59. Menyesal

1.6K 140 27
                                    

Kalau dengan nyelamatin hidup lo gue mesti korbanin nyawa gue, maka gue rela lakuin itu.

***

Anka memberhentikan motornya tepat di parkiran sekolah. Waktu sudah menunjuk pukul tujuh kurang, tetapi cahaya matahari masih malu-malu menunjukkan sinarnya. Belum banyak kendaraan yang terparkir, hanya ada tujuh motor dan lima mobil, salah satunya motor Anka. Memang siswa-siswi SMA Merpati sangat legend, jadwal rekor masuk bagi mereka pukul delapan. Tidak kurang dan tidak lebih.

Maka jika diperhitungkan, tumben Anka datang cepat. Dia memang sengaja datang cepat. Ya, dia sengaja. Ayna sudah pulang dari rumah sakit kemarin. Dia takut Ayna nekad pergi sekolah dengan meminta tebengannya. Jika dia masih lemas pasti dirinya tidak bisa menaiki angkot apalagi bus. Bila kalian pikir Ayna bisa memesan ojol, maka jangan khawatir, Anka sudah menyita ponsel Ayna sewaktu semalam berkunjung ke rumah gadis itu. So, Ayna tidak bisa kemana-mana selain rebahan di rumahnya. Setidaknya sampai gadis itu sudah fit dan tidak terlihat pucat lagi.

Anka berjalan menyusuri koridor yang terlihat sepi. Dia menenteng ranselnya di pundak, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam kantung celana, menambah kesan cool yang dia punya.

Hari ini Anka mengenakan topi berwarna hitam yang menutup sebagian rambutnya. Semalam setelah mampir dari rumah Ayna, cowok itu menyempatkan mampir di tukang pangkas. Entah mengapa dia merasa ingin memakai topi. Jika diperhatikan lagi, penampilan Anka sangat segar sekarang.

Langkah kaki membawanya langsung menuju kelas. Dan, yang menghuni kelas masih hanya dirinya dan seorang gadis berkacamata bernama Dinda. Anka tidak memperdulikan dia dan meletakkan kepalanya pada tumpuan tangan. Kembali tidur.

***

"AYNA SEMPAK, LO KEMANA AJA DARI KEMARIN ANJING?! LO GAK TAU APA GUE KHAWATIR BANGET SAMA LO!!!! SAMPE GUE RELA NGOTOT NANYAIN ANKA TERUS-TERUSAN!! GUE KIRA LO UDAH MATI! LO BIKIN GUE PANIK SAMPE RASANYA GUE PENGIN DATENGIN DUKUN TAU, NGGAK?!" teriak Nafia ketika bola matanya menangkap kehadiran Ayna dari pintu kelas.

Ayna menggerutu kesal saat Nafia menghadangnya dengan pelukan erat.

"Naf, gue sesek anjir. Lo mau bikin gue mati beneran hah?!"

Nafia nyengir lebar. Ayna mengatur deru napasnya yang memang belum teratur akibat tubuhnya masih lemas.

"Sekarang jelasin sama gue! Lo pergi kemana hah? Jangan bilang lo pergi liburan atau hang-out tanpa ngajak-ngajak gue?!"

Ayna berjalan mendahului Nafia, dia meletakkan ranselnya di kursi lalu duduk. Ternyata tak hanya Nafia yang penasaran keberadaannya. Kini sudah ada Dara, Messy, Artha, dan juga Meli yang sudah mengelilinya.

"AYNA JAWAB TOLOL! KALO SAMPE DUGAAN GUE ITU BENER, ABIS LO SAMA GUE!" teriak Nafia lagi. Telinga Ayna tiba-tiba berdenging.

"NA, JAWAB!"

Ayna berdecak malas sambil menatap Nafia kesal. "Jangan tereak-tereak juga lah kambeng. Lo pikir gue budeg sampe gak denger lo bicara pelan? Sakit nih kuping gue."

Nafia berjalan mendekati Ayna dan duduk di sebelahnya. "Lo kok tiba-tiba pucet, Na? Kayak ikan mas yang siap dipotong."

Ayna menatap tajam Nafia membuat Nafia merapatkan bibir. Padahal Nafia benar-benar penasaran dengan keberadaan Ayna dari kemarin.

Bel masuk berbunyi. Para murid mulai duduk di tempatnya masing-masing, kecuali lima teman Ayna yang masih setia menunggu penjelasan gadis itu. Ayna yang menyadari itu berdecak heboh.

"Kalo lo semua gak duduk di tempat lo masing-masing, gue pastiin lo berlima dapet santet onlen ntar malem."

Nafia tersenyum miring. "Tempat duduk gue emang disini kalo lo lupa."

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang