Day 9

2.6K 322 21
                                    

"Hyung?!"

"Hai, Chaeyoung.  Maaf menggangumu selarut ini. Apa kau punya waktu untukku?"

"I-iya, tentu saja, Hyung. Tunggu sebentar, ya. Aku akan memberitahu Mina untuk meminta izin keluar."

"Aku tunggu di mobil, ya."

Chaeyoung dengan terburu-buru kembali masuk ke dalam rumah untuk meminta izin pada Mina untuk menemani Jeongyeon pergi. Sedangkan Jeongyeon menunggu Chaeyoung di dalam mobilnya yang terparkir di depan rumah Chaeyoung.

"Kenapa selarut ini, Sayang?" tanya Mina dengan khawatir saat melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Aku tidak mungkin menolak permintaan hyung. Aku bisa melihat dari raut wajahnya bahwa ia sedang memiliki masalah. Aku khawatir ini ada kaitannya dengan Nayeon Noona." ucap Chaeyoung sambil dirinya bersiap berganti pakaian yang lebih hangat.

"Kabari aku jika ada apa-apa, ya." ucap Mina dengan lembut sambil merapihkan kerah jaket Chaeyoung.

"Tentu saja, Sayang. Aku jalan, ya." Chaeyoung mengecup kening Mina dengan lembut kemudian langsung keluar rumah menuju mobil Jeongyeon. Mina mengantar Chaeyoung sampai keluar. Ia melambaikan tangannya pada Jeongyeon yang dibalas Jeongyeon dengan senyuman lemah.

Tanpa berlama-lama, Jeongyeon melajukan mobilnya melintasi jalanan malam yang dingin dan sunyi.

°°°

"Hyung, ceritakan padaku masalahmu. Jangan terlalu banyak minum seperti itu, Hyung." Chaeyoung mengingatkan Jeongyeon untuk tidak terlalu banyak meminum alkohol. Lebih baik Jeongyeon meluapkan semua rasa sedihnya pada Chaeyoung daripada ia harus melampiaskannya dengan alkohol.

"Nayeon." akhirnya Jeongyeon membuka suaranya untuk pertama kali sejak keduanya sampai di sebuah bar di sudut kota.

"Ada apa dengan Nayeon Noona?" Chaeyoung yang melihat Jeongyeon mulai mabuk memanfaatkan keadaan itu untuk mengorek masalah yang tengah dihadapi Jeongyeon.

"Aku tidak mengerti dengan sikapnya. Dia sangat dingin padaku."

"Dingin? Ada apa, Hyung? Katamu waktu itu dia mulai luluh padamu."

Tidak ada jawaban. Jeongyeon justeru kembali menegak sisa minuman dari botol ketiga yang sudah dipesannya.

"Hyung! Jangan minum lagi! Ceritakan saja padaku masalahmu, jangan seperti ini!"

"Mingyu!"

Brak!

Jeongyeon mengucapkan nama Mingyu dengan sedikit kencang sambil tangannya menggebrak meja dengan gelas yang ada di genggamannya.

"Mingyu? Siapa Mingyu?" tanya Chaeyoung dengan penasaran. Ia tentu penasaran karena Jeongyeon menyebutkan nama Mingyu dengan tatapan penuh amarah.

"Dia mendekati Nayeonku! Dia mendekati Nayeonku. Dia mendekati Nayeonku.." Jeongyeon mulai berbicara tidak jelas. Suaranya yang tadi meninggi kini mulai merendah dan bahkan lebih terdengar seperti bisikan.

"Hyung!" melihat Jeongyeon yang meletakkan kepalanya di atas meja dan tidak bergerak, membuat Chaeyoung khawatir.

"Hyung, sadarlah!" Chaeyoung berusaha menyadarkan Jeongyeon, namun nihil. Dapat terdengar dengkuran halus yang dikeluarkan Jeongyeon. Chaeyoung menghela napas lemah sebelum akhirnya memutuskan membawa pulang hyung-nya tersebut. Dengan susah payah Chaeyoung berusaha menggendong tubuh besar Jeongyeon menuju ke mobilnya.

"Bersabarlah, Hyung." lirih Chaeyoung saat keduanya sudah berada di dalam mobil. Jeongyeon benar-benar sudah tidak sadar, ia sudah tertidur dengan lelap di kursi penumpang. Chaeyoung pun langsung melajukan mobil Jeongyeon menuju apartemen Jeongyeon.

°°°

Chaeyoung dengan susah payah menggendong Jeongyeon sampai ke apartemennya. Ia segera merebahkan tubuh Jeongyeon ke atas ranjang. Dengan sabar, ia melepaskan sepatu Jeongyeon dan mulai menggantikan pakaian Jeongyeon yang sudah basah terkena minuman tadi. Chaeyoung menyelimuti tubuh Jeongyeon dan meninggalkan kamar Jeongyeon agar Jeongyeon bisa istirahat tanpa gangguan.

Chaeyoung berkeliling mengamati apartemen yang disewa oleh Jeongyeon demi lebih dekat dengan Nayeon. Dirinya memang belum sempat mengunjungi apartemen baru hyung-nya tersebut. Ia hanya diberitahu tentang letak dan nomor apartemennya.

Apartemen yang Jeongyeon sewa saat ini begitu sederhana. Tidak ada barang mewah yang mencolok, berbeda dengan apartemen Jeongyeon dulu yang penuh barang mewah. Mengingat Jeongyeon adalah seorang CEO perusahaan besar, maka tidak heran hidupnya dipenuhi gelimang harta. Chaeyoung jadi teringat dengan perjuangan Jeongyeon untuk kembali mendapatkan Nayeon. Jeongyeon rela meninggalkan sementara apartemen mewahnya, kehidupan mewahnya hanya untuk lebih dekat dengan Nayeon. Bahkan Jeongyeon rela bersusah payah bekerja menjadi seorang pengantar bunga.

"Kau harus kuat, Hyung." lirih Chaeyoung saat dirinya menatap sebuah bingkai foto yang menampilkan foto pernikahan Jeongyeon dan Nayeon. Di sebelah foto tersebut, terdapat sebuah foto Nayeon yang diambil Jeongyeon saat mereka bulan madu ke Paris dulu.

 Di sebelah foto tersebut, terdapat sebuah foto Nayeon yang diambil Jeongyeon saat mereka bulan madu ke Paris dulu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa sadar, Chaeyoung menitihkan air matanya. Ia teringat dengan perjuangan Jeongyeon mencari jejak Nayeon selama 1 tahun penuh tanpa lelah. Ia teringat bagaimana senyum Jeongyeon yang lenyap setelah kepergian Nayeon. Ia teringat bagaimana Jeongyeon yang hidupnya berantakan setelah ditinggal Nayeon.

"Andai saja insiden itu tidak pernah terjadi." lirih Chaeyoung.

Chaeyoung mengusap air matanya kemudian mengambil tempat di sofa ruang tengah. Ia merebahkan tubuhnya untuk bersiap beristirahat. Chaeyoung mengirimkan sebuah pesan pada Mina untuk mengabari bahwa dirinya menginap di apartemen Jeongyeon. Setelah itu, dirinya bersiap menjemput dunia mimpinya.

"Kau harus kuat, Hyung. Aku akan selalu mendampingimu."

Bersambung..

Thirty One Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang