23

11 5 0
                                    



Putri mendatangi restoran milik Gerald. Beberapa hari sudah berlalu sejak pertemuannya dengan Amanda dan Yudhis di Jakarta. Siang ini ia baru saja sampai lagi di Bali. Satu-satunya hal yang ingin dilakukannya hanya menemui Gerald untuk menceritakan tentang kekesalannya pada Yudhis.

"Sebentar ya, masih ada yang mau aku kerjain di belakang. Kamu pesen makan dulu aja, nanti aku samperin lagi kalau urusanku udah beres," laki-laki itu nampaknya memang masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan karena ia menemui Putri dengan terburu-buru.

Putri kemudian hanya memesan minuman sembari menunggu Gerald datang kembali. Hari masih sore, sebentar lagi matahari terbenam namun ia belum terlalu lapar. Lagipula gadis itu memilih untuk makan setelah berbicara dengan Gerald saja nanti.

Gerald datang kembali tak lama kemudian, bahkan laki-laki itu sengaja membawakan es jeruk pesanan Putri sekalian.

"Maaf ya, aku barusan masih harus ngecek ulang orderan bahan baku yang bakalan dateng besok,"

Putri mengangguk mengerti. Memang biasanya sore begini Gerald akan mengecek ulang orderan untuk suplier bahan baku supaya besok tidak ada bahan yang kurang atau justru berlebih.

"Oke, Putri Wulan, ada acara apa nih tahu-tahu pingin ngobrol?" tanya Gerald setelah menyesap kopi yang tadi juga dibawanya.

Bukannya ia tidak dekat dengan Putri sekarang, tapi memang jarang sekali mereka bicara berdua seperti ini. Walaupun Gerald sudah mengenal Putri sejak kecil karena Putri adalah adik dari Bintang, sahabatnya dan Yudhis sejak masih belum sekolah, namun biasanya mereka juga mengobrol bersama Yudhis atau juga Bintang. Jadi rasanya aneh saja ketika Putri menghubunginya dan mengatakan ingin mengobrol berdua.

"Kak Yudhis pernah bilang kalau dia udah ketemu sama Amanda?" tanya Putri tanpa tedeng aling-aling.

Gerald mengernyit. Ia ingat hampir sebulan lalu Yudhis pernah menelponnya dan mengatakan bahwa sahabatnya itu sudah bertemu lagi dengan Amanda. Tapi setelah itu Gerald tidak pernah mendengar kabar lagi dari Yudhis. Ia pun terlalu sibuk dengan restorannya hingga tidak pernah menghubungi Yudhis juga.

"Pernah. Dia pernah nelpon, katanya ketemu si Harry Potter di kantor. Sampai dia ajak ngobrol malah,"

Putri berdecih tidak suka, "Bukan cuma diajak ngobrol. Diajak ke apartemen juga," ucapnya dengan nada tidak suka.

"Ke apartemen?" Gerald mengulang, seperti takut salah dengar akan apa yang diucapkan Putri tadi.

"Aku baru pulang dari Jakarta. Hari Sabtu lalu Kak Yudhis minta aku mampir ke apartemennya dan ngebawain lukisan besar yang paling di benci. Inget kan lukisan yang dulu dia lukis buat Amanda? Yang dia taruh di gudang bertahun-tahun, terus dia marah banget waktu lukisan itu ditemuin Risa dan dipajang di depan kamar Risa,"

Tanpa dijelaskan panjang lebar pun Gerald masih ingat lukisan besar yang khusus dibuatkan Yudhis untuk Amanda itu.

"Dia minta kamu bawain lukisan itu?" Gerald bertanya heran. Lukisan yang hampir dia bakar itu, bagaimana mungkin sekarang justru dimintanya untuk dibawakan ke Jakarta. Untuk apa?

"Iya. Dia tahu-tahu nelpon, nanya kapan aku ke Jakarta. Aku jawab Jumat kemarin sampai hari ini ada di Jakarta. Terus dia minta kalau aku ke Jakarta, lukisannya tolong dibawa,"

"Itu kan gede banget, gimana bawanya?" Gerald tidak membayangkan Putri seorang diri membawa lukisan itu. Jalan satu-satunya supaya lebih mudah membawanya adalah membongkar pigura dan menggulung lukisan itu, tapi cara itu akan membuat lukisan Yudhis mudah rusak.

Dazzling MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang