R.A 26

589 51 0
                                    

Sudah lebih dari dua jam, semua anggota Ravengers berada di kamar Qilla dengan rusuhnya. Qilla yang awalnya tertidur pulas, lalu di bangunkan dengan cara tak wajar oleh Ambon.

Bagaimana tak wajar, kalau Ambon menggelindingkan tubuh Qilla ke lantai yang sudah di lapisi dengan karpet empuk yang dibawa Ambon dari rumahnya. Mereka berencana untuk menginap.

Mereka teramat khawatir dengan Qilla. Sampai-sampai, Mahesa yang tengah melakukan pekerjaan di Yogyakarta, langsung bergegas pulang. Semua anggota Ravengers meinggalkan tugas mereka demi Qilla dan Qilla bersyukur atas kepemilikan mereka yang hanya untuk dirinya. Sangat.

Terlepas dari itu, kekhawatiran mereka membawa kelupaan. Mereka lupa membawa buah tangan. Lantas, membuat Qilla tertawa sangking konyolnya. Hanya buah tangan, lagian Qilla juga tak nafsu untuk makan saat ini.

Mereka membuat Qilla tak berhenti-hentinya untuk tertawa dan tidak membiarkan Qilla sedikitpun untuk melamun karena mereka tau sebab-akibatnya. Qilla juga tau, mereka sengaja melakukan hal itu dan Qilla bahagia.

Tetapi ada yang kurang, entah apa rasanya tawa Qilla belum puas bila belum bertemu dengan orang yang masuk kehidupnya akhir-akhir ini. Sekedar, ingin melihat saja walaupun ada kemauan tinggi memeluknya untuk meluapkan amarah.

“Ada drama selama ini?!”

Suara bass dengan mata yang mengintimidasi membuat semua terperanjat kaget. Sangat kaget. Hingga Ambon terjungkal dengan gaya tak etis.

“Rafy?!” panggil mereka serempak.

Smirk manisnya keluar, matanya tak lepas dari seseorang yabg sedang bersandar pada penyanggah ranjang, “Hai Quinny!”

“Quinny?!”

Teramat begitu kompak, Rafy berserta yang lainnya menoleh ke suara yang berasal dari belakang Rafy. Ia mendesah kesal, melihat keempat cowok yang ternyata membuntutinya.

Yang tidak lain dan tidak bukan adalah; Odin, Jefta, Varo dan Vian. Mereka menyengir tanpa dosa. Rafy mendengus membiarkan. Lalu, masuk ke kamar Qilla tanpa permisi.

“Raf, ini ga seperti yang lo pikirin,” ujar Adit untuk menjelaskan.

Qilla menunduk takut, “Maaf, Rafy.”

“Kita bisa jelasin,” ujar Mahesa untuk menetralkan keadaan.

“Gue ga butuh penjelasan kalian,” tolak Rafy sembari berjalan menuju Qilla dan duduk di samping Qilla dengan mengusir Ambon yang berada disampingnya tadi.

Tangannya menjulur pada bagian kenyal di wajah Qilla, mencubit kedua pipinya gemas, “Karena lo yang akan menjelaskan semuanya.”

Sontak Qilla memukul tangan Rafy yang berada di pipinya, “Ish! Jangan cubit di pipi kenapa sih?!”

Rafy terkekeh, “Kenapa?”

“Makin tembem nanti!” sungutnya kesal.

“Udah makan?”

“Udah,” jawab Qilla berbohong.

“Kibul!” celetuk Ambon dan mendapat pelototan dari Qilla.

Ambon menjulurkan lidah seraya mengejek dan terus mengadu kepada Rafy, “Belom makan itu anak dari pagi. Malahan gue yang udah dua kali nambah di sini.”

Jo menoyor kepala Ambon dengan kejam, “Tiga bego! Bubur Qilla lo makan tadi!”

“Itu kan berdua sama Qilla. Jadi, ga diitung!” belanya.

Qilla mencibir tak terima, “Qilla makan dua sendok doang, abang!”

“Gue belum selesai ngomong Qilla. Maksudnya, walaupun cuman Qilla makan dua sendok doang tapi Duta juga minta terus dia makan semua. Jadi, ya udah dong ga diitung,” jelas Ambon yang makin ngawur kemana-mana. Seolah mencari sasaran untuk disalahkan.

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang