"Ini adalah batas hari terakhir aku memberikanmu waktu, Jihyo! Kenapa kau belum juga menyelesaikan apa yang kuperintahkan?!"
Saat ini, Jihyo sedang menghadap Tuan Yoo di ruangan kerja rumahnya. Jihyo harus menerima amarah Tuan Yoo saat mengetahui Jihyo belum melakukan apapun dalam proses perceraian Jeongyeon dan Nayeon.
"Tuan Yoo, ini semua adalah salah paham. Aku tidak mungkin membuat Jeongyeon dan Nayeon bercerai hanya karena-"
"Cukup, Jihyo! Aku selama ini mempercayaimu menjadi sekretaris pribadi Jeongyeon karena kupikir dirimu bertanggung jawab atas semua tugasmu. Sekarang, aku sendiri yang akan melakukan semua itu!" Tuan Yoo langsung mengambil ponselnya untuk menelepon seseorang. Jihyo benar-benar menjadi khawatir karena sampai saat ini Nayeon belum juga datang ke kediaman ayah mertuanya.
Tok! Tok! Tok!
Sebuah suara ketukan pintu membuat Tuan Yoo mengurungkan niatnya untuk menelepon. Tuan Yoo memberi perintah agar orang yang mengetuk pintu ruang kerjanya agar masuk.
"Sayang? Ada apa?" tanya Tuan Yoo saat melihat isterinya yang masuk ke ruangan kerjanya.
"Sayang, ada Nayeon datang. Ia ingin bertemu denganmu."
***
Sekarang, hanya ada Nayeon dan Tuan Yoo di ruang kerja Tuan Yoo. Jihyo dan Nyonya Yoo hanya bisa menunggu di ruang tengah dengan harap-harap cemas, terutama Nyonya Yoo. Sebagai isteri, Nyonya Yoo tentu sangat hapal sifat keras kepala suaminya tersebut. Ia takut jika Nayeon tidak berhasil meluluhkan hati suaminya itu.
"Appa.." ucap Nayeon memulai percakapan.
"Masih berani kau memanggilku dengan sebutan appa? Hah?!" emosi Tuan Yoo langsung meluap.
Nayeon menghela napas panjang. Ia terus meyakinkan dirinya dalam hati untuk kuat.
"Aku datang kesini untuk memberikan bukti bahwa aku tidak pernah berselingkuh dari Jeongyeon."
"Aku tidak ingin mendengar apapun darimu lagi, Nayeon. Aku pikir kau datang kesini untuk membereskan dokumen perceraianmu dengan Jeongyeon." jawab Tuan Yoo dengan dingin.
Nayeon bangkit dari kursinya. Sekarang, dirinya berlutut di lantai di hadapan ayah mertuanya. Dengan segala kerendahannya, Nayeon memohon pada Tuan Yoo agar beliau mau mendengarkan sedikit penjelasannya.
"Aku sangat mencintai Jeongyeon, Appa. Aku mohon, berikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya dan membuktikan bahwa aku tidak pernah berkhianat dari Jeongyeon. Aku mohon, Appa.."
Tuan Yoo tidak bergeming. Ia bahkan tidak mau menatap Nayeon yang kini sedang berlutut di hadapannya.
"Appa, jika bukti yang kuberikan tidak meyakinkanmu, aku bersedia bercerai dari Jeongyeon." ucapan Nayeon itu kini berhasil membuat Tuan Yoo kini menatapnya.
"Aku pegang ucapanmu, Nayeon."
***
Tuan Yoo terdiam setelah mendengarkan semua bukti rekaman kejahatan Mingyu. Bahkan, Nayeon juga menyertakan bukti penahanan Mingyu atas tindak kejahatannya. Seharusnya, semua bukti itu sudah cukup mampu membuat Tuan Yoo percaya pada Nayeon.
"Appa, katakan sesuatu.." Nayeon menjadi khawatir karena ayah mertuanya kini hanya diam dan tidak mengucapkan sepatah katapun.
Tanpa diduga, Tuan Yoo bangkit dari kursinya. Ia kini berdiri di hadapan Nayeon dan langsung memeluk menantunya tersebut.
"A-appa.."
"Aku mohon, Nayeon, buat Jeongyeon kembali membuka matanya.." ucap Tuan Yoo dengan suara bergetar.
Nayeon memeluk ayah mertuanya dengan erat. Ia tidak bisa manahan tangisannya lagi. Kini Nayeon memeluk Tuan Yoo dengan erat sambil melampiaskan perasaan haru dalam dirinya. Nayeon tentunya bahagia saat dirinya kini kembali diterima oleh ayah mertuanya.
Jihyo dan Nyonya Yoo yang sedang menunggu dengan gelisah kini bisa bernapas lega saat melihat Tuan Yoo dan Nayeon menghampiri mereka sambil tersenyum. Tak lupa, Tuan Yoo sejak tadi keluar ruangan tidak kunjung melepaskan rangkulannya pada menantu kesayanagnnya tersebut. Nyonya Yoo langsung menubruk keduanya untuk memberikan pelukan. Ketiganya berpelukan dengan hangat, membuat Jihyo tidak bisa menyembunyikan air mata kebahagiaannya.
Sekarang, mereka akan bersatu untuk menjadi kekuatan bagi Jeongyeon..
***
"Jeong, apa kau ingat saat kita kecil dulu? Kau selalu marah padaku saat aku merusak mainan legomu," Seungyeon yang kini sedang menjaga Jeongyeon di rumah sakit berusaha mengajak Jeongyeon bicara sambil menggenggam tangan kiri Jeongyeon dengan lembut.
Dokter yang merawat Jeongyeon berkata bahwa walaupun sedang koma, Jeongyeon bisa mendengar apa yang dibicarakan orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, dokter meminta pada keluarga Jeongyeon untuk terus mengajaknya bicara dan memberikan semangat agar Jeongyeon bisa kembali membuka matanya.
"Kau benar-benar mencintai semua mainan legomu. Bahkan, aku pernah berpikir kalau kau lebih mencintai mainanmu itu daripada aku, kakakmu sendiri," Seungyeon tertawa kecil saat membayangkan masa kecilnya dulu bersama Jeongyeon.
"Jeong, tebak apa yang kubawa sekarang!" Seungyeon dengan semangat mengambil sesuatu dari tasnya, lalu ia taruh benda tersebut di genggaman Jeongyeon. Walaupun Jeongyeon tidak dapat melihatnya, Seungyeon berharap adiknya itu bisa merasakannya.
"Kau tau ini apa? Ini adalah mainan lego yang kau buatkan khusus untukku. Kau hadiahkan ini padaku saat aku ulang tahun yang ke dua belas. Kau menghabiskan waktumu semalaman untuk membuat ini. Kau ingat itu, kan?" Seungyeon kini tidak bisa menahan air matanya lagi. Tapi, ia terus berusaha tersenyum agar Jeongyeon tidak mendengar ia sedang menangis.
"Jeong, lihat ini! Aku akan merusak mainan ini. Kau akan membiarkan hal itu terjadi? Tidak, bukan? Sekarang, buka matamu dan marahi aku, Jeong! Marahi aku karena merusak legomu!" Seungyeon menunggu reaksi dari tubuh Jeongyeon. Namun, tidak sedikitpun dari tubuh Jeongyeon yang memberikan tanda-tanda pergerakan.
Seungyeon menunduk lemah. "Jeongyeon, bangun dan buka matamu. Aku lebih baik kau marahi seumur hidupku daripada harus melihatmu seperti ini.." Seungyeon yang kini mulai terisak segera bangkit dari duduknya dan keluar ruangan meninggalkan Jeongyeon. Ia tidak ingin Jeongyeon mendengar tangisannya.
Saat Seungyeon keluar kamar, ia langsung berhadapan dengan Nayeon. Seungyeon awalnya terkejut. Namun, saat melihat kedua orangtuanya yang berada di belakang Nayeon sedang tersenyum, seketika hatinya menjadi lega. Itu artinya, masalah antara Nayeon dan appanya sudah selesai.
Seungyeon yang masih menangis langsung menghambur memeluk Nayeon.
"U-unnie.."
"Nayeon, bangunkan Jeongyeon. Buat dia membuka matanya kembali. Aku mohon.."
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
Thirty One Days [✓]
Fanfiction2Yeon Fanfiction 1 tahun setelah kecelakaan yang menimpa Nayeon, kini usaha Jeongyeon untuk menemukan Nayeon akhirnya berbuah manis. Namun, apakah Nayeon dapat menerima Jeongyeon kembali saat hatinya kini tidak utuh lagi? Sekuel dari "Married Life".