Day 21

3K 333 21
                                    

Hari sudah berganti. Tzuyu, Jihyo, dan tentunya Nayeon masih menunggu dengan cemas operasi yang dijalani Jeongyeon.

Saat ini sudah pukul 2 dinihari. Sudah 5 jam lebih Jeongyeon berada di ruangan operasi tersebut. Keadaan Jeongyeon yang sangat parah membuat mereka yang menunggunya menjadi sangat cemas.

"Nayeon, tenanglah. Kau sudah menangis sejak tadi. Kau harus kuat, untuk Jeongyeon." Jihyo memeluk Nayeon, mengusap-usap punggungnya, mencoba memberikan ketenangan.

Nayeon terisak. Ia tidak akan berhenti menangis sebelum dokter keluar dari ruangan itu dan menyatakan bahwa Jeongyeon baik-baik saja. Hati dan pikirannya berkecamuk. Ia benar-benar takut. Takut kehilangan Jeongyeon-nya.

Sedangkan Tzuyu, saat ini ia sedang duduk termenung di salah satu kursi ruang tunggu. Air matanya serasa sudah kering sejak tadi menangisi kakaknya. Ia masih benar-benar shock atas kecelakaan yang menimpa Jeongyeon karena dirinya melihat langsung dengan mata kepalanya sendiri kejadian tersebut. Di bajunya, terdapat beberapa bercak darah Jeongyeon yang terkena saat tadi Tzuyu menemani Jeongyeon dalam perjalanan ke rumah sakit.

Jihyo akhirnya sedikit berhasil menenangkan Nayeon. Setidaknya, Nayeon tidak menangis terisak seperti tadi, walaupun air matanya tetap mengalir membasahi pipinya.

Di tengah keheningan ketiganya, tiba-tiba suara langkah kaki beberapa orang membuat mereka menengok ke arah sumber suara tersebut. Ternyata, itu adalah langkah kaki dari Tuan Yoo, Nyonya Yoo, dan Seungyeon. Mereka berjalan dengan panik menghampiri ruang operasi Jeongyeon.

"Jihyo, bagaimana keadaan Jeongyeon?!" tanya Tuan Yoo dengan panik pada Jihyo yang kini sudah berdiri untuk memberi hormat pada keluarga Yoo. Jihyo lah yang memberikan info kecelakaan Jeongyeon pada keluarganya. Dan pada saat itu juga, Tuan Yoo tanpa pikir panjang langsung memutuskan untuk terbang ke Jepang bersama keluarganya.

"Jeongyeon masih dalam penanganan dokter. Keadaannya sangat parah. Ini sudah hampir enam jam Jeongyeon berada di dalam sana. Kita hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Jeongyeon." ucap Jihyo dengan suara yang bergetar.

Mendengar itu, Nyonya Yoo menjadi sangat lemas. Seungyeon dengan sigap memeluk eomma-nya tersebut dan membimbingnya untuk duduk di salah satu kursi di sana. Seungyeon mencoba menenangkan eomma-nya yang kini juga sudah menangis terisak.

Tuan Yoo, yang terkenal sebagai pria yang cukup keras, kini pun juga tak sanggup membendung air matanya. Walaupun ia terlihat dingin dan keras terhadap Jeongyeon selama ini, dirinya tentu benar-benar menyayangi anak laki-lakinya tersebut.

Semua kembali ke aktivitas masing-masing. Tzuyu masih terduduk lemas dan menangis dalam diamnya. Nayeon masih terisak dan Jihyo berusaha menenangkannya. Nyonya Yoo sedang menangis di pelukan anak perempuannya. Dan Tuan Yoo masih berusaha menghentikan air mata yang terus mengalir dari matanya.

Keadaan haru ruang tunggu operasi tiba-tiba berubah menjadi mencekam saat Tuan Yoo tanpa diduga berteriak. Berteriak memarahi seseorang di salah satu ruangan tersebut.

"Kau! Semua ini karena dirimu!" Tuan Yoo dengan kasar menunjuk seorang wanita yang sedang menangis. Wanita itu tak lain adalah Nayeon, menantunya sendiri.

"A-appa.." Nayeon yang terkejut tidak bisa berkata apa-apa.

"Appa, tenanglah." Seungyeon berusaha memeluk ayahnya tersebut, mencoba menenangkannya. Namun, ditepis oleh Tuan Yoo.

"Diam, Seungyeon! Appa harus membuat wanita ini sadar atas kelakuannya terhadap Jeongyeon!" Tuan Yoo dengan emosinya mengambil handphone yang ada di saku celananya dan membuka sesuatu di dalamnya. Lalu, ia menunjukkan sebuah foto yang membuat Nayeon sangat terkejut dan lemas.

Thirty One Days [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang