Yudhis baru saja mematikan laptopnya saat ponselnya berdering. Layar ponselnya menunjukkan telepon masuk itu berasal dari Gerald. Dilihatnya jam yang tertera pada ponselnya. Sudah lewat dari jam sepuluh malam, artinya di Bali sudah hampir tengah malam. Ada apa hingga kawannya ini menelepon di waktu seperti ini?
"Halo?" suara Yudhis menyapa Gerald.
"Halo Dhis, aku ganggu ngga?"
"Ngga kok," Yudhis bersandar dan menyamankan posisi duduk di kursinya.
"Lagi ngapain?"
Yudhis terkekeh pelan, "Mau tidur. Mau ikutan?"
Gerald berdecih di ujung sana, "Jangan tidur dulu. Aku mau ngomong,"
"Ngomong apa?"
Gerald terdengar menjeda sesaat, "Ng... aku ngga tahu ini udah basi apa belum. Aku mau nanya soal Amanda,"
Yudhis langsung menegakkan duduknya. Apa lagi ini? Belum hilang rasa bimbangnya karena Lala baru saja pulang ke Indonesia, sekarang ia diingatkan lagi soal Amanda.
Rasa bersalahnya pada gadis itu juga belum hilang. Sejak Lala datang, ia belum sekali pun menemui Amanda. Pesan terakhir yang dikirimkannya untuk gadis itu juga hanya berisikan permintaan maaf dan lagi-lagi meminta Amanda bersabar menunggunya. Tidak ada kejelasan tentang hubungannya dengan Amanda, karena memang ia belum dapat memberikannya.
Yudhis begitu kaget saat Amanda berkata bahwa gadis itu sudah tahu tentang kepulangan Lala yang lebih cepat. Lebih parah lagi, Amanda dan Lala sudah bertemu di Ina-Tower. Tapi Yudhis sendiri justru terus berputar-putar dengan kebimbangannya sendiri.
Sampai sekarang ia belum berani meminta berpisah dari Lala, ia juga ragu apa hubungannya dengan Amanda sebaiknya diteruskan atau tidak.
"Kok tiba-tiba mau ngomongin dia?"
"Putri pernah kesini, dia bilang ketemu kamu sama Amanda di apartemen kamu,"
Yudhis menghembuskan nafasnya, karena Putri ternyata.
Gerald sendiri bukannya tiba-tiba menelepon Yudhis karena baru mengingat pertemuannya dengan Putri. Justru ia menelepon karena sesungguhnya Putri baru saja menghubunginya dan mendesak Gerald supaya segera menghubungi Yudhis. Jika Putri tidak mengingatkannya, sesungguhnya Gerald sudah malas untuk mencampuri urusan Yudhis. Ia malas jika pada akhirnya Yudhis akan tetap keras kepala dan melanjutkan apa yang dianggapnya benar.
"Terus?"
"Katanya kamu ngasih kotak pandora kamu buat dia, sama mau ngasih lukisan besar juga?"
Yudhis terdiam. Untuk apa dijawab? Toh Putri pasti sudah mengatakan semua yang dilihatnya di apartemen Yudhis waktu itu.
"Jadi, sehabis kalian ketemu waktu itu, sekarang kalian gimana? Sering ketemu?"
Yudhis terhenyak mendengar pertanyaan Gerald. Ia pikir sahabatnya itu akan langsung menceramahinya soal bahaya dari tindakan yang sedang dilakukannya. Tapi Gerald justru bertanya santai seakan Yudhis hanya bertemu lagi dengan salah satu teman sekelas mereka dulu.
"Lumayan," Yudhis menjawab singkat. Ia menebak-nebak kemana arah pembicaraan Gerald.
"Apa kabar dia? Terus, sehabis kalian ketemu sekarang, kalian ngobrolin apa aja?"
Yudhis masih terheran-heran dengan pertanyaan Gerald, "Banyak," ia menjawab singkat.
"Soal masa SMA? Soal perasaan kalian juga?"
Sebuah jeda terjadi. Di antara Yudhis dan Gerald sama-sama tidak ada yang melanjutkan kata-kata mereka hingga akhirnya Gerald yang melanjutkan.
"Kamu bilang kamu mau tahu, dulu dia punya perasaan buat kamu atau ngga, kan? Jadi gimana? Sekarang udah tahu jawabannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dazzling Memory
RomanceSeberapa lama Kau bisa bertahan ketika Kau menyukai seseorang? Apakah sehari? Seminggu? Setahun? Sepuluh tahun? Apakah menyukai seseorang begitu sulit sehingga Kau harus menyerah, atau justru begitu menyenangkan hingga Kau tidak dapat berhenti? Apak...