Februari 2018
Yudhis memasukkan tiket yang baru saja ia beli ke dalam saku kemejanya. Amanda di sampingnya sedang menerima telepon, sepertinya dari teman sekantornya.
"Iya, aku udah buatin kemarin kok. Ya udah tunggu sebentar, biar aku catat dulu," gadis itu merogoh-rogoh isi tas tangannya. Dikeluarkannya sebuah buku catatan kecil. Ponselnya masih ia tahan dengan bahu dan kepalanya.
"Bentar, aku cari pulpen dulu," ucapnya sembari mencoba mencari tempat alat tulis kecil di dalam tasnya.
Biasanya Amanda memang selalu menyelipkan buku catatan kecil dan alat tulis di dalam tas karena sering mendapat panggilan dari tempat kerjanya saat hari libur. Bagian katering beroperasi setiap hari, namun bagian konsultasi nutrisi beroperasi di hari Senin hingga Jumat, sehingga hari Sabtu dan Minggu, terkadang ada telepon dari bagian katering untuk menanyakan status klien.
Yudhis melihat Amanda sepertinya kesulitan memegangi tas dan sebuah catatan kecil, serta masih mencari sesuatu di dalam tasnya. Belum lagi dengan ponsel yang ia tahan ala kadarnya.
Laki-laki itu berusaha mencari tempat duduk, namun semuanya penuh. Maklum, jika film garapan Marvel Comic itu sedang diputar, penontonnya bisa sangat banyak. Untung saja mereka berdua bisa mendapatkan tiket dengan tempat duduk yang masih terbilang strategis.
Yudhis baru saja hendak membantu Amanda, saat tiba-tiba gadis itu menjatuhkan hampir seluruh isi tasnya tanpa sengaja.
Amanda terburu-buru membereskannya sambil tetap menahan telepon dengan bantuan bahunya.
Yudhis sontak membantu gadis itu mengumpulkan benda-benda kecil yang tercecer. Setelah rapi, ia kembali berdiri dan berusaha mengajak Amanda pergi ke bagian pinggir di dekat tembok saja. Berada di tengah ruangan seperti itu membuat seluruh mata melihat ke arah mereka saat keduanya membereskan barang-barang yang terjatuh tadi.
Baru saja dirinya melangkah, sepatunya terasa menginjak sesuatu yang keras. Yudhis terkejut melihat benda apa yang berada di bawah sepatunya.
Dilihatnya Amanda sudah berjalan ke tepi ruangan sembari masih menelpon dan mencatatat sesuatu. Sepertinya itu adalah pembicaraan yang cukup penting hingga gadis itu tidak menyadari bahwa masih ada satu benda tertinggal yang belum masuk ke dalam tasnya.
Yudhis memungut benda itu. Sebuah gantungan kunci akrilik bertuliskan "worthy of love". Yudhis mengingat dengan jelas saat ia menuliskan frasa itu mungkin dua belas tahun yang lalu. Gantungan kunci itu sudah tidak sebagus saat Yudhis pertama melihatnya dulu. Sekarang, terdapat banyak goresan pada gantungan itu. Terdapat juga sedikit pecahan pada salah satu bagian ujungnya.
Apa selama ini gadis itu selalu membawa gantungan kunci ini? Apa gantungan kunci ini begitu berarti? Apa makna gantungan kunci ini untuknya? Apakah saat melihat gantungan kunci ini, gadis itu juga teringat padanya?
Berbagai pertanyaan muncul dalam benak Yudhis. Ingin sekali ia menjadikan benda itu sebagai bukti bahwa gadis itu tidak bisa move on dari Yudhis, bukan dari orang lain.
Segera disimpannya gantungan kunci itu dalam kantung celananya. Diperhatikannya lagi sekeliling tempat itu, memastikan tidak ada benda milik Amanda yang masih tercecer. Setelah memastikan semuanya, kemudian ia berjalan ke arah Amanda. Gadis itu baru saja mematikan sambungan teleponnya.
"Duh, maaf banget aku jadi bikin rusuh," ucapnya sambari membuka tas tangannya, "Udah masuk semua deh kayaknya," gadis itu bergumam.
Yudhis bersyukur Amanda tidak menyadari gantungan kuncinya sudah jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dazzling Memory
RomanceSeberapa lama Kau bisa bertahan ketika Kau menyukai seseorang? Apakah sehari? Seminggu? Setahun? Sepuluh tahun? Apakah menyukai seseorang begitu sulit sehingga Kau harus menyerah, atau justru begitu menyenangkan hingga Kau tidak dapat berhenti? Apak...