Nggak peka itu lebih kejam dari nolak cinta. Karena lebih sakit nggak digubris daripada digubris tapi dimanisin sejenak
-A-
***
"Anka nggak dateng?"
Lanfi menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ia menatap Refyal dengan mulut yang dibiarkan terbuka. "Serius lo?"
Refyal mengangguk parau. "Padahal gue sama Papa udah nyiapin pestanya besar banget. Gue awalnya percaya banget dia bakalan dateng, ternyata dugaan gue salah. Dia bener-bener nggak datang."
"Gila. Jadi gimana pestanya? Hancur? Seharusnya gue datang ya semalem," ucap Lanfi sambil menerka-nerka kejadian ulang tahun Anka.
"Nggak hancur sih, tetep jalan gitu aja. Tapi gue tetep nggak ngerti sama tuh anak, heran gue. Padahal kemarin Papa udah minta maaf ke dia."
"Emang hatinya udah ketutup kali, Ref. Kalau udah gitu emang susah. Sabar yee."
Satu sudut bibir Refyal naik ke atas. "Bahkan gue selalu ngertiin dia. Tapi kenapa dia sekeras itu?"
Lanfi menghela napas, ia menepuk pundak Refyal bermaksud memberi kekuatan. "Sabar, bro. Mungkin dia emang udah tutup hati buat maafin lo."
Refyal bungkam. Tatapannya kosong memikirkan kejadian Roy yang begitu kecewa pada Anka. Semalam, Refyal sangat yakin bahwa Anka datang ke pesta yang telah ia buat dengan Papanya. Lalu mengapa ia tidak ada disana? Jika pulang, mengapa secepat itu dan tanpa memberitahu siapapun?
Lanfi berdecak melihat Refyal. "Lo terlalu serius tau, nggak? Yaudah sih nggak usah dipikirin lagi. Toh dia juga nggak mikirin perasaan lo."
Ruang musik yang tadinya dijadikan tempat Refyal dan Lanfi untuk berbincang, harus dipakai karena akan ada kelas musik. Dengan sangat terpaksa Refyal bangkit dan berjalan menuju pintu keluar.
"Pasrah banget elah," celetuk Lanfi.
Refyal kini berjalan dengan lunglai, tidak biasa ia seperti ini. Bahkan siswi yang melewatinya pun mengerutkan dahinya bingung karena Refyal tidak tersenyum seperti biasa.
Lanfi menjilati bibirnya bingung. "Kantin yok!"
"Nggak ah, males gue."
"Ck, udah ayok!"
Tangan Lanfi terlingkar di pundak Refyal, ia rasa Refyal butuh asupan bergizi agar cacing-cacing di perutnya tidak mempengaruhi otak dan pikirannya.
Lanfi berjalan santai, diikuti Refyal yang menatap lurus ke depan.
"Eh, Ref! Tuh, noh adek lo lagi sama si Ayna."
Refyal menoleh ke arah tunjuk Lanfi. Bibirnya sedikit tersungging. "Hmmm."
"Lo nggak cemburu?"
Refyal tertawa. "Aneh lo."
"Ya, siapa tau kan lo udah mulai suka sama si Ayna. Dia kan juga suka sama lo."
"Sakit keknya lo."
Refyal menghempaskan tangan Lanfi dari pundaknya dan berjalan menuju kantin. "Dia cuma sekedar adek kelas gue."
"Wahh kalo si Ayna denger nih, pasti dia bakal nyanyi 'pernah sakit, tapi tak pernah sesakit ini~~' haha, dia kan ratunya alay."
"Ya, gue tahu."
"Gue tempe."
Refyal berdecak. "Terserah."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy Ayna
Teen Fiction[COMPLETED] "Kalau gue cinta karena obsesi, lo mau apa?" ^^ Aynaya Reskia, cewek sinting yang hanya dilanda rasa jatuh cinta pada seniornya. Segala cara telah ia lakukan agar seniornya itu mau memandangnya walau hanya sedetik. Naas, tak ada hal lai...