Bagian 34

207 4 0
                                    

Saluna memasang wajah keras pada Jiboy sambil menatapnya tajam, ia sering mengahadapi hal ini jika Raymond marah, dari tadii Jiboy tidak mengeluarkan apa-apa saat membawa Saluna ke dapur untuk berbicara empat mata, ia hanya menggeratakkan giginya,

"Kamu kenapa, sih Jeef?? Lama-lama aneh !!" Kata Saluna.

"GUE GAK SUKA LU DEKET SAMA BANG BEN !!" Bentak Jiboy.

"Ke,kenapa? Bukannya aku udah pernah bilang kalau aku suka sama bang Ben?? Harusnya kamu maklumin dong? Aku pacaran sama kamu juga karena bang Ben..,"

"Tapi nanti kalau nyokap gue liat kalian deket.., lu sama aja ngancurin gue, ngancurin bang Ben dan ngancurin keluarga gue !!"

"Ibu juga tau kedekatan aku sama bang Ben gimana. Kamu gak usah khawatir...,"

"CK !"

"Bukan itu yang sebenarnya gue rasain, Saluna..., Gue cuman...,"

"Kamu gak ngerasa sesuatu kayak cemburu gitu,kan?"

Jiboy terdiam,

"Ya gak mungkinlah..., Kan kamu mau balikan sama Mira setelah kita putus...,"

"Kita gak akan putus!!" Kata Jiboy.

"Apa?"

"Gue bilang kita gak akan putus !!!" Kata Jiboy menegaskan sambil membentak,

"Jefri..., Kamu..., Kok kamu jadi kayak gini?" Tanya Saluna sambil berkaca-kaca, menghadapi gertakkan orang sudah biasa, tapi entah kenapa hatinya sangat sakit ketika Jiboy yang melakukannya,

"Kenapa ? Gue aneh menurut Lo, HAH??!!!"

"Iya ! Kamu aneh ! Aku..., Lebih baik kamu..., Kita, jangan ketemu dulu !" Kata Saluna lalu pergi,

"Ap__, Saluna...," Jiboy tak bisa menahannya. Jiboy hanya bisa menunduk,

"SIAL!!!" katanya sambil memukul meja pantry,

"Lu gak ngejar dia ?" Tanya Bang Ben yang tiba-tiba ada di depan pintu dapur.

"Percuma..., Dia marah sama gue."

"Pertama, gue udah ngabisin Rifky, kedua, gue udah marah gak jelas sama dia...," Kata Jiboy.

"Lu nyesel?"

"Lagian tinggal lima puluh hari lagi gue sama dia selesai. Mungkin lebih cepet. Gue sama dia emang gak cocok..," kata Jiboy lalu pergi ke kamarnya lagi.

Ben hanya bisa terdiam, ia lalu mengambil ponselnya dari saku celana lalu menghubungi Sharena.

*

Sesampainya di rumah, Saluna langsung ke kamarnya. Ia menangis sejadi-jadinya di dalam kamarnya. Ia bahkan heran kenapa ia menangis.

*

Satu tahun yang lalu,

"Bang Ben..., Bang Ben ngapai ngajak Saluna kesini?"

"Karena ini hari spesial."

"Maksudnya?"

"Aku mau kenalin kamu sama pacar aku...,"

"Apa...,"

*

Saluna meremas bantalnya,

"Pa, padahal sejak saat itu aku berjanji pada diri sendiri kalau aku gak akan nangis karena cowok. Tapi kenapa? Sebenarnya perasaan apa yang aku rasain ini??" Lirih Saluna.

Setelah puas menangis Saluna mencuci mukanya dan ke dapur untuk mengambil air minum,

Di dapur tiba-tiba saja ia melihat Raymond sedang menjarah kulkas,

"Nah..., Gue inget mama bikin puding coklat kemarin !" Katanya.

"Bang Ray ngapain?"

"Astaghfirullah !" Kata Raymond kaget dan hampir saja menjatuhkan sepiring puding coklat yang baru ia ambil dari kulkas,

"Lu ngagetin gue aja beg__, Saluna lu kenapa?" Tanya Raymond saat melihat wajah adik perempuannya itu.

"Gak kenapa-napa. Hiks..., Hwaaa...," Tiba-tiba air matanya keluar lagi.

"Bang Ray kenapa sih harus nanya itu, hwaaa....," Kata Saluna makin menjadi.

"Waduh, waduh..., Iya, iya, nih gue kasih puding, aduuh jangan nangis Napa, bisa mampus gue kalo papa tau...," Kata Raymond sambil menutup mulut Saluna.

"Ayo, lu ikut gue ke kamar gue, dan ceritain semuanya...," Kata Raymond.

*
*
*

Sebuah Pelarian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang