18. Surat Cinta

2K 121 4
                                    

Pagi ini Ayna berangkat sekolah dengan semangat, ia bahkan sudah pergi pukul enam kurang. Ayna tidak akan mau bangun secepat itu jika dihari-hari biasa, tapi ini adalah hari spesial, ia akan menjalankan rencana yang telah ia susun semalam. Ayna berlari dari koridor ke mading. Ia menempelkan beberapa stick note, begitu seterusnya hingga seluruh mading sudah tertempel.

"Mati lo, squidward sok cool. Siapa suruh gak mau jadi mak comblang gue," Ayna tertawa semena-mena sambil menatap stick note yang telah dia buat.

Ayna meninggalkan mading dengan hati gembira. Dia memasuki kelas lalu bermain ponsel dengan santai, mencoba mencari beberapa jejak tentang masa lalunya dengan Anka. Siapa tau menemukan cara yang lebih efektif.

"Eummm," Ayna mengusap-usap dagunya seolah berpikir.

Ayna terus mencari pengalaman yang dimiliki oleh Anka. "Ohh, selain pande jadi fotografer ternyata dia pande menggambar."

Ya. Ayna ingat! Pada saat mereka masih kecil, Anka suka memamerkan beberapa gambarannya yang menurut Ayna sudah sangat bagus.

"Oh iya, gue inget! Dulu kan si Anka pernah ngasih tunjuk ke gue gambaran cewek yang dia suka. Gue baru tau kalo itu si Nolla," Ayna tertawa ngakak mengetahuinya.

"Emang ya, si Anka waktu kecil tuh alay pake banget."

Kelas yang awalnya sepi mulai terisi, sebagian dari mereka banyak yang bergosipan membuat Ayna bersorak girang.

"Rasain!"

***

"Ka! Anka cabe!" panggil Rudi dengan sekuat raga.

"Hm," sahut Anka.

"Elah gue manggil lo sekuat raga dan jiwa gue, lo malah jawab sesingkat itu, melebihi tai lo!" umpat Rudi.

"Bodo Rud bodo!"

"Setan lu!" Anka mengabaikan ucapan Rudi. Ia melanjutkan acara baca komiknya.

"Ka! Denger gue dulu kek. Kek tai lo lama-lama gue liat."

"Tapi kata lo gue melebihi tai, bicara yang bener, setan!"

Rudi menghembus poninya ke atas. Ia sudah lelah menghadapi hidup. "Iya, gue selalu salah, lo yang selalu bener," Anka mengangguk menyetujui.

"Emang bener-bener sahabat bangsat lo ya," tunjuk Rudi naik pitam.

"Hmm, serah lo!"

"Ka! Lo tau gak?"

"Enggak!" putus Anka.

"Yee si tai belum selesai juga gue ngomong udah lu potong ae mas," sabar Rudi sekali lagi.

Anka berdecak. "Ya udah apaan?"

"Jangan kaget loya."

"Gosah sok misterius gitu, anying."

Rudi mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. Setelah lima menit terdiam, Anka mengerutkan kepalanya bingung karena Rudi belum juga mau bicara setelah Anka mengijinkannya berbicara.

"Gak jelas emang idup lo. Waktu gue gak suruh bicara lo malah bicara, sekarang waktu gue suruh bicara lonya mendadak bisu. Sakit jiwa keknya lo."

Rudi nyengir. "Elah Ka, gue mah sengaja biar bikin lo jadi ala-ala penasaran."

"Sayangnya gue gak penasaran! Udah cepetan bicara, gak usah banyak bacot!"

Rudi tersenyum aneh membuat Anka memutar kedua bola matanya malas. "Katanya kagak penasaran, kok lo malah maksa gue supaya bilang cepet-cepet ke lo sih?"

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang