bagian 6: Penjelasan Jiboy

392 9 0
                                    


Tidak seperti biasanya yang bermain sepak bola di lapangan saat istirahat pertama, sekarang Jiboy sedang duduk di taman sekolah sambil menunggu Saluna. Berkali-kali ia melihat jam tangannya.

"Aah.., gue gak kebagian main kalo gini caranya," keluh Jiboy panik sendiri seraya menyisir seluruh taman. Tak selang berapa lama, di depannya kini sudah berdiri seseorang yang dari tadi ia nanti, Saluna.

"Heh! Lama banget,sih lu!" bentak Jiboy kesal.

Saluna duduk agak jauh di samping Jiboy sambil mengumoat tanpa suara.
"Sorry, tadi Bu Juwita minta tolong koreksi ulangan matematika," ucap Saluna beralasan.

"Ya udah, sekarang mana hape lu? Sebagai cowok lu, gue harus tau segala kontak elu," pinta Jiboy.

"Sebelum itu, aku mau nanya sesuatu," kilah saluna.

"Apa?"

"Kenapa kamu mau aku jadi pacar kamu? Aku tau tipe cewe kamu itu bukan aku. Dan aku juga tau siapa mantan kamu yang emang belum terlalu lama."

"Ummm... Itu...." Jiboy bingung mau jawab apa.

"Apa ini ada hubungannya sama Bang Ben?" selidik Saluna. Ia tentu ingat, ketika menyatakan cinta pada lelaki bernama Ben itu, ia tidak hanya ditolak, tetapi lelaki itu menawarkan akan mencari lelaki yang lebih baik untuknya.

"Saluna...."

"Aku ini gak secantik mantan kamu. Mungkin sifat aku juga lebih menyebalkan dari mantan kamu—"

Jiboy menghentikan Saluna.
"Hey, Saluna...." Jiboy menatap mata Saluna.
"Banyak di sana cewek yang mau jadi cewek gue—"

"Makanya, kenapa kamu gak milih cewek yang mau sama kamu?? Aku, kan gak mau sama kamu!" kesal Saluna.

Jiboy terdiam.

"Nah? Bingung, kan?" tukas Saluna hendak beranjak.

"Tapi, Saluna...." Jiboy buru-buru menghentikannya.

"Apa?"

"Please.... Setidaknya sampai semester ini selesai aja lu jadi cewek gue. Setelah itu lu terserah, boleh putusin gue atau apalah...." mohon Jiboy.

"Kenapa? Kenapa selama itu? Dua Minggu aja!" tawar Saluna.

"Hah? Lima bulan dua Minggu gimana?"

"Tiga Minggu?"

"Lima bulan satu Minggu?"

"Satu bulan?"

"Lima bulan?"

"Kalo kamu bisa kasih tahu aku alasannya kenapa kamu milih aku, aku setuju lima bulan," tantang Saluna.

"Dikasih tenggang waktu?" tanya Jiboy.

"Sampai nanti pas pulang sekolah!" Saluna lalu pergi meninggalkan Jiboy.

"Aduh, ternyata tidak semudah itu jadian sama Saluna! Perasaan dulu sama Mira nembak langsung diterima!" gerutu Jiboy kembali mengacak-acak rambutnya.

"Ugh, gegara ini gue gak ikut main!" Jiboy pun beranjak dan berlari ke lapangan. Pertanyaan Saluna bisa ia pikirkan nanti saja.

Ketika pulang sekolah, Jiboy menunggu Saluna di depan kelasnya. Berkali-kali ia melihat jam tangannya.
"Duuh, apa anak IPA itu gak berniat pulang,ya? Ini udah bel dari lima belas menit yang lalu padahal ...." keluhnya.

Sampai akhirnya pintu kelas terbuka. Terlukis senyum di bibir Jiboy.
"Akhirnya..." katanya.

"Eh, kamu... Jiboy?" tanya seorang siswi yang baru keluar.

"Oh, hai...." sapa Jiboy.

"OMG, ngapain di sini?" tanya siswi yang bernama Farah itu.

"Gue nungguin cewek gue," kata Jiboy enteng.

"Cewek? Bukannya baru putus, udah ada cewek lagi?" tanya Farah.

"Ya.., gitu." Jiboy cuman senyum-senyum. Ia sendiri tidak tahu, harus senang atau tidak.

"Jiboy! Ayo!" seru seseorang di belakang Farah.

"Nah, itu cewek gue," tunjuk Jiboy.
Farah menoleh, matanya terbelalak.

"Serius??" tanyanya pada Jiboy.

Jiboy tersenyum.
"Ayo sayang," ucap Jiboy hendak merangkul Saluna, tetapi langsung ditolak oleh Saluna, lelaki itu pun jadi salah tingkah. Mereka lalu pergi.

"Ck,ck,ck, serius ini? Aku harus nyebar berita, nih berarti. Ini berita yang cetar membahana!" ujar Farah lalu memotret Jiboy dan Saluna yang berjalan beriringan dari belakang.

Sementara itu, Jiboy membawanya ke cafe dekat sekolah. Saluna kini duduk di depannya sambil menatap Jiboy tajam, menunggu jawaban lelaki di hadapannya.

"Umm... Mendingan kita minum dulu," ajak Jiboy lalu menyeruput esnya. Entah kenapa ia sangat gugup di depan seorang Saluna. Biasanya ia tidak seperti ini pada gadis lainnya.

"Kata bang Ben nih anak super baik, tapi kok gue kayak lagi mau dihukum sama guru killer, ya?" batin Jiboy.

"Jadi.., apa alasan kamu?" tagih Saluna.

"Umm... gini...." Jiboy berusaha merangkai kata agar gadis di depannya ini tidak tersinggung.

"Gue... eh aku... kenapa milih kamu sebenarnya karena...."

"Karena apa?" tekan Saluna.

"Karena kamu baik," seru Jiboy.

Saluna terdiam, ia memandang wajah Jiboy dengan seksama.

"BO-HONG !" tegas Saluna.

"Itu pernyataan klasik. Bukan alasan yang kuat. Oke, berarti kita ga usah pacaran,ya...."

"Eits... tunggu, tunggu!" cegah Jiboy berusaha menghentikan Saluna.

"Apa?"

"Gue.., maksudnya aku, bakalan ceritain semuanya." 

Saluna pun menghadapkan tubuhnya ke arah Jiboy seraya mengangkat dagunya.
"Oke, semoga cerita kamu bisa membuat hatiku tergerak!" ujar Saluna. Jiboy pun menarik napas panjang seraya berharap hati gadis di hadapannya ini bisa tergerak.

***

Saluna melihat foto mantan pacar Jiboy bersama pacar barunya.

"Jadi intinya dia mutusin kamu karena kamu terlalu baik, padahal sebenarnya dia udah deket sama cowok lain?" duga Saluna menarik kesimpulan.

Jiboy mengangguk pelan.
"Terus ? Tinggal move on, lah...." kata Saluna.

"Gak segampang itu," kata Jiboy.

Ia lalu memandang wajah Saluna.
"Lu sendiri, eh maksudnya kamu sendiri juga susah move on, kan dari bang Ben." tukas Jiboy.

Kalimatnya membuat Saluna tertegun.
"Apaan, sih? Sok tahu!" ketus Saluna lalu memalingkan pandangannya.

Namun Jiboy tak menghiraukannya dan memegang tangan Saluna.
"Please, Saluna, obatin luka gue," pinta Jiboy.

"Aku bukan dokter!" ketus Saluna masih kesal.

"Saluna, Bang Ben bilang, cuman elu yang bisa ngobatin luka gue," ungkap Jiboy.

Alis Saluna naik sebelah,
"Bang Ben?" Kata Saluna.

"Iya..,"

"Emangnya apa hubungan kamu sama dia?" tanya Saluna.

"Brother. Gue sepupunya Bang Ben," jawab Jiboy yanga membuat Saluna terdiam.

"Jadi.., kita jadian 'kan ?" tanya Jiboy.

Saluna malah menatap mata Jiboy.
"Jadi, intinya kamu jadiin aku pelarian kamu?" tebak Saluna yang sontak membuat Jiboy terkesiap.

Sebuah Pelarian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang