55. Panik

1.4K 149 13
                                    

Bagi kalian semua, kalau bener gak mau ngevote dan cuma nge-sider doang, mending jauh-jauh dah, gue kaga suka.

Gue lebih suka yang nunjukin jejak daripada diem-diem kea tuyul.

Tolong kalian hargain dong karya ini. Jangan ngesider doang!

Kalau bener gak suka nih cerita tinggal pergi. Susah bener idup lo. Idup mah dibawa ringan ae. Santuy coy!


***

Tolong jangan jauh-jauh dari gue, gue gak suka

-A-

***

Suara ceklek terdengar. Seorang itu membuka pintu dengan ragu, terlihat dari ekspresi wajahnya yang sangat datar. Pintu terbuka perlahan. Sebelumnya ia sudah meyakinkan diri, ya, ia pasti bisa.

Anka meneguk saliva sebentar lalu benar-benar membuka pintu dengan lebar. "Na, gue dateng."

Hening.

Tatapan mata Anka lurus menatap seorang gadis yang terbaring lemah di atas tempat tidur dengan selang infus yang terpasang di tangannya.

Lima menit termenung, Anka berjalan mendekati Ayna. Dia memandang lekat wajah Ayna yang kali ini terlihat pucat. Biasa juga wajah itu hanya terpasang cengiran tak bermutu, lalu kemana perginya wajah gembira yang selalu ia pasang itu?

"Na, jangan kek gini bisa?" Anka mengepalkan tangan. Ia mengaku salah, mengebut di saat hujan deras dan akibatnya nyawa Ayna hampir melayang. "Lebih baik lo cengengesan gak berguna daripada harus tidur gini. Lemah lo. Baru jatuh dari motor aja gak bangun-bangun, gimana mau dapetin hati abang gue."

Anka menunduk menahan tangis. Bibirnya bergetar. "Gue gak bermaksud nyakitin lo, Na. Tapi, gue beneran suka sama lo. Beneran suka. Gue emang pengecut gak mau mengakuinya selama ini. Gue cowok gak guna, Na. Kenapa lo masih mau percaya sama gue? Disaat gue bikin lo sakit."

Kini air mata yang ia bendung sedaritadi tidak bisa ditahan lagi. Tubuhnya berguncang hebat, bagaimana kalau Ayna meninggal karenanya? Ayna sahabat kecilnya meninggal akibat Anka? Anka sungguh takut itu terjadi.

"Maafin gue, Na. Maaf."

Anka meraih tangan Ayna lalu menggenggamnya erat. "Kalau lo bangun, gue bakal jelasin semuanya secara detail. Gue gak akan bikin lo penasaran lagi. Gue bakal selesain semuanya. Termasuk perasaan gue."

"Na, lo harus tau, sejak pertama liat lo pas TK gue pengin banget temenan sama lo. Gue liat lo orangnya asik, suka ketawa, lucu, banyak temen, yang bikin gue pengin banget kenalan sama lo tapi gue gak berani ngajak bicara," Anka berkedip dua kali, menerawang ke masa lalu. Bahkan ia masih ingat jelas di dalam kepalanya.

"Sampe saking penginnya temenan sama lo, gue nekad nyuri buku gambar lo," Anka tertawa kecil mengingat tingkah anehnya dulu. "Gue sengaja. Biar lo nyariin itu buku gambar dan ngajak gue bicara duluan. Dan keinginan gue itu akhirnya terwujud. Lo ngajak gue bicara."

"Woi woi woi! Buku gambar aku kemana hah?! Wah, ada yang nyolong nih. Ternyata disini ada maling ya. HAYO NGAKU! Yang nyolong matanya bolong ku sumpahin, ayo ngaku!!" teriak Ayna cempreng dengan rol plastik di tangannya, bersiap memukul siapa saja yang mencuri barang-barangnya.

"WOII NGAKU! AKU MASIH BERSIKAP BAIK NIH YA. MENTANG-MENTANG MAMA SELALU NGAJARIN AKU SUPAYA JANGAN NUDUH ORANG SEMBARANGAN JADI KALIAN BISA GITU NIPUIN AKU?! AKU GAK KASIH AMPUN! AYO NGAKUUUUU!" teriak Ayna lebih menggelegar. Semua orang di sekitarnya bahkan menutup telinga.

My Enemy Ayna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang