Ayna masuk ke dalam rumah Roy dengan canggung, apa benar ia akan menginap disini?
"Ayna, Om minta tolong kek gini gapapa kan? Kamu ikhlas kan?" tanya Roy sekali lagi.
Ayna memutar otaknya. "Eghh, gapapa kok Om. Sans ae sama aku hehe," jawab Ayna berusaha santai.
"Wahhh kalau gitu makasih ya, Om titip ini," Roy memberikan barang belanjaanya tadi pada Ayna.
"Loh, Om gak jumpa sama Kak Refyal dulu," Ayna menunjuk dalam rumah, menunjuk keberadaan Refyal.
"Enggak, Ayna. Sebenarnya Om udah telat daritadi, tapi Om usahain anter kamu dulu."
"Kalo gitu bagus Om bilang ke aku tadi, biar aku ke rumah Omnya sendiri aja."
"Gak bisa dong. Om yang minta tolong, masa Om yang gak tau diri," Roy tertawa menghilangkan suasana canggung.
"Iyadeh, gausah memperlambat waktu. Om pergi aja," ucap Ayna seperti mengusir.
Roy tersenyum. "Kamu ngusir Om ya?"
Ayna menggeleng refleks. "Bukannnn. Maksud aku biar Om gak makin terlambat lagi."
"Iya kok, iya. Om ngerti. Kalo gitu Om pergi dulu ya," Ayna mengambil alih barang bawaan Roy, sebelum pergi Roy menyempatkan mengacak rambut Ayna yang memang sudah berantakan.
Ayna tergelak, seperti inikah rasanya dekat dengan camer idaman? Kalau benar, ini sangat nikmat.
Lama Ayna berdiri di halaman rumah Roy membuat dirinya seperti orang sinting, ia masih melamun karena tidak menyangka akan mendapat ijin dari kedua camernya.
Ayna tersenyum-senyum membayangkan betapa bahagianya masa depan jika ia bersama dengan Refyal. Ayna terus berandai-andai, bahkan tetangga yang baru lewat rumah Roy bergidik ngeri melihat eskpresi Ayna yang terlalu jelek.
Hingga sepuluh menit kedepan Ayna masih tetap melamun. Ia tidak ingin bangun, jika ini mimpi, maka ia akan memilih tidur selamanya bersama dengan Refyal.
"Ayna!"
Ayna terhenyak, baru ia pikirkan tetapi suara itu sudah nyata. Ayna membalikkan tubuhnya, ia berusaha stay cool, agar imejnya tidak terlalu jatuh untuk saat ini.
"Kata Papa, lo nginep disini ya?"
"Ehgg, iya, Kak. Katanya sepupu lo yang dari bandung bakal nginep, jadinya gue disuruh temenin."
"Oke, gue ngerti. Makasih udah mau bantuin Papa gue."
"Sans ae sama gue," Ayna berusaha tertawa kecil.
"Oh sini gue bawa," Refyal langsung mengambil alih barang belanjaan Roy tadi.
Ayna menahan napas, kepala Refyal sangat dekat dengan wajahnya, ia hanya bisa menahan diri agar tidak berteriak sekarang.
Ayna masuk ke dalam rumah mengikuti Refyal. Refyal mempersilakannya duduk di sofa, Ayna menurutinya dengan senang hati.
"Gue mau ganti baju dulu. Lo tunggu bentar ya, kalau haus tinggal ambil aja di dapur."
Ayna mengangguk, membuat Refyal tersenyum kecil. Setelah Refyal pergi barulah Ayna bisa bernafas seperti biasa. "Akhhhh, jantung gue anjir!!!" Ayna memegang jantungnya yang terus memompa dua kali lebih capet.
Ayna memekik tertahan, tidak bisa menahan kesenangan dalam dirinya. Kini, di dalam satu rumah, hanya ada dirinya dan Refyal? Ughh seharusnya Refyal melakukan kesalahan dan menodainya, sehingga mereka harus dinikahkan, maka Ayna akan menjadi manusia paling bahagia di seluruh dunia ini.
Setelah beberapa menit menunggu, Refyal keluar dari kamar dengan kaus hitam kebesaran tetapi pas dibalut jaket berwarna senada.
"Lo mau ikut jemput Nanci nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy Ayna
Fiksi Remaja[COMPLETED] "Kalau gue cinta karena obsesi, lo mau apa?" ^^ Aynaya Reskia, cewek sinting yang hanya dilanda rasa jatuh cinta pada seniornya. Segala cara telah ia lakukan agar seniornya itu mau memandangnya walau hanya sedetik. Naas, tak ada hal lai...