Jeongyeon terbangun dari tidurnya dengan rasa sakit kepala yang menyerangnya. Sebagai seorang yang tidak terlalu bisa mentolerir alkohol, tentunya dirinya akan merasa sangat pusing setelah mengahabiskan 3 botol besar minuman beralkohol sekaligus.
Jeongyeon bangkit dari ranjangnya untuk menuju dapur. Tenggorokannya yang kering butuh asupan air mineral. Jeongyeon berjalan dengan terhuyung-huyung karena menahan rasa sakit di kepalanya.
"Chaeyoung?!" Jeongyeon terkejut saat melihat Chaeyoung yang sedang berada di dapurnya untuk menyiapkan sarapan.
"Selamat pagi, Hyung!" sapa Chaeyoung dengan semangat sambil tangannya dengan cekatan membalik telur dadar yang sedang ia masak.
"Sedang apa kau disini, Chaeyoung?" tanya Jeongyeon saat dirinya menghampiri Chaeyoung dan duduk di kursi meja makan sambil memperhatikan Chaeyoung.
"Tentu saja menemanimu, Hyung. Kau tertidur lelap setelah mabuk semalam. Dan aku rasa, terlalu larut jika aku harus kembali ke rumah. Jadi, aku putuskan untuk menemanimu disini sampai kau sadar." jelas Chaeyoung. Kini tangannya dengan hati-hati meletakkan telur dadar yang sudah matang ke piring yang ada di hadapan Jeongyeon.
"Ah, maafkan aku, Chaeng, sudah merepotkanmu. Aku benar-benar tidak ingat dengan kejadian semalam. Aku hanya ingat bahwa aku menghampirimu di rumahmu."
"Santai saja, Hyung. Aku tidak merasa direpotkan sama sekali. Sudah, jangan banyak bicara lagi. Sekarang, sebaiknya kau habiskan sarapanmu lalu setelah itu mandi. Banyak yang ingin aku tanyakan padamu." Chaeyoung menaruh beberapa sosis yang sudah ia masak ke piring Jeongyeon. Ia pun juga menuang susu ke dalam gelas Jeongyeon. Jeongyeon tanpa banyak protes langsung melahap makanan yang telah dimasak oleh Chaeyoung.
°°°
"Ceritakan padaku semuanya, Hyung." ucap Chaeyoung saat dirinya dan Jeongyeon kini duduk bersama di sebuah sofa yang ada di balkon apartemen Jeongyeon. Udara di pagi hari tentunya sangat sejuk, membuat pikiran siapa saja yang merasakannya lebih tenang. Begitu juga yang dirasakan oleh Jeongyeon.
"Aku tidak mengerti dengan sikap Nayeon. Sudah dua hari kemarin sikapnya berubah. Hari Senin lalu, ia benar-benar cuek dan dingin padaku. Bahkan, ia diantar jemput oleh Mingyu." Jeongyeon mulai mencurahkan isi hatinya.
"Mingyu? Siapa sebenarnya Mingyu yang kau sebutkan itu, Hyung?"
"Dia adalah bos Nayeon. Dia pemilik kafe tempat Nayeon bekerja. Entah sejak kapan mereka dekat, tapi sejak hari Senin lalu, aku menyadari bahwa mereka menjadi sangat dekat. Kemarin pun, Nayeon bahkan tidak melirik ke arahku sama sekali saat diriku datang ke kafenya untuk mengantar bunga. Ia justeru asyik mengobrol dengan Mingyu itu. Nayeon kini juga tidak datang lagi ke toko bunga tempat aku bekerja. Ia lebih memilih menyuruh Sana untuk datang ke tokoku."
"Sana? Ah, aku lupa menyanakan soal Sana itu. Siapa Sana, Hyung? Setelah hari Minggu lalu kau mengajak Leo pergi, ia menceritakan soal Sana yang bermain bersamanya." Chaeyoung kini lebih penasaran dengan sosok Sana.
"Sana adalah adik sepupu Mingyu. Ia sering datang ke kafe Mingyu karena ia ingin mengisi waktu kosongnya sebelum mendapatkan pekerjaan di Korea. Ia baru saja lulus dari universitas di Jepang dan memilih untuk tinggal di Korea sekarang."
"Lalu, bagaimana caranya Leo bisa kenal dan dekat dengan Sana? Bukankah kalian waktu itu hanya pergi berdua?"
"Ceritanya sangat panjang. Biar aku jelaskan."
°°°
Flashback
"I-iya, kenalkan, ini Leo, anakku."
"A-anakmu, Oppa?! Aku tidak tau jika kau sudah menikah." Sana terkejut mendengar pengakuan Jeongyeon bahwa anak yang sedang ia gendong sekarang adalah anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty One Days [✓]
Fanfiction2Yeon Fanfiction 1 tahun setelah kecelakaan yang menimpa Nayeon, kini usaha Jeongyeon untuk menemukan Nayeon akhirnya berbuah manis. Namun, apakah Nayeon dapat menerima Jeongyeon kembali saat hatinya kini tidak utuh lagi? Sekuel dari "Married Life".