17. Rencana

2.2K 121 2
                                    

I will go to you like the first snow

-A

***

Setelah acara tangis menangis tadi, Ayna memutuskan untuk pulang duluan. Ayna mengusap hidungnya, matanya mulai sembab dan terlihat bengkak. Ia berjalan tertatih dengan pikiran yang kosong.

Ia ingin membuka kunci pintu gerbangnya, tetapi ia lupa dimana ia menyimpan, seingatnya dia letak di kantung celana. Tetapi mengapa tidak ada.

Ayna meringis bingung, sekarang apa yang harus dia lakukan? Tidak mungkinkan kuncinya jatuh saat memeluk Nafia dan Dara tadi kan? Atau mungkin saja? Entahlah, Ayna capek berpikir.

Karena tidak punya pilihan lain, Ayna pergi menuju ke rumah yang berselisih tiga rumah dengannya. Rumah Anka. Ayna saat ini sedang malas-malasnya untuk memanjat pagar rumah dan mengambil kunci cadang, jadi lebih baik ia pergi ke rumah calon Ibu Mertuanya saja.

Ayna membunyikan bel rumah, pagar rumah Nayna terbuka lebar, seakan Ayna sudah ditakdirkan untuk memasuki rumah ini.

"Annyeonghaseo!" Ayna mengikuti bahasa yang sering ia dengar dari teman sekelasnya. Ia tidak mengerti bahasa apa itu, tapi setau Ayna artinya itu adalah 'hallo.'

Karena tidak ada yang menjawab, Ayna langsung saja masuk, beruntung sekali pintu rumahnya tidak terkunci. "Sepertinya ini hari keberuntungan gue dah, asek banget."

Ayna berjalan santai memasuki dapur, dengan tidak tahu malunya ia mengambil beberapa camilan lalu pergi menuju ruang tengah untuk menonton televisi.

"Ngapain lo disini?" celetuk Anka kaget saat baru turun dari kamarnya.

"Nonton," jawabnya ringan sambil menyalakan televisi.

"Nonton kok di rumah gue?"

"Ralat yak, dek! Ini juga rumah gue soalnya. Gue kan calon menantu di rumah ini."

"Seenak bapak lo aja bilang calon menantu. Gak tau diri!" geram Anka saat mengetahui Ayna telah memakan camilan kesukaannya. "Pergi lo sana!"

"Heh! Adek Ipar diem aja ya. Nonton aja nih film kesukaan gue! Spongebob yang imut-imut lucu berwarna kuning, yang bentuknya kayak sabun cuci piring di rumah gue."

Anka menatap Ayna datar, ia mengalihkan pandangannya ke arah televisi. Dulu ia juga sangat menyukai film ini. "Bocah!" Anka mengambil keripik kentang lalu memakannya.

"Bocah-bocah gini juga kakak ipar lo ya. Inget itu!"

"Najis!"

Anka memperhatikan mata Ayna yang terlihat bengkak. "Mata lo abis di gigitin semut?"

Ayna melirik ke arah Anka dengan mulut yang mengerucut. "Gue tadi abis ngadapin drama. Jadi gak usah sok peduliin ada apa dengan mata gue."

"Sok di peduliin," cibir Anka.

Ayna tertawa keras saat patrick kejatuhan buah kelapa yang datangnya entah darimana, "AYAM GORENG EMANG! NGAKAK SO HARD, ANJIR."

Anka menatap Ayna aneh, ekspresi Anka saat ini benar-benar tak terduga, dia seakan tak percaya bahwa apa yang ada di depannya ini adalah manusia. Atau Anka yang salah? Benarkah dia manusia?

Anka memutar bola matanya malas saat lagi-lagi Ayna tertawa terbahak-bahak ketika melihat adegan yang menurut Anka sangat garing. "Hoi! Orang gila, ngakak banget lo tai. Letak lucunya ada dimana hah? Ringan banget nampaknya beban idup lo."

"Elah, asal lo tau ya, idup itu dinikmatin jangan dijadiin beban, nanti lo nambah pendek kalo terus bawa beban."

"Alah sok tinggi lo badak, pendek aja bangga."

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang