27

15 4 0
                                    

Terdengar bunyi ketukan bertubi-tubi di pintu apartemen Yudhis. Laki-laki itu melihat jam yang tertera di meja kerjanya, masih jam setengah tujuh pagi. Yudhis bisa menebak siapa yang datang sepagi ini dan mengetuk pintu apartemennya dangan tidak sabaran seperti itu.

Benar saja. Ketika Yudhis membuka pintu apartemennya, Dimas sudah berdiri dengan wajah masam. Yudhis tahu, tadi malam Lala pasti mendatangi kontrakan Dimas setelah pergi meninggalkan apartemennya.

"Masuk Dim," ujar Yudhis santai, seolah-olah kedatangan Dimas pagi ini bukanlah sesuatu yang janggal.

Dimas mengikuti langkah Yudhis yang membawanya ke meja makan. Diperhatikannya Yudhis yang sudah rapi dengan setelan kemeja dan celana panjangnya. Tidak ada raut wajah bersalah dari laki-laki di depannya. Padahal Dimas yakin bahwa Yudhis pasti sudah tahu alasan Dimas kemari. Wajah Yudhis terlalu tenang untuk menghadapinya.

"Duduk dulu," Yudhis berdiri di depan coffee maker miliknya dan memberi kode supaya Dimas duduk dan menunggunya di kursi meja makan.

Dimas menuruti dan mendudukkan dirinya di kursi yang menghadap ke arah Yudhis.

"Mau kopi?" tanya Yudhis. Tangannya mengoperasikan coffee maker dengan terampil.

Dimas hanya diam dan menunggu hingga Yudhis ikut bergabung dengannya di meja makan. Suasana canggung menggantung di antara mereka.

Yudhis mendatangi meja makan dengan dua cangkir kopi. Satu cangkir diletakkan di depan Dimas, sementara ia menyeruput kopi miliknya setelah ia menempatkan diri di kursi meja makan.

"Lala dateng ke tempat gue semalem," ucap Dimas tanpa memperdulikan kopi yang diberikan Yudhis.

Laki-laki di depannya masih terdiam sambil tetap menyeruput kopi miliknya yang masih panas. Dimas tahu Yudhis tidak ingin menanggapi kata-katanya.

Dimas memang belum pernah menghadapi Yudhis yang memilih diam ketika laki-laki itu memang tidak ingin bicara. Biasanya ini terjadi jika Yudhis dan Lala sedang bertengkar dan akhirnya membuat Lala mengomeli Yudhis yang hanya menanggapinya dengan diam atau mengerjakan hal lain. Kali ini terpaksa Dimas harus menghadapi sendiri sikap diam Yudhis.

"Dia bilang dia lihat foto kamu sama perempuan lain,"

Dilihatnya Yudhis yang masih memandanginya dengan tenang. Tidak ada gunanya ia menunggu Yudhis menjawabnya. Sebaiknya ia saja yang melanjutkan kata-katanya.

"Jadi kamu punya hubungan sama perempuan lain di belakang dia?"

Masih tidak ada jawaban dari Yudhis. Laki-laki itu hanya tetap memandangi Dimas dengan tenang, seakan-akan jika Dimas meninjunya sekarang pun Yudhis tidak akan melawan.

"Jadi, siapa perempuan ini? Kalau lo ngaku sekarang, gue bakalan bantu lo ngejelasin ke Lala," Dimas masih memberinya kesempatan untuk menjelaskan segala sesuatu yang sedang terjadi.

Tapi lagi-lagi Yudhis hanya diam. Laki-laki itu lebih memilih menyeruput lagi kopinya dibanding menjawab pertanyaan Dimas. Tentu saja hal ini membuat Dimas gerah akan sikap diam Yudhis.

"Oke, kalau lo ngga mau jawab, gue anggap lo mengiyakan kalau lo emang selingkuh dari Lala!" telunjuk Dimas menunjuk-nunjuk wajah Yudhis dengan emosi, "Jadi siapa? Adik kelas lo waktu SMA? Orang yang bikin lo terus mikirin dia sampai bertahun-tahun? Orang yang lo bilang lo benci padahal sebenernya lo masih sayang sama dia?!"

Yudhis bisa melihat bagaimana Dimas sudah tidak bisa menahan emosinya. Jelas saja Dimas bereaksi seperti itu. Yudhis sudah menyakiti seseorang yang begitu disayangi Dimas. Yudhis membuat gadis itu menangis. Pasti semalam Dimaslah yang menunggui Lala hingga gadis itu selesai menangis.

Dazzling MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang