Bab 11

151 28 0
                                    

       Sekarang kita mau pergi ke mana dulu tanya Amin, ya benar kita tadi belum membicarakannya sahut Ruslan dan Eman, ayo' pastikan ke mana dulu kita pergi ujar Eman lagi, di lihatnya semua masih diam.

      Rief..rief panggil Amin yang ada di sebelahnya. Syarief yang posisinya lagi nyupir hanya menjawab singkat saja panggilan Amin, ia melihat jalan hampir sampai di persimpangan, bisa bahaya kalau selalu menoleh pikirnya.

     Min' kau jangan tanya aku tapi tanyakan sama cewek-cewek di belakang kata Syarief sambil melihat ke belakang lewat kaca, jelas yang di lihatnya adalah Dinda pakai semyum lagi. Dinda yang tak sengaja melihat ke kaca, ya jadi saling berpandangan, dengan senyumannya membuat Dinda jadi grogi salah tingkah.

      Dara di sebelahnnya jadi tersenyum melihat Dinda malu, di cuwilnya tangan Dinda yang membuat temannya jadi tambah merah pipinya. Kita tetap pada rencana saja kata Dara, ya benar kata Santi, sedangkan Yasti dan Dinda mengiyakan tanda setuju. Ya sudah kalau kita tetap ke mall kata syarief, setuju semua ?.....setujuuuu serentak mereka menjawab.
        Mobil sengaja yang pegang Syarief, ia menjalankannya dengan pelan, bila di lihat dari desa karang tani ke persimpangan jalan dengan mobil cuma butuh lebih kurang sepuluh menit tapi ia sengajà menjalankan dengan lambat alasan kalau terlalu cepat nanti bersenggolan dengan mobil lain, padahal niatnya biar bisa selalu memandang wajah Dinda di kaca.        
      Niat dalam hati Syarief bukan tidak di ketahui oleh temannya, terutama Eman yang mulai sebel.  Dalam hatinya bicara tak mesti begini juga kali jalan kayak mobil pengantin. Tiba-tiba hei' lihat dari kursi barisan ke tiga Ruslan bertetiak.

      Teriakannya sih tidak terlalu kencang tapi di posisi di dalam mobil padat dengan isi delapan orang, belum lagi saat orang lagi hanyut dalam pikiran masing-maaing teriakkanya membuat orang terkejut jadi imbasnya ia kena marah.

      Lan" emang hanya kau yang punya mata, dari tadi pandangan mata ni selalu ke depan, sambil berpikir jangan-jangan bisa sambil sore kita di jalan ini celetuk Amin tanpaknya ia mulai kesal, bukan hanya Ruslan yang terdiam tapi juga Syarief yang merasa ikut di singgung jadi malu.
        Ciiit bunyi ban mobil yang di hentikan mendadak. Mereka yang berada dalam mobil saling berpandangan, tidak mengerti apa maunya laki-laki itu menghentikan mobil mereka, sedangkan Dinda yang sudah dari jauh tadi kenal mobil Wawan kesal.

      Apa maunya dia, mereka sudah putus dan ajakannya untuk jalan, belanja selalu di tolak dengan halus, eeh..bukanya nyadar kalau Dinda sudah tidak mau lagi malah tambah gencar mendekati, Dinda jadi cemberut saja melihatnya. Biar aku saja yang bicara dengan laki-laki itu, kalian tidak usah keluar kata Syarief.

      Ia lalu membuka pintu mobil dan keluar, rief pintunya tidak usah di tutup kata Amin yang juga memegang pintu, pikirnya kalau situasi membahayakan bagi Syarief, ia bisa cepat menolong. Di dalam mobil mereka memperhatikan Syarief berbicara dengan laki-laki itu.

      Berapa menit kemudian, apa ada di antara kalian kenal laki-laki itu ujar Amin dengan melihat sekilas ke arah para perempuan, Dara dan Sinta mengatakan kenal laki-laki itu hanya sebatas kakak kelas mereka saja.

      Aku kenal dia, Wawan  namanya jelas Dinda, dari rumah Yasti tempatnya lebih jauh, waktu sekolah aku sempat berpacaraan dengannya dan kami putus waktu kelulusan Dinda menjelaskan singkat, mereka yang baru tahu menduga pasti Dinda membenci laki-laki itu, di lihat cara Dinda yang cuek saja.

ADINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang