Bab 17

116 24 0
                                    

       Senin. Sesudah shalat zhuhur Dinda berniat langsung menyapu teras dan ruang tamu, biar kalau si gombal datang sudah bersih semua. Pagi tadi ia mau pergi kursus tapi tante Winda sudah sms duluan kalau hari ini ia tidak usah datang ke tempat kursus karena tante akan pergi ke tempat keluarganya yang lagi tertimpah musibah.

      Rencana ibu siang ini mau menemui ibu Yasti, mereka mempunyai hobby yang sama merajut tapi untungnya ibu belum bisa membuat baju, kalau tidak  kata ayah kami berdua bisa kena paksa memakai baju hasil rajutannya. Enak kalau hari dingin, kalau lagi apes hari panas, menolak memakainya  di anggap tidak menghargai hasil kerja kerasnya kata ibu (untung sekali).

       Mendengar temanku akan datang apalagi ini cowok, ia mengurukan niatnya tapi ayah akan pergi jadi aku di temani hanya ibu saja. Aku harus gerak cepat ni pikir Dinda.
        Dan benar sekali apa yang di janjikannya  akan datang di tepatinya, saat Syarief sudah ada di depan pintu. Berapa kali terdengar suara ketukan di pintu dan dari tadi ibu sudah menyuruhku membukanya tapi baru sekarang ku kerjakan.

      Ibu heran kenapa kau biarkan temanmu menungguh lama! tanyanya pada Dinda. Tak apa bu, biar latihan kesabaran alasan ku pada ibu yang membuatnya mengeleng-ngelengkan kepala bingung melihatku. Waktu di buka pintu sambil memegang bungkusan bisa si tebak Dinda, wajahnya selalu ngobral senyum.

      Melihat Dinda, maunya mengeluarkan  kata-kata mautnya tapi ngak jadi saat ia melihat ibunya Dinda muncul. Hei...sudah datang, kenapa berdiri saja di luar tegur ibunya, ayo masuk nak katanya lagi. Syarief yang yang di persilakan ibu Dinda, langsung masuk dan dengan cuek melewati Dinda (gemees nian Dinda melihatnya).
        Kalau tidak salah anak pernah datang  ke sini waktu itu? tanya bu Aming pada Syarief. Benar bu balas Syarief tapi saat ini saya khusus datang sendiri untuk silaturrahmi pada bapak dan ibu juga Dinda ujarnya lagi dengan lembut dan sopan. Ibu tersenyum melihat gaya lembut Syarief, pikir Dinda dalam hati ( boleh juga gayanya ).

      Setelah mereka duduk berhadapan mulai la calon mertua menginterviu calon menantu. Ini pasti terjadi kepada setiap anak laki-laki yang mulai berani main ke rumah, dan syatief sudah tahu itu (katanya pengalaman melihat orang tapi apa iya....!) karenanya ia sudah siap pendataan calon mertua.
         Mendengar suara batuk kecil terasa kepalanya mendapat lemparan batu kecil yang membuat kesadarannya kembali dan apa lagi ketika melihat Dinda dan ibunya tersenyum di hadapannya, akh...kenapa bisa aku sibuk  bicara dalam pikitaanya sendiri.

      Kelihatan sekali sikapnya jadi grogi, apa boleh buat cuek saja pikirnya. Apa kabar bu?  maaf kalau baru bisa hari ini kenalan sama bapak, ibu ujar syarief pada ibu Dinda. O...tak apa-apa nak, kami juga tahu kalau nak Syarief sibuk dengan kuliahnya.

      Sekarang nak Syarief bisa lihat beginilah keadaan kami, kalau bapak bukan pegawai tapi hanya punya kebun nanas yang tidak terlalu besar tapi cukuplah untuk hidup sederhana dan ibu hanya ibu rumah tangga  biasa bu Aming berbicara secara terbuka tanpa basa-basi.

      Melihat ibu Dinda orangnya terbuka membuat Syarief tidak kaku..sama saja dengan saya bu, jelas Syarief. Oh ya bu kalau boleh saya mintak izin kapan-kapan bisa mengajak Dinda jalan-jalan jelas Syarief. Bagi ibu tidak masalah kalian mau pergi, asal kalian harus bisa menjaga diri, jangan sekali-kali mencoba untuk melanggar aturan agama nasehat bu Aming pada mereka berdua.

     Walau Dinda diam saja tapi ia menerima nasehat ibunya, sedangkan Syarief... insya'allah..bu saya akan memegang amanat yang ibu berikan janjinya. Karena niat awal mau wakuncar jadi ngobrol sama camer ngak lama dan saat camer masuk ke dalam maka di keluarkan semua jurus-jurus  jitu rayuan gombal( kirain hanya dunia persilatan saja ada jurus-jurus )

ADINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang