29

23 4 0
                                    

Terpaksa Lala membiarkan Yudhis menungguinya di rumah sakit. Ia bersyukur masih ada Dimas di sini, dengan begitu dirinya tidak harus menghabiskan waktu berdua dengan Yudhis.

Sampai sekarang laki-laki itu hanya mengucapkan kata maaf. Mungkin menurutnya belum tepat jika harus menjelaskan tentang foto dan gambar di apartemennya pada Lala dalam keadaan seperti ini.

Lala pura-pura tertidur, padahal dirinya tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia merasa dirinya menyedihkan. Orang bilang, hidup manusia bisa dengan mudah jatuh ke titik terendah. Ia pikir, ketika menyadari bahwa dirinya bukanlah satu-satunya orang yang ada di hati Yudhis, mimpi-mimpinya sudah berakhir. Ternyata ia lupa bahwa hidupnya masih jauh lebih luas daripada itu.

Sekarang dunianya terasa runtuh. Kecelakaan itu membuatnya terpaksa kehilangan banyak hal. Lihatlah dirinya sekarang. Hanya bisa terbaring tak berdaya pada sebuah ranjang rumah sakit. Ia belum pernah merasakan nyeri sehebat ini. Seluruh tubuhnya sulit digerakkan, bahkan menarik nafas saja bisa membuatnya kesakitan.

Ia tidak bisa berjalan. Kemungkinan berminggu-minggu dirinya harus menggunakan kursi roda. Selanjutnya ia harus menjalani terapi fisik dan juga menggunakan alat bantu untuk berjalan.

Dalam keadaan seperti itu, Lala pasti membutuhkan bantuan orang lain. Ia merasa akan merepotkan siapa saja yang berada dekat dengannya, terutama kedua orang tuanya.

Kadang ia pikir dirinya sekarang sudah berubah menyedihkan. Ia harus menggunakan selang kateter karena tidak mungkin pergi ke kamar mandi. Ia butuh bantuan orang lain hanya untuk membantunya mengubah posisi dari berbaring menjadi bersandar di ranjangnya. Ia juga masih harus membiarkan orang lain menyuapinya karena gerakan tangannya yang terbatas dan rasa sakit di tubuhnya yang terkadang tidak tertahan.

Entah sudah sebanyak apa obat pengilang rasa sakit yang diberikan dokter padanya, tapi tubuhnya masih mengalami nyeri di berbagai sisi. Gadis itu berusaha tidak mengeluh walau kadang rasanya sakit sekali sampai dirinya harus memejamkan mata kuat-kuat demi menahan sakit.

Dilihatnya Dimas yang tertidur di sofa, sementara Yudhis duduk di samping ranjangnya dengan kepala tertunduk. Lala dapat melihat sesekali Yudhis tertidur, namun dengan cepat menegakkan tubuhnya dan kembali menjaga Lala.

Lala bertanya-tanya, apa yang sedang Yudhis lakukan di sini?

Saat kecelakaan itu, Lala sempat berpikir bahwa dirinya akan mati saat itu juga. Gadis itu memejamkan mata erat-erat dan sudah bersiap akan kejadian terburuk yang dapat menimpanya. Pikirannya kosong, yang ia pikir hanyalah, mungkin sedetik kemudian Tuhan akan mengambil nyawanya.

Tapi saat telinganya mendengar dentuman keras yang menyakitkan, ia sadar bahwa dirinya masih hidup. Mobil yang ia tumpangi terasa terbanting dan kakinya terhimpit sesuatu yang berat. Kakinya kebas. Gadis itu berusaha menarik kakinya dari sana tapi tidak berhasil.

Lala duduk di kursi di samping pengemudi. Ia bisa melihat air bag mengembang, tapi dirinya tidak tahu apakah itu membantu mereka atau tidak. Lala justru merasa begitu sesak.

Gadis itu bisa melihat darah mengalir dari dahi pengemudi di sampingnya. Orang itu sudah tidak sadarkan diri. Satu teman Lala di kursi belakang ternyata masih sadar dan sempat menanyakan keadaannya. Lala tidak dapat menjawab, gadis itu hanya bisa menangis ketakutan.

Proses evakuasi terasa berjalan lambat. Lala menangis merasakan sakit di kaki kirinya. Saat dirinya hampir kehilangan kesadaran, seseorang terus berusaha bicara padanya dan meyakinkan Lala bahwa dirinya akan baik-baik saja. Lala tidak tahu siapa orang itu, yang masih bisa diingatnya adalah, Lala meminta orang itu menghubungi orang tuanya.

Di antara batas sadarnya, Lala mengingat orang tuanya. Ia mengingat ayahnya yang sering melarangnya meliput ke luar kota atau melakukan liputan ke tempat bencana. Lala tahu, ayahnya hanya ingin putrinya terhindar dari bahaya. 

Dazzling MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang