

°°°

"Terima kasih sudah membantuku merapihkan bunga-bunga tersebut." ucap Nayeon saat dirinya dan Jeongyeon telah selesai menata bunga-bunga pesanan Nayeon ke tempat yang seharusnya. Mereka kini sedang berada di depan kafe, berdiri berhadap-hadapan dengan canggung.

"Sama-sama, Nayeon. Sudah menjadi pekerjaanku." jawab Jeongyeon dengan senyum kecil.

Hening sejenak sampai akhirnya Nayeon kembali bersuara.

"Kenapa kau bekerja seperti ini? Apa rencanamu sebenarnya?"

"Aku hanya mencoba untuk bisa dekat denganmu dengan cara senormal mungkin. Tenang saja, Nayeon, aku tidak akan mengganggumu atau mengusik keseharianmu. Aku akan membiarkan semuanya berjalan apa adanya. Aku percaya, jika Tuhan memang menghendaki kita untuk kembali bersama, maka kita akan kembali seperti dulu. Namun, aku tentu saja harus terus berusaha. Dan usahaku adalah dengan cara seperti ini, dengan cara tidak memaksamu." jawab Jeongyeon dengan lembut.

Nayeon mendengar perkataan Jeongyeon tersebut hanya bisa mengalihkan pandangannya ke bawah. Ia seperti tidak berani jika menatap mata Jeongyeon terlalu lama. Melihat tidak ada tanggapan dari Nayeon, Jeongyeon pun kembali berbicara untuk pamit.

"Baiklah, pekerjaanku sudah selesai disini. Aku akan kembali ke toko. Ahjumma pasti sudah tidak sabar untuk memarahiku," ucap Jeongyeon dengan tawa kecil. "Semoga harimu berjalan baik, Nayeon."

Jeongyeon melangkahkan kakinya untuk kembali ke toko bunga tempat ia bekerja. Meninggalkan Nayeon yang menatapnya dari belakang dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Semoga Tuhan benar-benar memberikan jalan terbaik-Nya." batin Nayeon.

Bersambung..

Thirty One Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang