R.A 49

318 33 29
                                    

“Vier kantin yuk!”

Bel istirahat baru saja bergema seantereo sekolah. Mata Pelajaran Kimia membuat gadis mungil kesayangan Rafy ini habis tenaga. Lihat saja, betapa kalapnya Qilla mengajak Viero untuk segera mengisi bahan bakarnya.

“Males,” tolaknya halus.

Ia berdecak, bergelayut manja pada lengan Viero. “Jangan gitu dong. Ayo temenin, Qilla laper,” rajuknya dengan tatapan memelas.

“Mandiri.”

“Vier, apa yang kamu lakukan ke Qilla itu jahat!” Tetap diabaikan. Qilla mendengus sebal dan terus melakukan aksinya. “Ayo dong, Vier! Masa Qilla makan sendiri, ga nikmat tau,” katanya merajuk kembali.

“Temen lo,” dagunya terangkat menunjuk Barshy yang sedang berkumpul makan bersama disana.

“Pengertian dikit dong Vier. Jangan bikin Qilla kena ceramah.”

Dengan sangat berat hati, Viero menutup bukunya. Berdiri dan berjalan mendahului burung Beo yang jika tidak dituruti akan semakin menyebalkan. “Bawel.”

Mengikuti Viero yang mulai keluar kelas dengan bingung, menahan pergelangan tangannya yang langsung dihempas begitu saja dengan cowok itu, “Mau kemana?”

“Kantin.”

Senyumnya terbit begitu merekah, menepuk pipi Viero berulang kali dengan gemas, “Uwu banget deh chairmate Qilla.”

Jangan berpikir mereka akan jalan beriringan. Mengingat Viero yang meninggalkan Qilla jauh dibelakang dan menjadi ekornya. Sedikit susah menyamaratakan langkah panjang milik Viero, mengingat postur tubuh dan kaki Qilla yang jauh dari rata-rata. Tergolong normal, namun bila sudah disandingkan dengan yang lain, ia paling kecil.

Untuk kali ini, dibiarkan Viero yang memesan makanan. Lantaran Qilla pula yang memaksa. Alasannya lelah berjalan. Memang anak itu suka sekali menyusahkan.

Viero kembali datang, membawa nampan yang berisikan satu piring yang di yakini adalah ketoprak, satu mangkuk entah berisikan apa, dan dua air botol mineral. Kebanyakan bersama Viero, ia jadi tahu betapa antinya Viero dengan minuman berasa atau berwarna. Macam es teh saja dia menolak, karena alasannya gula, manis, ga suka.

“Vier suka soto?” Cowok itu mengangguk. Melihat kearah Qilla yang kurang tertarik melihat isi mangkuknya.

“Kalau Qilla suka soto tapi bihun sama kuah soto aja.”

“Hm.”

Mereka berdua kembali menikmati makanannya masing-masing, sebelum akhirnya otak Qilla menuntun bertanya yang tidak-tiadak. “Vier, pernah punya pacar ga?”

Uhuk.

Sumpah. Mulut Qilla tak tahu kondisi. Tak ada angin, atau hujan tiba-tiba menanyakan. Dengan tampang tak tahu menahu bersalah hingga membuat Viero tersedak. Diambilnya air minum tanpa sedikit mengalihkan perhatian dari Qilla. “Kenapa?”

“Pengen tahu aja,” katanya acuh.

“Pernah ga?” desaknya. Benar-benar anak ajaib. Tidak tahu saja itu muka taruh mana. Viero menghela nafas kasar, sebelum akhirnya memilih berdeham pula sebagai jawaban.

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang