R.A 2

1.8K 92 2
                                    

“Hampa itu ketika, dia ada tanpa hati yang mengikuti”
-Asyaqillah Quinsyah Purnama

🌻🌻🌻

Sudah dua hari masuk sekolah, sudah dua hari pula Qilla tidak berchat ria dengan sang pacar. Jangan salah, seorang Qilla yang terkenal dengan polos saja bisa berpacaran. Kena kata-kata manis sedikit langsung cinta. Perempuan. Untuk Qilla, entahlah dia terlalu sangat bersabar bila dipikir-pikir. Bagaimana tidak? Sudah hampir dua bulan ia tak bertemu dengan sang pacar dan dua hari ini, dirinya tak berbalas pesan. Mana ada yang tahan dengan itu?

Cukup. Untuk sekarang cukup memikirkan hal itu, karena sebentar lagi bel istirahat akan berbunyi. Dan dia harus bergegas ke kantin untuk membeli makanan kesukaannya sebelum habis.

KRINGG!!!

Sungguh. Tuhan Maha Mendengarkan. Tetapi guru didepannya itu menyesatkan. Sudah bel masih saja mengoceh tentang materi yang membuat otak Qilla ingin meledak. Sabar Qilla. Sabar.

Sepuluh menit berlalu membuat gadis itu terus mengoceh tanpa henti. Mengucapkan serangkaian sumpah serapah kepada Pak Dadang selaku guru kimia yang Qilla tak sukai. Ya-iyalah tidak suka, Qilla masih waras untuk tidak menyukai om-om macam Pak Dadang itu.

5 menit kembali berlalu,

7 menit

10 menit.

Dan, “Oke. Makasih untuk hari ini anak-anak. Bapak tidak mau mengambil istirahat kalian terlalu banyak. Wassalamualaikum Wr, Wb...”  ujarnya sembari meninggalkan kelas.

“Walaikumsalam Wr, Wb...”  balas anak sekelas serempak kecuali dengan gadis yang sudah ngedumel dari tadi, berharap sang guru mendengar.

Qilla berdecak sebal sembari memasukkan buku-buku ke dalam tasnya, “Apa-apaan Si Dandang Presto. Gatau diri banget udah ngambil 20 menit waktu istirahat!”

Indah, teman sebangkunya menimpali, “Panteslah. Orang dia taunya duduk doang, jadi gatau diri,”
Qilla tertawa setelahnya dan mengajak sohib-sohibnya segera atau dia akan kehabisan makanan yang sudah ia bayangkan sedari tadi,
“WOY! Kantin buruan!”

“Eh curut, tunggu bentar nyatetnya belum selesai,”  ujar Jhera yang masih menulis, sesekali melihat ke papan untuk melanjutkan catatannya.

Qilla tak menggubris Jhera dan beralih ke orang di sebelah Jhera, “Raty ayo buruan!”

“Mau ke kamar mandi dulu. Duluan sana sama Indy.”

Tanpa basa-basi Qilla menarik lengan Indy paksa yang sedang mengobrol dengan ketua kelas, “EH! Astagfirullah, Qilla! Ngapain sih tarik-tarik.”

“Kantin ayukk! Makanan kesukaan Qilla keburu abis nanti!” sahut Qilla dengan nada kesalnya.

“Gue mau ke ruang guru sebentar. Nganter berkas.”

Qilla mendengus dan teriak di depan kelas dengan tak tau malu. Dirinya sudah kesal, punya banyak teman tapi tujuan beda-beda. Heran. “Yaudah, Qilla duluan. Bye, kecebong-kecebong sayang!”

Qilla melangkah menurun tangga dengan tergesa-gesa, bahkan bisa dikatakan lari. Ini demi menyudahi bayangannya yang membuat dirinya menelan ludah.

Setibanya Qilla di depan pintu kantin, Qilla benar-benar lari menuju warung Mang Uya berjualan. Ia tak peduli dengan orang-orang yang melihatnya aneh karena lari di kantin. Pikirannya hanya tertuju dengan ketoprak.

Qilla mengatur nafasnya setelah tiba, “Mang Uya, Ketoprak lontongnya aja, pedes cabe 5. Satu porsi ya?”

“Kumaha atuh ya, Neng? Lontongnya abis.”

Qilla menunjuk lontong yang masih terbungkus di samping piring kosong, “Lah, itu masih ada lontongnya?”

“Udah dibayar, Neng, tapi belum dibuat,” jelas Mang Uya membuat Qilla membuang nafas, “Yahh...yaudah Mang, makasih.”

Ketika hendak berbalik badan, dirinya menabrak dada seseorang. Lantas Qilla mengaduh sakit sambil memegang dahinya, “ADUH!”

“Sakit?” tanya orang itu.

“Nanya lagi,” sahut Qilla kesal diiringi dirinya mendongak ke orang yang ditabrak.

Qilla terlonjak kaget, pasalnya orang yang ia tabrak begitu asing baginya, “Eh, kakak kelas ya?”

Cowok yang ditabrak mengangguk dan membuat Qilla meruntuki dirinya yang tak sopan menyahut dengan nada kesal, “Maaf, Kak!”

Bukannya membalas permohonan maaf Qilla, cowok itu malah bertanya kepada dirinya, “Lo mau ketoprak?”

“Abis,”  jawab Qilla seadanya. Jujur lebih baik. Siapa tau dibeliin makanan lain dan diajak makan bareng kan? Pikirnya.

“Punya gue buat lo aja,” ucapnya sambil menunjuk ketoprak yang lagi dibuat Mang Uya.

oh jadi itu ketoprak si kakak,’ batinnya menyahut.

Qilla tersenyum kecil, “Gak usah, kak!”

“Sama-sama. Gue duluan ya!”  pamitnya diikuti senyum yang tercetak diwajah cowok itu dan meninggalkan Qilla yang masih mematung ditempatnya.

Qilla mendengus, “Lah, Qilla bilang apa disahutnya apa!”

Tunggu. Itu senyum... ASTAGA! itu kakak kelas yang kemarin Qilla tabrak!’ teriak batinnya.










---ʝaҡaʀta, 2018
TBC
selamat mempunyai harapan baru dipenghujung tahun dan terima kasih yang sudah setia💚

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang