R.A 16

746 53 0
                                    

Di hari kedua ini, mereka gunakan untuk mengexplore Semarang. Mulai ke wisata kebun binatang. Tunggu, itu Qilla yang minta. Gadis mungil itu terus merengek tanpa henti. Membuat pusing bagi pendengar ocehannya ini-itu. Sudahlah lewatkan. Setelah menuruti kemauan Qilla, mereka memilih untuk mengisi perut,pergi ke salah satu warung legend di Simpang Lima Semarang. Kemudian untuk penutup di sore hari, mereka menaiki Bukit Sindur untuk melihat cakrawala yang mengecat warna orange dari atas sana.

Selanjutnya, mereka pulang ke Villa untuk sekedar membersihkan diri dan akan dilanjut pukul sepuluh malam, wisata kuliner malam yang begitu legend dan terkenal. Waroeng Semawis yang populer di Semarang atau bisa juga disebut sebagai pasar, karena menyatu dengan makanan-makanan legend lainnya. Baik itu Indonesia maupun Cina.

Mahesa berdiri di ambang pintu yang ingin dikunci, “Udah semua kan?”

“Udah!” pekik Qilla semangat.

Lana merangkul adiknya itu, “Semangat amat, Qil”

“Laper,” ujarnya sambil mengelus-elus perutnya yang sudah berbunyi.

“Naik mobil siapa nih?”

Lagi-lagi Qilla memekik, “Bang Esaa!”

Javi mengernyit, “Masa jeep sih?”

“Biar ngerasain udara malan di Semarang.”

“Mantap, Cuss!”

Ravengers meninggalkan perkarangan Villa. Di bagian pengemudi ada Mahesa serta Lana yang menemani dan anggota yang lainnya berada di buck mobil.

Hari semakin malam. Bintang-bintang bertebaran di langit. Membuat mereka semua terpana dengan keindahan malam. Udara menusuk begitu saja, menembus pakaian mereka tanpa permisi. Kenikmatan ini tidak mereka sia-siakan begitu saja. Berbagai moment mereka abadikan dari setiap lontaran-lontaran tawa dan ringisan kejahilan yang mereka ciptakan.

Qilla patut diberi jempol. Idenya itu memang paling top. Siapa yang mau menandingi gadis itu? Gadis manja dan banyak mau. Walaupun anggota Ravengers kualahan menanggapi setiap permintaan Qilla, mereka tidak pernah merasa menyesal melakukannya.

Biar saja jadi ujian. Kalau kata Mahesa gini, ‘itung-itung belajar buat masa depan gue sama Lana. Soalnya Lana sebelas-duabelas sama Qilla’. Aneh kadang.

Dua puluh menit perjalanan yang mereka tempuh, tidak membuat mereka mengantuk atau masuk angin. Mereka memarkirkan mobil jauh dari tempat tujuan. Alasannya klasik, terlalu macet nanti. Mereka berjalan bergerombol. Sehingga banyak pasang mata yang melihat mereka seperti anak-anak bringas. Bukan Ravengers namanya kalau tidak menepis. Justru mereka membalas tatapan itu dengan senyuman menawan yang terukir dibibir masing-masing. Sehingga beberapa dari mereka ada yang terpana.

Kuliner malam di tempat itu sangat ramai malam ini. Banyak pula makanan yang menggugah lidah mereka. Mereka menghampiri setiap stand yang ada. Terutama untuk Ambon dan Qilla yang pasti akan mangabiskan kocek tak sedikit. Tidak cukup untuk satuan jenis makanan.

Qilla menarik-narik lengan baju Jo “Bang Jo, kesana yukk!” Menunjuk salah satu stand makanan khas Cina yang menarik hidungnya.

“Ayukk!”

Mereka berdua izin memisah demi keinginan Qilla. Kalau tidak diturutin bisa gawat. Itu yang dalam pikirannya. Lagian juga ada Jo yang menjaga. Mereka tak perlu khawatir.

Ambon menatap kedua punggung yang menjauh dari pandangannya, “Tuh anak berdua kenapa klop banget ya?”

“Sirik amat si lu, Mbon,” cibir Mahesa.

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang