Day 24

2.7K 303 10
                                    

"Oppa.."

"Hm?"

Sana kini sedang menghampiri Mingyu di ruangan kerjanya. Ia ingin berusaha mengorek informasi tentang Nayeon dari mulut Mingyu sendiri.

"Oppa, boleh aku bertanya?" Mingyu tidak menjawab, namun kini tatapannya berfokus pada Sana yang duduk di depannya.

"Apa kau mempunyai masalah dengan Nayeon Unnie? Kenapa dia tidak pernah datang lagi ke kafe?" tanya Sana dengan hati-hati.

Mingyu mengendikkan bahunya, lalu menjawab dengan cuek, "Aku tidak mempunyai masalah dengannya."

"Tapi, kenapa Nayeon Unnie tidak datang bekerja lagi?"

"Sana, berhenti banyak bertanya! Aku sibuk. Bisakah kau meninggalkan aku sendiri?" Mingyu mengusir Sana dengan halus.

Merasa tidak bisa mendapatkan informasi apapun, Sana akhirnya mengalah. Semakin membuat Mingyu kesal, tentunya ia semakin tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. Namun, saat Sana ingin menutup kembali pintu ruangan kerja Mingyu, sayup-sayup Sana mendengar Mingyu berbicara dengan seseorang dari handphonenya.

"Apa kau sudah melakukan hal yang kuminta?"

Sana yang sedang menguping ternyata diketahui Mingyu. Langsung saja Mingyu memarahi Sana dan menyuruhnya untuk benar-benar meninggalkan ruangan tersebut. Sana keluar dari ruangan Mingyu dengan sedikit kesal. Ia kemudian langsung kembali ke dapur. Setidaknya, dengan kembali bekerja mungkin saja mood-nya bisa kembali dan ia bisa kembali memikirkan rencana lain.

"Benar-benar ada yang tidak beres. Aku harus segera mencari tau hal tersebut!"

°°°

"Unnie, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Tzuyu pada Nayeon yang duduk di sampingnya. Tzuyu khawatir karena sejak tadi Nayeon hanya melamun.

"Ah, aku hanya sedang memikirkan Jeongyeon. Aku benar-benar rindu padanya." jawab Nayeon dengan suara yang sedikit bergetar.

Tzuyu langsung berinsiatif untuk meraih tangan Nayeon dan menggenggamnya lembut. "Unnie, bersabarlah.. aku tau ini sangat sulit bagimu. Jika Jeongyeon Oppa bisa melihatmu saat ini, ia pasti akan sangat sedih. Jadi, kuatlah! Aku yakin kita bisa melewati semua ini."

"A-aku benar-benar rindu padanya, Tzu. Aku merasa menjadi isteri paling buruk karena tidak bisa merawatnya saat ini. Aku bahkan tidak bisa melihatnya. M-melihat kondisinya." Nayeon tidak bisa membendung tangisannya lagi. 

Setiap malam, Nayeon selalu menangis berdoa pada Tuhan agar dirinya bisa dipersatukan lagi dengan Jeongyeon. Namun sekarang, doanya lebih sederhana dari itu. Nayeon hanya berharap setidaknya ia bisa melihat Jeongyeon, suaminya.

Tzuyu mati-matian menahan tangisnya karena tidak mau melihat Nayeon semakin sedih. Ia kini hanya bisa memeluk Nayeon dan berusaha menenangkannya dengan mengusap lembut punggung Nayeon.

Chaeyoung yang baru kembali dari toilet langsung duduk di sebelah Nayeon. Ia sedikit terkejut melihat Nayeon kini menangis di pelukan Tzuyu. Tzuyu hanya memberikan kode bahwa Nayeon sedang bersedih memikirkan Jeongyeon, dan Chaeyoung pun memakluminya. Chaeyoung dan Tzuyu pun mamberikan waktu untuk Nayeon menangis mengeluarkan rasa sakitnya.

Hampir 30 menit lamanya Nayeon baru benar-benar berhenti menangis. Chaeyoung sedikit khawatir karena sekarang wajah Nayeon benar-benar terlihat lelah. "Noona, tidurlah. Waktu pendaratan kita kira-kira satu jam lagi. Gunakan itu untuk beristirahat. Sesampainya kita di sana, kita harus cepat bergerak." Chaeyoung mencoba mengingatkan Nayeon karena ia khawatir tubuh Nayeon akan tumbang jika dirinya kurang beristirahat. Dan syukurnya, Nayeon menuruti perkataan Chaeyoung.

Dan 1 jam kemudian, terdengarlah pengumuman yang menyatakan bahwa pesawat akan segera melakukan pendaratan.

"Diumumkan bagi para penumpang agar bersiap karena pesawat sebentar lagi akan melakukan pendaratan di Bandar Udara Internasional Tokyo, Bandara Haneda."

Ya, Tokyo adalah tujuan mereka bertiga hari ini.

Kembali ke Tokyo adalah salah satu rencana mereka untuk menghancurkan rencana busuk Mingyu.

°°°

"Halo, Jihyo?"

"Ah, halo Nayeon. Apa kau sudah sampai di Jepang?" Nayeon dan Jihyo kini sedang terlibat dalam panggilan telepon. Jihyo tentunya juga mengetahui tentang rencana Nayeon untuk menghancurkan rencana Mingyu.

"Iya, aku sudah sampai. Kami sekarang sedang dalam perjalanan ke tempat yang sudah direncanakan."

"Baguslah kalau begitu. Kau harus bergerak cepat, Nayeon.." Jihyo mengucapkan kalimat terakhirnya dengan nada yang berbeda, nada suara yang sedikit sedih. Nayeon yang menyadari perbedaan nada ucapan Jihyo tentunya langsung menanyakan hal tersebut.

"Apa terjadi sesuatu, Jihyo?"

"A-aku sebenarnya tidak mau mengatakan hal ini, Nayeon. Tapi, aku rasa kau berhak tau. Tuan Yoo tadi kembali mendesakku untuk segera membereskan dokumen perceraianmu dengan Jeongyeon. Beliau sudah memberikanku peringatan selama tiga hari kedepan. Jika aku tidak juga selesai membereskan perceraian kalian, Tuan Yoo sendiri yang akan turun tangan," dapat Jihyo dengar dari teleponnya kini Nayeon sedang menahan isakan tangis. Siapa yang tidak sedih jika dirinya dipaksa berpisah oleh orang yang sangat dicintainya?

"M-maafkan aku, Nayeon, harus mengatakan hal tersebut. Aku takut kau menjadi semakin sedih. Tapi, jika aku tidak bilang maka keadaan akan semakin rumit jika tidak segera diselesaikan."

"A-aku mengerti, Jihyo. Terima kasih banyak sudah membantuku. Aku akan berusaha secepat mungkin menyelesaikan masalah ini." Tzuyu yang melihat Nayeon bersedih di sampingnya hanya bisa menggenggam tangan Nayeon sambil mengusapnya lembut.

"Sudah kewajibanku untuk membantu kalian. Kau harus kuat, Nayeon!"

"Pasti, Jihyo. Aku akan kuat untuk Jeongyeon. Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan Jeongyeon sekarang?" Nayeon tidak bisa menahan dirinya untuk tidak bertanya tentang keadaan Jeongyeon. Dan Jihyo adalah satu-satunya orang yang bisa Nayeon tanyai saat ini.

"Jeongyeon masih belum menunjukkan tanda-tanda akan siuman. Kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Jeongyeon."

Nayeon menghela napas lemah, "Tentu. Aku akan selalu berdoa untuk Jeongyeon. Ah, sudah dulu ya, Jihyo. Kami sudah ingin sampai."

"Semangat, Nayeon!"

Bip

Panggilan mereka sudah terputus. Tzuyu segera memeluk Nayeon dan Chaeyoung langsung bertanya tentang apa saja yang diucapkan oleh Jihyo.

"Appa memberi Jihyo waktu tiga hari untuk menyelesaikan dokumen perceraianku dengan Jeongyeon. Jika lebih dari waktu yang ditentukan, Appa akan turun tangan sendiri. Aku takut.." jelas Nayeon.

Beruntung, mereka sudah sampai di tempat yang mereka tuju. Chaeyoung langsung meraih tangan Nayeon yang duduk di belakangnya dan berusaha menenangkan Nayeon. Begitupun dengan Tzuyu.

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi, Noona. Sekarang, ayo kita hancurkan rencana busuk Mingyu itu!"

Bersambung..

Thirty One Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang