10

21 6 0
                                    


Tepat setelah rentetan acara ulang tahun sekolah usai, siswa anggota Klub Seni Rupa membereskan lukisan-lukisan yang sudah mereka pajang beberapa hari belakangan. Sebagian besar siswa membawa hasil karya mereka pulang, beberapa lainnya tetap menyimpan lukisan di ruang seni rupa, bersama dengan lukisan dari anggota tahun-tahun sebelumnya.

Yudhis, Gerald dan Putri juga membawa lukisan mereka pulang malam itu. Kali ini mereka meminta Bintang, Kakak Putri yang juga sepupu Yudhis untuk menolong mereka membawa lukisan-lukisan itu pulang dengan sebuah mobil. Walau begitu, Yudhis dan Gerald memilih untuk tetap pulang dengan motor mereka masing-masing karena tidak memungkinkan untuk mereka masuk ke dalam mobil, sementara ada satu lukisan Yudhis yang memiliki ukuran hampir tiga kali lipat lukisan lainnya dan menghabiskan banyak tempat di dalam mobil.

Yudhis sampai di rumah lebih dahulu, disusul oleh mobil Bintang beberapa saat kemudian. Diturunkannya tiga buah lukisan kecil dan satu lukisan besarnya. Risa adiknya, menghambur keluar rumah ketika mengetahui Yudhis sudah pulang dengan membawa serta hasil karyanya. 

Gadis itu sangat mengagumi bakat Yudhis dan selalu ingin melihat lukisan terbaru milik kakaknya. Tapi sepertinya malam itu, Risa menangkap gelagat lain dari Yudhis. Hari ini kakaknya tidak memasuki rumah dengan riang seperti yang setiap kali ia lakukan ketika membawa sebuah lukisan pulang.

"Kakak, lukisannya udah dateng? Aku mau lihat donk," gadis itu langsung mengamit tiga buah lukisan Yudhis yang masih disandarkan pada salah satu tembok di teras.

Semua lukisan Yudhis masih ditutupi kain atau kertas untuk menjaga lukisannya tetap bersih ketika sampai di rumah. Risa dengan riang membawa ketiga lukisan itu ke dalam rumah dan membukanya satu per satu. Yudhis sendiri berusaha membawa lukisan besarnya ke dalam rumah dengan ekspresi wajah yang tidak bisa ditebak. Entah mengapa Yudhis merasa kesal melihat lukisan besarnya dan tidak ingin melihatnya lagi.

Seperti biasa, Risa langsung mengagumi satu per satu hasil karya sang kakak. Dirinya kemudian memilih-milih kira-kira lukisan mana yang bisa ia minta untuk dipajang di kamarnya. Mungkin lukisan yang menggambarkan dua orang anak kecil berlarian di tengan taman bunga akan cukup bagus jika diletakkan di samping tempat tidurnya.

Gadis kecil itu mengambil lukisan yang dipilihnya dan berniat untuk menunjukkannya pada Yudhis. Saat itu Yudhis berjalan melewati ruang tengah sambil masih membawa lukisannya menuju bagian belakang rumah.

"Kak, yang itu mau dibawa kemana?" Risa menegur kakaknya.

"Gudang," jawab Yudhis datar.

Alis Risa bertaut, menunjukkan kebingungannya.

"Kok ditaruh di gudang? Aku belum lihat lukisannya loh, Kak," gadis kecil itu berlari mendekati Yudhis, berusaha menghalangi Yudhis melangkah ke gudang di bagian belakang rumah mereka.

"Lukisannya ngga bagus. Ngga usah dilihat," satu tangan Yudhis mencoba menyingkirkan tubuh adiknya, sementara tangan satunya menyeret lukisan besar itu.

"Ih, Kakak kan udah janji mau ngasih lihat aku lukisan besar yang Kakak buat," Risa mengerucutkan bibirnya, "Buka dulu donk biar aku bisa lihat," rengeknya.

Yudhis terlihat menahan kekesalannya, "Ribet. Biar kakak taruh di gudang aja."

Risa menarik kertas penutup lukisan itu hingga robek. Memaksa supaya lukisan di tangan kakaknya terbuka.

"Bagus," ucapnya kagum melihat sebagian kecil lukisan yang sudah terbuka, "Ayo Kak buka," rengeknya lebih memaksa.

Tanpa sadar Yudhis mendorong tubuh kecil Risa. Suara yang keluar dari mulutnya terdengar membentak, "Udah kakak bilang ngga usah dilihat ya ngga usah dilihat!"

Dazzling MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang