Sepertinya, dengan atau tanpa aku, hidupmu akan sama saja. Perpisahan ini tidak akan menyakitimu. Tapi jelas menghujam aku. Menyukaimu adalah kesalahanku. Mencintaimu adalah kelemahanku.
Kamu pandai dalam meninggalkan. Kamu juara dalam memberi harapan. Aku yang sempat kamu letakkan ditempat yang seakan penting, sekarang sudah berada ditempat yang paling genting. Bahagiakah kamu melihatku mati-matian mengikhlaskan kamu pergi?
Kamu adalah harapan yang paling mencemaskan. Kamu adalah sebesar-besarnya ketakutan. Kehadiranmu adalah variabel pertanyaan yang tidak menyediakan jawaban. Harusnya aku menolak segala uluran tangan agar bisa lepas dari sakitnya jerat perkenalan. Jauh lebih sakit jika kamu telah memberiku harapan, kemudian kamu jatuhkan.
Perpisahan adalah ujung yang kamu tempuh. Semuanya tidak lagi penting bagimu, meskipun sudah aku berikan seluruh. Segala pengorbanan yang aku beri penuh, selalu bagimu tak pernah utuh. Selalu saja kamu biarkan aku jadi sosok paling rapuh.
Berbahagialah dengan hidup barumu. Semoga tidak semenyedihkan hidup baruku. Selama apa pun luka yang kamu tancapkan, sosokmu tetap tertahan dalam ingatan. Kamu akan terus menyala dalam setiap kenang dan do'a.
-Iakhair.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa di antara kita
Dla nastolatków√ Cerita ini ditulis dari pertengahan Oktober 2018. √Publikasi 02 Januari 2019. ❗ Cerita ini hanya sebatas sajak kata. ••• ••• ••• ❗ Lanjut ke Prolog cerita.