R.A 12

853 57 1
                                    

Kelas Qilla sedang heboh-hebohnya. Ada yang mengumpat sumpah serapah, ada yang menangis, ada pula yang beradu argumen hingga berkelahi dengan osis diluar kelas.

Hal itu langsung ditangani oleh para dewan guru. Bimo, teman sekelas sekaligus musuh Qilla itu terlibat. Barang miliknya yaitu, korek gas. Diambil paksa. Usul punya usul, katanya korek gas berbalut rajutan itu pemberian neneknya yang dibuat sendiri. Lagian, Qilla tak pernah melihat korek itu digunakan. Hanya disimpan di tas. Sudahlah, ini akan diurus nanti.

Benar. Hari ini jadwal osis untuk beroperasi. Tau sendiri, sukanya dadakan. Apalagi, anak kelasan Qilla tidak ada yang menjabat sebagai anggota osis. Tamat sudah.

Beruntung hari ini Qilla menjadi anak baik-baik. Ia bersantai saja tanpa mengoceh. Ya, terkecuali teman-temannya.

Qilla mendengus kala teman-temannya tak berhenti mengumpat sumpah serapah. “Anjir make up gue ludes semua!!” histeris Indah

“Kaos kaki gue gila masih baru,” ujar Indy menambahi.

Kali ini Lea menimbrung memaki, “Osis cuma ngambil sisi negatifnya doang, anjing.”

Ulan menjitak dahi Lea hingga yang dijitak meringis kesakitan, “Ngomong woy di kontrol.”

Lea merengut, membela diri. “Abis ngeselin banget. Semua aja dilarang bawa, masa iya kapas control oil tuh disita.”

“Sumpah yaa,” greget Indah menimbrung.

“Adem aja udah nanti dibalikin,” ujar Qilla santai tanpa melihat tatapan teman-temannya yang sudah garang kepadanya.

“Mana?! Siapa yg mau balikin! Osis aja belagu tuh orang,” sungut Lia garang.

Qilla yang mendapat rasa amarah Lia, mendelikkan bahu tak takut, “Siapa tau yang nyita dapet hidayah buat balikin barang-barangnya."

Qilla mendapat jitakkan dari Jhera, “Mana ada gitu!”

“Ah keselll!!!” histeris Indah dan yang lainnya.

Raty menempuk lengan Qilla, “Qil, anterin ke kamar mandi yuk?”

Qilla mengangguk seraya turun dari meja, “Iya, ayuk”

Sebenarnya Qilla sedang malas untuk berjalan. Tapi, untuk menghindari teman-temannya yang lagi emosi itu. Lebih baik pergi dari sana. Daripada otak Qilla tercemar lama-lama.

Qilla dan Raty memilih toilet di lantai dua agar tidak terlalu banyak jalan. Sudah dibilang, Qilla sedang malas.

“Tunggu sini, jangan kemana-mana,” perintah Raty terhadap Qilla dengan posesif. Seperti Ibu yang takut kehilangan anaknya.

Qilla mengangguk terkekeh, “Iya, sayang.”

Qilla duduk dilantai toilet. Kebiasaan Qilla saat menunggu. Pegal kalau berdiri terus. Itu kata andalan Qilla.

Setiap detik berangsur, makin banyak siswi yang berdatangan ke toilet. Terutama kakak kelas. Qilla tersenyum untuk menyapa. Setidaknya jangan biarkan Qilla di anggap adik kelas tidak tau sopan santun. Itu bahaya. Hancur sudah.

Kakak-kakak kelas yang masuk semua bertampang kusut. Pasti masalah operasi osis tadi.

“Gila ya osis. Main ngambil aja make-up gue. Mana baru lagi.”

“Gue denger-denger dari cerita Juki. Katanya barang sitaan itu ada yang diambil sama osis dan sisannya di jual buat tambahan dana osis. Gila kan?!”

“Serius lo? Ga cerita lo sama gue? Sekalian aduin tadi pas operasinya.”

“Yeh! Si Juki baru cerita ke gue tadi. Dia bilang gue suruh diem. Tapi, masalah gini mah harus di beberin. Barang gue kasian di embat mulu.”

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang