Bab 10

159 28 0
                                    

      Sabtu. Hari ini bukan seperti biasanya, Dinda bangun sebelum subuh, pakaian sudah di rendam, masak nasi, sesudah shalat berjamaah ibunya menghidangkan kopi dan kue bolu yang waktu itu di buat. Dinda ingin ketika pergi nanti urusan rumah sudah selesai, saat mereka sarapan kue , urusan dapur ia selesaikan dan ketika tidaķ ada yang kurang lagi ia lanjutkan dengan mencuci pakaian lalu mandi.

      Jadi saat mereka datang pekerjaan sudah beres. Bu Aming melihat anaknya sibuk sekali, tanpaknya kalau pergi nanti ia tidak ingin terganggu lagi. Selain bolak -balik dari kamar ke jendela depan, matanya selalu melihat ke arah jam (mungkin karena bosan di lihati terus jam itu berdetaknya lambat sekali).

      Bukan hanya ingin pergi tapi tanpaknya Dinda mengharapkan ada seseorang yang di harapkannya datang. sepertinya dia serius sekali, dalam hati bu Aming jadi penasaran.
       
       Tepat jam delapan pagi terdengar ketukan di pintu depan, baru saja bu Aming mau bergeraķ ke pintu ternyata ia kalah cepat, dari dalam kamar mendengar ketukan pintu anaknya kagak pakai pelan lagi, tak di perhatikannya lagi kalau ia melewati ibunya, langsung bergerak cepat, melihat ini bu Aming jadi menggeleng kan kepala kemudian ia masuk ke kamar. 

      Ayah..ibu, terdengar panggilan di balik pintu, ketika pintu terbuka ibunya yang keluar, baru saja Dinda mau buka mulut sudah di dului ibunya, sudah tahu neeeng, kami sudah tahu, sekarang kau buat minuman buat temanmu biar kami yang temui. Ketika pak Aming dan istrinya ke depan menemui teman-teman anaknya  tanpak ada berapa yang mereka sudah kenal,  ya semua perempuan mereka kenal tapi laki-lakinya tidak.

      Asallamu'alaiku  pak serentak mereka mengucapkan salam sambil satu-satu menyalami orang tua Dinda, wa'alaikum salam balas ayah Dinda.  Ayo  duduk, jadi pagi ini kalian pergi tanyanya. Ya pak... dan kami ke sini mau mengajak Adinda pergi jawab laki-laki yang duduk berhadapan dengan pak Aming.

      Maaf  anak tadi siapa namanya, mendengar itu baru syarief dan tiga teman yang laki-laki  sadar belum mengenalkan diri, jadi malu mereka dengan orang tua Dinda. nama saya syarief pak sedangkan teman saya ini Amir, Ruslan, Eman. Mereka jadi tersenyum malu.

      Begini ya buat kalianl semua  ujar pak Aming pada semua teman Dinda , kalau bapak dan ibu tidak melarang kalian mangajak Dinda pergi tapi bapak berharap jangan pulang malam, itu saja permintaan bapak, ia memperhatikan semua. Ya pak kami paham, kami akan mengantar para wanita dulu dan mereka tidak akan terlambat .

      Dinda yang sudah tak sabaran cepat-cepat ia membuat teh lalu membawaknya ke depan, nah' sebelum pergi kalian minum dulu katanya, Dinda menghidangkan teh di bantu Yasti, ketika meletakan cangkir teh di depan Syarief tak sengaja mereka saling pandang.

       Di antara mereka yang ada,  hanya  ibunya yang memperhatikan gerak-gerik ananknya. Di dalam hatinya ibu Aming berujar ternyata laki-laki ini yang sudah menarik hatinya. Di perhatikannya syarief dia anak sopan dan dewasa dan ia merasa anak ini..!  Bu...bu...ketika bahunya di sentuh tersadar kalau ia melamun.
        Bu..'  Dinda pergi ya kata anaknya, bu Aming sepat menguasai dirinya. Ya baiklah kalau kalian mau langsung pergi tapi ingat ya Dinda pesan ayahmu ibunya mengingatkannya. Ya bu ,kami ingat balasnya.

      Asallamu'alaikum serentak mereka mengucapkan salam, wa'alaikum salam. Ternyata mereka pergi naik satu mobil, tanpaknya ada yang salah satu yang membawa mobil, pikir ayah Dinda ketika ia mengantar mereka ke teras depan, saat mobil melaju dan menghilang dari pandangan baru ia masuk ke rumah.

ADINDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang