Love is very real, you will find it someday, but it has one enemy-and that's life - unknown
***
Berjalan mengendap-endap bukanlah dosa bukan? Lagian jika tidak memiliki niat jahat juga tidak akan masuk neraka. Lalu ia harus merasa bersalah sekarang?
"Dasar kamu! Minta maaf sama anak saya!"
Bibir Ayna membuka, ia berniat protes tetapu sudah diberi pelototan tajam dari sang paruh baya dihadapannya.
"Minta maaf atau saya lapor polisi?"
"Dih," bibir Ayna mengerucut. Ia tidak rela jika harus meminta maaf sedangkan ia tidak melakukan hal apapun.
"Minta maaf!"
"Sebentar ya, Bu. Salah saya disini apa? Saya nggak ngerasa salah, kenapa harus minta maaf segala?"
"Heh! Kamu udah jalan ngendap-ngendap dan ngagetin anak saya. Nggak sopan kamu ya bilang nggak ada salah! Dimana etika kamu?!"
Ayna melongo tak percaya. "Etika Ibu juga dimana? Tiba-tiba nyalahin saya yang nggak tau apa-apa ini, terus nyuruh saya minta maaf dan akhirnya membentak saya? Maaf, tapi sepertinya Ibu yang tidak punya etika. Saya masih suci ya, Bu. Jangan menodai saya!" sarkas Ayna.
"Suci? Cuih. Najis tau," Ibu itu mendecih membuat Ayna menganga. "Minta maaf ke anak saya!"
"Hhh nggak mau. Enak aja nyuruh-nyuruh gue. Ogah."
"Wah kamu emang anak nggak tau diuntung!"
Raut Ayna mengerut. "Emang ruginya disitu apa? Guekan bukan anak lo, kenapa harus nguntungin lo sih, Bu?"
"DASAR, KAMU NGGAK TAU TATA KRAMA SAMA ORANGTUA!"
Wanita paruh baya itu mengangkat tangannya berniat menampar Ayna, sebelum sebuah tangan mencegah dan menarik tangan Ibu itu agar menjauh dari Ayna.
Ibu itu membulatkan matanya marah. "Kamu siapa lagi?!"
Anka tersenyum tipis. "Maafin temen saya, Bu. Dia emang terkadang nggak waras."
Ayna terkejut, ia menyadari keberadaan Anka yang begitu tiba-tiba itu ketika dirinya tidak merasakan tamparan apapun.
"Apa lo bil-"
Tangan Anka membekap mulut Ayna, memang mulut Ayna ini begitu bervirus. Jangan sampai Ibu di depan mereka ikut terinveksi dengan keberadaan Ayna.
"Jadi kalian temenan?" tanya Ibu itu.
Anka mengangguk ramah. "Iya, Bu. Maafin dia, dia emang ganas, Bu. Lupa saya rante sih, tadi."
Mata Ayna membesar, ia memberontak kasar agar bisa melepas bekapan Anka.
"Ya sudah, lain kali, temen kamu ini jangan sampai berkeliaran disini lagi. Atau nanti saya lapor polisi," ingat Ibu itu, Anka mengangguk sambil tersenyum. Kemudian Ibu itu pergi dengan menggandeng anaknya. Barulah Anka melepaskan bekapan tangannya dari mulut Ayna.
"APA LO BILANG TADI? OH MY GOD, GUE MAU LO RANTE? GUE LO BILANG GANAS? GUE SALAH APA SAMA LO, DEK?" jerit Ayna setelah lepas, ia memicingkan matanya sinis.
Anka yang tadinya tersenyum langsung mengubah ekspresinya menjadi datar semula. "Apa? Mau ngomen? Ngomen apa? Emang lo ganas kan? Gue ngomong fakta!"
Ayna mendegus kesal, ia merapatkan bibirnya berusaha sabar. "Gue nggak ganas, tahii. Gue anggun asal lo tau! Lo jangan main fitnah gini ya, gue aduin Kak Refyal baru tau rasa!"
Anka mendecak. "Terserah. Intinya gue nggak ada urusan sama dia."
"Dih, abang lo tuh, nggak lo akuin? Gila emang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Enemy Ayna
Roman pour Adolescents[COMPLETED] "Kalau gue cinta karena obsesi, lo mau apa?" ^^ Aynaya Reskia, cewek sinting yang hanya dilanda rasa jatuh cinta pada seniornya. Segala cara telah ia lakukan agar seniornya itu mau memandangnya walau hanya sedetik. Naas, tak ada hal lai...