51. Suatu Tempat

1.6K 129 25
                                    

Kalimat yang diucapkan Anka tadi pagi di parkiran membuat pikiran Ayna melayang-layang. Fokusnya menjadi terbagi. Pelajaran saja tidak ia cerna sama sekali. Bahkan sedaritadi ia meracau sendiri dengan pemikiran anehnya. Gila memang.

"Dia kenapa ya bilang gitu?"

"Ada apasih?"

"Bikin bingung aja."

"Emang kenapa kalo gue deket sama Kak Refyal? Toh juga itu yang gue pengin sejak dulu."

"Atau dia cemburu?"

"Apa dia suka gue?"

Ayna melotot tak percaya. "Atau jangan-jangan, dia udah suka sama gue sejak kecil. Sejak pertama kali gue suka sama Kak Refyal juga?"

Ayna mengayun-ayunkan jari telunjuknya tak percaya. Ia menahan nafas. Sedetik kemudian ia tertawa kencang.

"Woi! Gila lo ketawa sendiri?" ucap Nafia yang tiba-tiba datang.

Ayna mengabaikan Nafia dan terus tertawa. "Gila! Si squidward sok cool itu, suka sama gue. Haha gak nyangka gue, asli!"

Nafia menatap Ayna jijik. "Heh! Sadar woi! Sadar! Lo udah terlalu banyak ngayal. Sampe-sampean adek ipar lo sendiri lo khayalin."

Mendengar kata 'adek ipar' membuat Ayna tersadar dari dunianya. Ia membalas tatapan Nafia, dengan sewot. "Adek ipar yang mana? Sejak kapan gue punya adek ipar?"

"Dih, si Anka lah. Kepala lo kejedot apa gimana?"

Ayna mencebik. "Otak lo yang kejedot! Sejak kapan si Anka jadi adek ipar gue. Ngayal lo! Orang dia suka sama gue," jawab Ayna sambil senyum-senyum.

"Idih, najis banget gue anjir. Kepala lo beneran kejedot deh kayaknya. Ayo gue bawain lo ke rumah sakit sekarang."

Ayna menggeleng. "Lo yang perlu dibawa ke rumah sakit, Naf! Orang gue sehat banget. Gue juga masih bisa mikirin Anka."

Nafia menggeleng bingung. "Sakit lo! Kemaren aja abangnya, sekarang adeknya. Gimana sih? Gak jelas hidup lo."

"Serah gue dong, hidup-hidup gue. Lo gak berhak ngatur."

"Oh gitu ya tai. Okay. Emang dasar hidup lo gak jelas, Na, Na. Heran gue."

"Hidup lo lebih gak jelas, mafia!"

***

Ayna berdiri di depan kelas Anka. Seusai bel pulang berbunyi, dengan semangat empat lima dirinya berjalan menuju kelas 11 Ipa 1 untuk menjumpai Anka.

Setelah penghormatan, barulah beberapa murid 11 Ipa 1 keluar satu persatu. Ayna memperhatikan wajah mereka satu persatu. Ia kembali menunggu ketika wajah Anka belum juga terlihat. Guru mereka keluar, sempat melirik Ayna yang sedang melihat ke arah pintu, lalu mengabaikannya dan melanjutkan langkahnya menuju kantor.

Ayna sendiri menyembulkan kepalanya ke dalam kelas untuk melihat keberadaan Anka.

Mata Ayna beredar.

"Na!" panggil seseorang.

Ayna berdiri tegak. Ia mendongak menatap orang yang memanggil.

"Hah?" jawab Ayna tak santai.

Refyal meringis kecil. "Gue ganggu ya?"

Ayna menghela napas, lalu menggeleng. "Enggak Kak."

Refyal kembali tersenyum manis. "Bagus deh kalo gitu."

"Ada perlu apa ya Kak?" tanya Ayna to the point.

Tangan Refyal terulur merapikan rambut Ayna. Nafas Ayna tercekat, gerakan tersebut begitu cepat, tubuhnya menegang seperti patung, membuat dirinya seperti orang yang gagal move on.

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang