R.A 40

571 44 4
                                    

Seorang lelaki dengan setelan jas putih keluar dari ruang khusus yang ada di Mansion Ravengers. Arimba, dokter muda sepertemanan Mahesa itu tersenyum prihatin. Menghampiri Mahesa yang berdiri gelisah dihadapannya, “Keadaan pasien, kritis. Darah yang dikeluarkan cukup banyak. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya. Besok saya akan kemari untuk mengecek.”

Mahesa mengangguk, “Terima kasih, Rim.”

“Dia akan baik-baik aja. Selalu.”

Ingatan Mahesa berangsur mundur. Mengingat dulu Qilla pernah terbaring dua kali akibat ulah anggota Ravengers sendiri. Dari keracunan makanan Lana hingga leher Qilla yang tak bisa balik normal akibat main smackdown dengan Ambon. Belum lagi hal-hal kecil seperti terserempet mobil, jatuh dari tangga, dan yang lainnya. Setiap masalah ataupun hal yang menimpa Qilla, itu tak akan berpengaruh apapun dalam hidupnya dan selalu menerima setiap detiknya cobaan. Teringat Qilla pernah berkata, ‘lebih baik sakit sendiri daripada harus orang laim yang menanggungi’. Dasar anak manja baik hati.

Arimba telah diantar pulang oleh Daren sembari mengambil obat yang harus ditebus. Mahesa memijat pelipisnya, pening rasanya. Menghadapi manusia-manusia nakal yang akan melanggar aturan.

Terlihat saat Duta, Ambon, Boby dan Alex segera beranjak ingin masuk, tetapi tertahan oleh Mahesa. “Jangan ada yang masuk dulu!”

Dari keempat cowok itu kecuali Ambon, mengernyit bingung, “Kenapa?”

“Nanti penyakit yang di badan lo semua ketularan sama Qilla.”

Boby membelak tak percaya, “Lah bisa gitu?”

Mahesa geram, “Bisa! Tunggu 2 jam, baru kalian boleh masuk. Maximal 2 orang. Jangan rame-rame nanti Qilla ga nyaman. Awas sampe ada yang masuk lebih dari 2 orang! Dan kalau masuk, jangan lupa pakai masker!”

Mahesa yang sudah melangkah ingin pergi, terpaksa berbalik karena ada yang lupa, “Oh satu lagi, pastikan badan kalian bersih!”

Setelah mengatakan hal itu, Mahesa pergi dari sana diikuti Ambon yang mengekor di belakang. Takut sesuatu terjadi. Anggota Laxvispa beserta anggota baru Ravengers melongo keheranan, bisa bawel seperti itu. Jo terkekeh, lalu menjelaskan, “Gausah heran gitu sama Esa. Protektif banget dia kalau masalah Qilla.”

“Lo semua sama saja,” cibir Sender.

Alex melirik kepada Lana yang biasa saja, “Lo ga cembokur Lan?”

“Bodoh! Ya enggalah. Qilla juga udah gue anggep adek kali,” sungutnya seraya meninggalkan tempat. Menyusul Mahesa yang entah kemana.

“Yeu sewot aja," gerutu Alex.

Mata Boby menjelajah, “Btw nih ya, gue baru tau kalau disini punya ruang khusus buat orang sakit. Mana lengkap lagi alat-alatnya berasa dirumah sakit beneran.”

“Qilla lemah fisik pada dasarnya ketutup aja sama tingkahnya yang berisik. Belum lagi kalau tingkahnya yang membahayakan diri sendiri dan juga Lana pernah sekarat, terbaring lemah disana. Mereka berdua sejoli anti rumah sakit. Jadi, Mahesa selalu mengusahakan yang terbaik,” ujar Jo menjelaskan.

“Lana pernah ngalamin hal yang sama kayak Qilla?”

“Beda cerita.”

-®©®-

Hal yang paling menyakitkan di dunia adalah saat melihat seorang yang disayang terbaring lemah diatas brangkar dengan terpasang beberapa alat medis ditubuhnya. Dan kalian yang menatap tak bisa melakukan apa-apa selain hanya menunggu.

Terutama Rafy, hanya bisa menggengam jari jemeri Qilla yang lunglai. Mengecupnya sekali-kali berharap terganggu dan bangun dari tidurnya. Rafy menghela nafas kasar, merasa bersalah akan semuanya.

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang