Bab 22

116 25 0
                                    

       Wawan yang melihat Syarief sudah tidak bernyawa, menyuruh temannya mengangkat tubuhny dan meletakkan di balik semak-semak dan yakin tidak ada yang akan melihat jika lewat jalan ia baru ingat dengan Dinda.

      Sis jangan ada yang ketinggalan barang kita katanya pada temannya, tenang, semua barang sudah aku bungkus tinggal aku simpan di bagasi mobil kata temannya. Aku menemui Maman nanti kau menyusul ujarnya pada Sis yang di balasnya dengan anggukan saja.

      Wawan mau melihat apa Maman berhasil menangkap Dinda tapi apa yang di dapatinya di luar perkiraannya, ia sangat terkejut melihat Dinda terkapar di tanah dengan jeratan tali di leher dengan emosi ia mendorong Maman.

      Aapa yang telah kau lakukan..? mengapa kau bunuh dia? apa kau tidak ingat aku menyuruh kau menangkapnya bukan membunuhnya, dengan emosi yang meluap membuat lelah lebih cepat. Maman yang melihat Wawan mulai tenang ingin menjelaskan.

      Wan kalau kita menangkap Dinda lalu mau kita apakan dia, menyekapnya berbulan-bulan, kan tidak mungkin jelasnya, atau kita lepaskan! Apa kau pikir dia akan diam saja tidak melapor polisi, coba kau pikirkan. Penjelasan Maman membuat dia jadi diam.

       Dalam hatinya membenarkan tapi membunuh Dinda..! jadi percuma saja apa yang dilakukan. Ayo sekarang kita pergi sebelum ada melihat. Mereka bergegas pergi dan yakin tidak ada yang terlupakan (keyakinan tinggi membuat mereka lupa akan sesuatu).

       Pak Aming baru sadar ketika ia mencium bau yang menyengat, perlahan ia mulai duduk dengan di bantu Anwar di lihatnya sekeliling mengapa banyak polisi tanyanya pada Anwar tanpaknya kesadarannya belum pulih benar.

      Selamat siang pak sapa seorang polisi muda, ia mendekati ketika melihat pak Aming sudah sadar, ya pak apa yang bisa saya bantu balas Anwar, untuk saat ini kami hanya bertanya apab bapak berdua mengenal korban tanyanya.

       Kalau saya mengenal yang wanita karena satu kampung sedangkan laki-lakinya tidak jawab Anwar. Lalu polisi menoleh ke pak Aming, kalau bapak bagaimana ? Melihat pak Aming diam saja, Anwar yang menjawab, aku rasa bapak ini masih syok, ia belum bisa menjawab katanya pada polisi.

      Dan kalau boleh saya mau membawanya pulang dulu. Polisi itu memperhatikan pak Aming dan ia membenarkan apa yang di katakan laki-laki ini.. baiklah! Kalian boleh pulang dan kebetulan jenazah akan di angkat ke rumah sakit sambil ia melihat ke arah mobil.

      Dan untuk bapak berdua sewaktu-waktu kepolisian akan memanggil untuk memintak keterangan lebih lanjut jelasnya pada pak Aming dan Anwar. Kami akan siap jawab Anwar, baiklah 'selamat siang' ia lalu pergi ke arah mobill. Anwar mengajak pak Aming untuk pulang, biar saya saja yang memboncenggi dengan motor bapak, tawar Anwar lalu berapa saat mereka berdua pulang.

      Di dalam kamar pak Aming tergolek lemah, ia tidak tidur tapi matanya melihat ke arah dinding ia tanpak melamun, di sampingnya duduk istrinya yang selalu mengusap air matanya. Bu Aming sudah tahu apa yang menimpah anaknya dan Syarief dari Anwar, bisa dikatakan mendengar kabar yang sangat mengejutkan hatinya hancur,saat ini ia hanya bisa menangis dan mempelankan suaranya karena takut suaminya yang syok jadi tambah sakit.

ADINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang