"Kita putus ...."
Kata-kata itu terus terngiang di kepala Jiboy sejak pertama kali ia mendengarnya dari cinta pertama sekaligus mantan pertamanya. Ia mengacak-acak rambut sambil berguling-guling di atas tempat tidurnya.
BUG!
Tiba-tiba saja ada sebuah bantal yang dengan mulus mendarat di wajahnya.
"Siapa ini woy? Sialan!!" sewot Jiboy reflek melempar bantal itu ke sembarang arah.
"Gue, bre!" Tiba-tiba wajahnya dilempari bantal-bantal lainnya sehingga ia terjatuh.
"Siapa, sih lu??" kesal Jiboy sambil menyingkirkan semua bantal-bantal yang menimbun wajahnya.
"Ben??" seru Jiboy saat melihat sosok laki-laki yang tersenyum lebar tanpa merasa bersalah di depannya.
"Hai, Brother?" sapa Ben sambil tersenyum.
"Sialan lu!" Jiboy langsung menimbun wajah Ben dengan bantal-bantal tadi.
Setelah menyelesaikan pergulatan mereka, kini Jiboy dan Ben duduk berdampingan di atas karpet.
"Ngapain lu dateng ke sini?" ketus Jiboy yang masih kesal.
"Bersilaturahmi," jawab Ben dengan tenangnya.
"Sok alim lu!" Jiboy langsung melempar bantal yang ada di sampingnya ke arah Ben. Untungnya Ben dapat menangkisnya.
"Woy! Sopan dikit napa sama Abang lu ini!" Ben membela diri. Lelaki jangkung itu memang merupakan sepupu Jiboy dari keluarga ayahnya yang tiga tahun lebih tua dari Jiboy.
"Ah, lu aja gak sopan sama gue!" kata Jiboy masih kesal.
"Woy, calm down, bro. Jangan baper, napa ..." Ben tiba-tiba berhenti dan tersenyum nakal.
"Oh iya, abis putus, ya, hahaha ...."Jiboy langsung beranjak dan mengangkat bogemnya.
"Ayo berantem di luar!!" pekik Jiboy yang tersulut emosi.
"Wait, sabar, sabar." Ben berusaha mengendalikan situasi.
Jiboy hanya bisa mendengus kesal, sebenarnya dia hanya menggertak tadi. Kini ia kembali duduk bersila sembari membuang muka.
"Jangan bilang lu mau sombong karena baru jadian!" ucap Jiboy sambil bertopang dagu dan memajukan bibirnya.
"Pft!" Ben menahan tawanya melihat tingkah adik sepupunya.
"Heh, justru gue kesini karena mengkhawatirkan Ade laki-laki gue satu-satunya."
"Lu kan punya adek laki-laki sendiri, Bang." timpal Jiboy.
"Ya elah, nih anak baper amet kek cewe PMS," ledek Ben.
"Udah,deh, mending lu keluar dari rumah gue aja!" Usir Jiboy.
"Looh ... masa Abangnya baru datang malah disuruh pulang?" Terdengar suara wanita yang agak berat dari depan pintu. Ben dan Jiboy langsung menoleh dan menemukan seorang wanita yang di depan pintu sambil membawa nampan berisi jus jeruk dan camilan.
"Iya, dengerin tuh, kata bu'lek, Boy." Ben berusaha mencari pembelaan dari wanita itu yang notabenenya Ibunya Jiboy.
"Boy? Siapa Boy? Nama anak bu'lek, kan Jefri."
"Oh, iya maksudnya Jefri ...." kata Ben cengengesan.
Jefri Al-Giffari Abdullah adalah nama aslinya, sedangkan Jiboy adalah nama yang dibuat oleh rekan-rekan satu timnya di football club-nya. Dikalangan sekolah dan FC-nya ia selalu dipanggil dengan nama itu, bahkan seorang Ben yang sudah seperti kakak kandungnya juga memanggilnya dengan sebutan itu.
Selepas Ibunya Jiboy pergi setelah mengantar cemilan, Ben malah terdiam, ia merasa berat menceritakannya, tetapi rasa bersalahnya itu tidak bisa ia pungkiri. Bahkan di saat seperti ini dia teringat senyum manis gadis yang kemarin sempat mengisi hari-harinya.
"Lu jadi cerita, gak, sih?" tegur Jiboy yang mulai bosan.
"Jadi ..."
"Dia itu baik banget." kata Ben mulai mau membuka suara.
"Gue kira emang dia orangnya baik, tapi ternyata gue baru tahu kalau dia nyimpen perasaan sama gue," lanjut Ben.
"Kalimat terakhir lu lebay, Bang," komen Jiboy sambil mengunyah kacang kulit yang tadi dibawakan ibunya.
Ben mendengus agak kesal karena ceritanya dipotong.
"Udah, ah, lanjut!" katanya. Ia mengambil napas dalam-dalam untuk mengungkapkan fakta berikutnya.
"Tapi sayangnya dia yang bantuin gue jadian sama cewe gue yang sekarang ..." kata Ben.
"Parah lu, Bang. Jahat," potong Jiboy yang masih sibuk dengan kacang kulitnya.
Ia menatap Jiboy kesal, tapi dia punya misi rahasia di sini, Ben kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Maka dari itu, Gue pengen ngenalin dia ke elu."
"Untuk?" Tanya Jiboy yang masih asyik mengunyah kacang.
"Mungkin lu gak bakalan kayak begitu lagi gegara ngegalau mulu."
Sontak Jiboy berhenti mengambil kacang, ia lalu terdiam sejenak sambil mengunyah kacang yang masih di dalam mulutnya kemudian menelannya. Ia lalu menatap Ben dengan sinis.
"Itu namanya lu jadiin dia pelarian gue, kan? Parah lu, bang, sumpah, lu jahat!" katanya sambil menunjuk Ben.
"Gak, gak. Gue gak mau. Mendingan lu pulang aja!" usir Jiboy lalu mendorong Ben keluar kamarnya.
"Terserah, deh, tapi gue kasih tau, nama dia itu Saluna, satu sekolah sama elu, dia deket sama temen se-tim lu di sekolah, si Rifky. Lu bisa tanya-tanya tentang dia ke Rifky." kata Ben buru-buru.
"Udah, pulang sana pulang!" usir Jiboy yang akhirnya berhasil mengeluarkan Ben dari kamarnya.
***
Rifky mengganti sepatunya dengan sepatu sekolahnya setelah selesai berlatih. Tiba-tiba di depannya ada sepasang kaki, ia segera mendongak untuk mengetahui siapa orang yang berdiri di depannya.
"Mau minum, Kapten? Tawar orang itu sambil menyodorkan sebotol air mineral dingin.
Rifky tersenyum dan menerimanya, lalu ia meminumnya, sementara orang itu segera duduk di sampingnya.
"Gue mau nanya sesuatu sama elu," kata orang itu yang sebenarnya adalah Jiboy.
"Apa?"
"Lu bisa kenalin gue ke Saluna?" tanya Jiboy.
"Uhuk ... uhuk ...." Rifky tersedak, ia langsung menoleh ke arah Jiboy sambil menatapnya tajam.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Pelarian (END)
RomanceBagiku kau adalah obat yang mengobati sebuah luka yang sangat dalam di hatiku -Jiboy- Kau adalah orang yang selalu ada untukku meskipun kau tidak ingin. -Saluna- Awalnya sama-sama berniat mengobati hati yang Terluka karena patah hati, tetapi seperti...