52. Anak Siapa?

2.3K 133 64
                                        

Jauh-jauh bagi yang gak suka ini cerita. Karena ini terlalu drama🔫🔫

JAN LUPA VOTE SEBELUM MEMBACA😀

***

Backsound:
Heize-
Can you see my heart ost Hotel Del Luna

***

Angin sepoi-sepoi menyentuh pori-pori Ayna. Suara ombak yang beradu menjadi pengisi telinga Ayna seperti sebuah lagu.

Ayna memperhatikan laut yang menjulang luas di hadapannya. Lalu ia mendongak memperhatikan langit biru yang entah mengapa begitu cerah hari ini.

"Ka, kita mau ngapain?"

Anka memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Ia berjalan meninggalkan Ayna.

Ayna mencebik kesal. "Tungguin gue!"

Ayna berlari mengejar Anka, tanpa disadari kakinya menginjak kerang tajam yang tertutupi pasir, darah segar mulai mengalir.

"Asu," umpat Ayna spontan.

Anka menoleh melihat Ayna yang sudah terduduk lemas.

"Ya elah, Na. Kapan lo nggak nyusahin?"

Ayna mendongak menatap Anka tak suka. Ia menepis tangan Anka yang ingin menyentuh telapak kakinya.

"Kalo lo nganggap gue nyusahin, mending gue gak usah deket-deket lo lagi," kata Ayna yang kembali membuat Anka sedikit tercengang.

"Kayaknya belakangan ini lo sensitif amat."

Ayna meringis ketika rasa nyeri menyerbu lukanya itu. Anka kembali menyentuh telapak kaki Ayna tetapi tetap saja langsung ditepis oleh si empu.

"Lo mau nunjukin apa? Cepetan! Gue mau pulang."

Kening Anka berkerut. "Na!"

Ayna menatap Anka dengan sedih. Entah kenapa rasanya begitu sedih jika dihadapkan dengan posisi seperti ini. Ayna heran, mengapa hatinya terasa ikut nyeri padahal kakinya yang luka.

Air mata tiba-tiba terjatuh ke pipi Ayna. Kali ini Anka beneran kaget. Ayna tidak pernah seperti ini.

Anka hanya diam. Memperhatikan Ayna yang mulai sesenggukan.

"Lo tau, Ka?" seru Ayna dengan suara bergetar.

Anka tetap diam menunggu kelanjutan Ayna.

"Gue ini anak yang gak diinginkan."

Ayna semakin menangis. "Gue... gak pernah diinginkan, sama nyokap gue, bokap gue maupun nenek gue. Semua gak pernah nganggap gue ada. Gue gak pernah punya siapa-siapa karna sikap gue yang kek gini. Gue gak bisa berhenti hina orang lain atau bersikap baik ke siapapun, itu semakin ngebuat gue dibenci sama keluarga gue. Gue selalu nyakitin orang, temen gue, sahabat gue. Gue selalu dianggap nyusahin," tubuh Ayna bergetar dengan suara yang semakin mengecil. "Gue selalu ngehibur diri kalo gue masih punya temen yang mau ngelindungin gue, itu lo."

Ayna menatap tepat di bola mata Anka. "Gue juga tau kalo lo selalu benci dengan gue. Tapi gue gak mau kehilangan lo. Gue gak mau sendirian. Gue inget waktu lo selalu ada di samping gue saat gue terpuruk karena nyokap gue meninggal. Bokap gue gak pernah merhatiin gue. Lo buat gue sadar kalau dunia gak bakalan prihatin dengan keadaan menyedihkan gue."

Ayna mengusap air mata yang terus membanjiri pipinya tanpa henti. "Maafin gue, Ka. Gue buat lo gak nyaman selama ini. Lo emang gak pernah nganggap gue sebagai temen lo."

Ayna mulai berdiri, ia membalikkan badan mulai menjauh dari Anka.

"Na!" akhirnya Anka bersuara. Tetapi tidak digubris Ayna.

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang