04

28 7 0
                                    

Agustus 2005

Sekolah sudah mulai beberapa minggu. Kegiatan sepulang sekolah banyak diisi oleh klub dan persiapan acara ulang tahun sekolah yang akan digelar pada Bulan Oktober. Riani menjadi salah satu penari untuk acara puncak ulang tahun sekolah dan berlatih hampir setiap hari sepulang sekolah di ruang tari. Beberapa anak kelas sebelas terlihat sibuk di jam sekolah dan pulang sekolah untuk mempersiapkan detail demi detail acara. Siswa yang terlihat paling sibuk tentunya anggota OSIS dan panitia inti acara ulang tahun.

Amanda baru saja menyelesaikan tugas kelompok matematikanya ketika dia berencana menemui Riani di ruang tari. Gadis itu melirik jam tangannya, seharusnya lima belas menit lagi latihannya selesai. Amanda ingin mengembalikan buku biologi Riani yang kemarin sempat ia pinjam.

"Halo Amanda," sebuah suara menyapanya ketika dia menunggu Riani di depan ruang tari.

"Eh, Kak Harry. Sibuk, Kak?" tanyanya.

"Cuma habis ngecek latihan tarinya sih, siapa tahu ada yang diperluin buat tampil nanti,"

"Kakak penanggung jawab bagian tari?"

Harry tertawa mendengar pertanyaan Amanda, "Aku bagian acara sih sebenernya, jadi mastiin kalau semuanya siap buat tampil,"

Amanda ikut tertawa bersama Harry, "Aku kira tadinya Kakak bakalan ikut nari loh. Kata Riani Kakak juga anggota Klub Tari,"

"Lumayan sih, aku aktif di Klub Tari waktu semester awal kelas sepuluh. Tapi sekarang udah sibuk jadi panitia, ya ngga bisa ikutan jadi pengisi acara lagi,"

"Sebenernya aku kaget waktu tahu Kakak juga anggota Klub Tari. Aku ngga pernah lihat Kakak nari waktu SMP," Amanda mengingat-ingat Harry ketika SMP dulu. 

Harry memang siswa yang cukup aktif dalam berbagai kegiatan. Amanda mengetahui jika Harry pernah mengikuti lomba pidato atau beberapa kegiatan olahraga mewakili sekolah, tapi Amanda tidak pernah sekali pun mengetahui Harry pernah mengikuti kegiatan berbau seni.

"Waktu SMP kan guru tarinya galak banget, males jadinya," Harry berkata sambil memasang wajah malas yang terlihat jenaka.

"Hahaha, iya bener. Galak banget memang Kak," Amanda mengiyakan, "Oh, iya ngomong-ngomong soal SMP, aku juga ngga nyangka kalau Kakak ngenalin aku dari SMP Buana waktu MOS* (Masa Orientasi Siswa) kemarin. Aku kan ngga terkenal waktu SMP,"

"Begitu lihat kamu, aku langsung tahu kalau kamu adik kelasku di SMP. Malah aku ngga tahu kalau Riani satu sekolah sama kita juga,"

"Ih, padahal aku sama Riani dulu kemana-mana berdua loh, Kak. Masa ngga pernah lihat Riani sih?" tanya Amanda keheranan.

Harry megingat pertama kali dia melihat Amanda ketika masih SMP. Saat itu Harry tidak tahu siapa nama Amanda, juga berasal dari kelas mana gadis itu. Bahkan Harry sebenarnya baru mengetahui nama Amanda ketika dia menjadi senior pendamping orientasi di kelas Amanda.

"Kamu kalau lewat-lewat kelasku dulu kan ngga pernah bareng Riani,"

"Hah?!" Amanda menyadari sesuatu. Selama ini sesungghnya ia tidak tahu Harry berada di kelas mana ketika di kelas tiga dulu, karena SMP Buana selalu mengacak ulang siswanya setiap pembagian kelas tiap tahun, 

"Jangan bilang Kakak dulu anak 3C," tanya Amanda yang tiba-tiba terlihat panik.

"Iya, kamu ngga tahu kalau aku kelas 3C?" kini Harry yang merasa heran.

Kalau dia anak 3C berarti dia sekelas donk sama kak Yudhis dulu. Pantesan aja dia langsung tahu kalau aku dari SMP Buana, Amanda menyadari kebodohannya.

"Nah, aku mau tanya deh. Dulu itu kamu ngapain sih sering lewat-lewat depan kelas aku?"

Amanda berubah kikuk mendengar pertanyaan Harry, "Ng... ngga ada sih," jawab Amanda sekenanya.

Dazzling MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang