R.A 33

584 49 0
                                    

21.17 PM.


Bunyi bel yang begitu nyaring, terdengar jelas di kediaman Ravengers. Bertanda ada yang bertamu. Dua belas orang tersebut mengernyit bersamaan, mengheran sekaligus menerka-nerka siapa yang datang. Untuk itu, Daren memeriksa pemidai yang terpasang diluar pintu dari ponselnya. Sangat menyebalkan. Terlihat beberapa orang di layarnya. Kemudian, ia berdiri dan berjalan menjangkau pintu.

Dibukanya pinth lebar-lebar, yang menampakkan wajah-wajah sangar penuh kesuraman.

“Assalamualaikum,” salam mereka serempak dengan kompak.

Daren membalas ramah, “Waalaikumsalam.”

“Yoi, bro!” sapa Alex mendahului dengan bersalaman ala cowok.

“Ngapain?” tanya Daren sarkas.

“Mau main lah!” sahut Odin dengan cengirannya yang konyol.

Daren berdecak. “Yaudah, masuk. Kebetulan lagi ngumpul juga di dalem,” titah Daren mempersilahkan.

Laxvispa masuk dengan rusuh, sembari diikuti oleh Daren dibelakang mereka. Ravengers saling pandang melihat kedatangan Laxvispa. Kemudian berdecak, mendengus dan memaki.

Ambon berkacak pinggang, “Ngapain lo semua?!”

“Ada tamu tuh di sediain minum dulu baru nanya. Mana nanyanya songong banget lagi. Ga sopan,” cerocos Boby tanpa peduli yang langsung duduk di sofa kosong.

“Attitude benerin,” sungut Alex menimpali.

Melempar kaleng bekas kepada Boby dan Alex karena kesal. Menghina kebenaran adalah hal yang dibenci Ambon. “Sya, ambilin air keran buat mereka.”

“Dih medit, pelit, miskin!” maki Jefta.

Bukannya tersinggung, Ambon malah tertawa terpingkal-pingkal. “Iya-iya bercanda. Ambilin minuman paling enak sedunia, Sya,” pinta Ambon tanpa tertuju ke siapa pun.

“Lagi diambil sama Qilla,” sambar Jo mengalihkan. Sebab, tadi Qilla berbisik kepada Jo untuk meminta izin pergi ke dapur.

Boby tersenyum lebar sembari bertepuk tangan kagum. “Emang deh, yang paling baik hati disini tuh dede Qilla yang emesh!”

Lana melotot tak terima, “Oh, jadi gue ga baik?”

Seketika Boby meringsut menciut dengan pelototan tajam milik Lana, “Ga gitu, Lan. Lo tuh baik banget plus  cantik juga!”

Senyum miring tercetak di wajah Mahesa saat melihat ekspresi Boby yang ketakutan dan memakinya, “Mampus, singa gue marah.”

Lana membelak tak percaya dengan penuturan Mahesa. Lantas, menjewer telinga Mahesa yang berada disebelahnya. “Lo nyamain gue sama singa, Mahesa Pradipta Hartawijaya?”

Semuanya tergelak tertawa melihat Mahesa yang tersiksa, sedangkan yang ditertawakan mengaduh kesakitan meminta ampun untuk dilepaskan. “Ga sayang. Itu perumpaan aja kok.”

Qilla yang baru kembali dari dapur, mengernyit bingung mendengar tawa yang menggema. Qilla mencari asal-muasal bahan yang membuat mereka tertawa. Pandangannya terjatuh pada Mahesa dan Lana yang sedang berseteru kecil.

Dan nampak tak peduli, kembali ketempat duduknya yang dihampit oleh Jo dan Paskal. Berbeda dengan Jo yang mengheran kepada Qilla karena tak membawa minuman lebih, “Qilla, mana minumnya?”

“Ini.” Qilla mengangkat minuman kalengnya mengudara.

Jo mendelik dan menoleh pada yang lainnya. Yang juga memperhatikan mereka berdua berinteraksi. “Buat mereka?”

DILIGITIS (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang