. Dua Minggu sebelum kejadian. Sabtu, Dinda baru saja selesai shalat zhuhur dan setelah merapikan mukenahnya ia berjalan menuju dapur, di pintu dapur berpapasan dengan ibunya yang lagi membawa mangkok berisi sayur.
Din bantu ibu menyiapkan makan sebentar lagi ayah mu pulang dari rumah pak sanusi perintah ibunya, ya bu jawab Dinda singkat. Setelah semua sudah rapi di meja makan Dinda dan ibu duduk, sambil menunguh ayahnya datang, mereka memanfaatkan waktu dengan mengobrol berdua.
Din' bagaimana hubunganmu dengan Agus ? tanyà ibunya, Dinda yang baru mau minum jadi terhenti, buu..sekali lagi Dinda katakannya kalau kemarin sampai hari ini Dinda tidak punyà hubungan apa pun dengan Agus jelasnya.
Lalu dengan Wawan?...ibu lihat mereka berdua selalu bergantian saja lewatnya tanyanya lagi, ia memperhatikan anaknya di dalam hatinya...bukan sombong kalau sebagai ibuya ia memuji kecantikan yang di miliki anaknya.
Dinda mempunyai postur tubuh dari ayahnya tinggi dan langsing, senang merawat rambut seperti bibinya tapi tubuh putih dan hidung mancung serta tingkah yang lembut mirip dirinya tapi itu kata suaminya kata hatinya. Ia bangga sebagai anak tunggal Dinda tidak manja, punya sopan-santun pada orang dan taat beragama, rasanya tidak sia-sia membesarkannya dan tidak salah kalau Dinda jadi harapan ia dan suaminya.
Bu..buu...suara panggilan dekat telinganya ...ah'..lamunanya terhenti ketika ia merasakan bahunya di sentuh, bagaiman ibu ini nanya, di jawab kok jadi melamun, ibu tadi tanya soal wawan kan ? ujar Dinda, iya' Din , begini bu kalau soal Wawan itu masà lalu.
Ya benar kalau Dinda pernah pacaran tapi pas sesudah kelulusan Dinda putuskan karena Wawan semakin berlebihan cembutu dan mengatur, itu yang membuat Dinda tidak suka padanya. Tapi nak, ibu sering melihat ia lewat depan rumah ketika kau tidak di rumah jelas ibunya.
Ibu Aming melihat respon anaknya biasa saja, ya' mungkin cinta sudah tidak ada lagi di hatinya pikir bu Aming . Biarkan saja bu ia mau lewat sehari berapa kali, Dinda malas memikirkannya, ya sudah jawab ibunya pelan
Din coba kau tengok di depan ada suara mengetuk mungkin ayahmu pulang perintah ibunya, mendengar perintah ibunya Dinda segera bergerak dan benar tak berapa lama pak Aming muncul dan Dinda di belakangnya, sambil menikmati makan siang mereka juga sesekali mengobrol di meja makan.Din' kelulusan kau sudah berapa lama tanya ayahnya, Dinda berhenti sebentar makan ketika menjawab, hampir dua bulan yah jawabnya. Ehm... sudah hampir dua bulannya tapi ayah lihat kau santai saja, maksudnya kau tidak seperti temanmu sibuk ingin kuliah di kota, kan jarak tempat kuliah di kota dengan tempat kita tidak terlalu jauh, kau bisa kos dan pulang bisa tiap minggu saran ayahnya.
Sebenarnya yah' Dinda tidak ingin kuliah tapi mau kursus menjahit di tempat tante Winda, nanti kalau sudah mahir baru melanjutkan di kota sehingga bisa mendapatkan sertifikat, Dinda ingin belajat menjahit model pakaian wanita dewasa.
Kalau kau serius ingin kursus menjahit, sote ini pergilah kau ke sana untuk memdaftar lalu tanya apa saja yang di perlukan, nanti kalau sudah tahu semua perayaratan kau bisa pergi dengan ibumu ke pasar tapi di kota saja yang lebih lengkap saran ayahnya. Ya, benar Din kata ayahmu kalau di tundah terus nanti jadi malas dan pikiran jadi tumpul karena kelamaan tidak belajar kata ibunya ikut menyarankan.
Baiklah yah, nanti dinda tanya dulu apa tante ada di rumah karena kemarin yasti katakan kalau ia pergi ke rumah anaknya di kota jawab Dinda. Setelah itu pembicaraan mereka tentang pendidikan Dinda berhenti, sambil menikmati makan sesekali mereka juga ngobrol tanpak wajah mereka ceria atas kebersamaan siang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ADINDA
رعبadunda mengalami masslah asmara yang beliku-liku yang pada akhirnya membuat hidupnya harus berakhir.