Gina melihat Amanda menghabiskan makan malamnya tanpa selera.
Sudah berhari-hari berlalu sejak Yudhis meninggalkan Amanda di tengah malam itu. Beberapa hari belakangan, Amanda terlihat sudah lebih baik dan tidak selalu murung, tapi mengapa hari ini Amanda seperti kehilangan semangat lagi?
"Makanan lo keburu dingin kalau lo makan sambil ngelamun," tegur Gina. Gadis itu membuka lemari es dan mengambil sebotol yogurt dari sana.
Amanda justru menyingkirkan makan malamnya. Ia sudah sama sekali tak berselera.
"Kok malah ngga dihabisin?" tanya Gina sembari duduk di hadapan Amanda.
"Udah kenyang," ucapnya sambil menghabiskan air putih dalam gelasnya.
"Ada masalah lagi?" kali ini Gina bertanya sembari meminum yogurt yang baru diambilnya.
"Tadi aku ketemu Kak Yudhis di Ina-Tower,"
Gina meneguk lagi yogurtnya, "Terus?"
"Dia ngga mau lihat aku. Dia tahu aku di sana, tapi dia lewat gitu aja," Gina bisa melihat sebuah kesedihan saat Amanda mengucapkan hal itu.
"Terus? Kamu kejar?"
Amanda menggeleng, "Lihat dia kayak gitu, aku udah ngga kepikiran buat ngejar. Aku cuma bisa lihat dia terus jalan dan ngga noleh sama sekali,"
"Sabar ya," Gina tidak tahu harus bereaksi seperti apa kecuali menguatkan Amanda. Pasti sakit sekali tiba-tiba diperlakukan seperti itu oleh Yudhis.
"Yah, dari situ aku jadi mikir sih. Mungkin antara aku sama dia memang udah ngga ada apa-apa lagi. Dia laki-laki yang udah punya pacar dan aku cuma seseorang yang datang di antara mereka. Pada akhirnya aku harus keluar dari sana,"
Gina memperhatikan Amanda lekat-lekat, tidak percaya bahwa Amanda akan mengatakan hal seperti itu. Ia pikir Amanda akan bertahan menunggu Yudhis mati-matian. Tapi sekarang, apa gadis itu sudah menyerah?
"Sekarang aku sadar, selama ini aku ngga pernah kenal dia. Yang aku kenal cuma citra tentang dia yang aku ciptain sendiri. Dia yang sempurna berdasarkan versi aku sendiri. Mungkin itu yang bikin aku ngga pernah menemukan seseorang yang tepat buatku, karena aku selalu membandingkan orang itu sama dia. Tanpa sadar aku menciptakan sosok sempurna yang ngga akan ada dalam diri orang lain, bahkan diri Yudhis sendiri,"
Amanda tertawa pahit dan melanjutkan ucapannya, "Sekarang setelah aku lihat dia secara langsung, setelah aku kenal dia lebih dekat, ternyata dia tetap manusia biasa. Dia orang yang bisa bikin kesalahan, dia bisa mencintai orang lain karena dia ngga pernah tahu keberadaanku, dan dia juga bisa bikin aku sakit hati,"
Gina terdiam. Begitu pula dengan Amanda yang hanya memainkan gelas kosongnya di atas meja.
"Terus, sekarang apa yang bakal lo lakuin?" tanya Gina akhirnya.
"Ya menerima kenyataan. Apa lagi? Aku memang ngga tahu apa yang bikin dia ngga mau lihat aku, tapi berlarut-larut mempertanyakan hal itu cuma menguras energiku. Aku juga punya kehidupan sendiri yang bakalan terus berjalan, ada atau tanpa dia,"
Kali ini Gina tersenyum. Pada akhirnya Amanda bisa berpikir lebih jernih.
"Dia bener, hubungan kami ngga bisa di bawa ke masa sekarang. Semuanya udah terlambat karena dulu kami sama-sama ngga mau jujur sama perasaan masing-masing. Mungkin kami pernah merasa bisa nebus waktu yang hilang, tapi ternyata aku dan dia cuma mikirin kesenangan sendiri tanpa peduli perasaan orang lain,"
Amanda menghela nafasnya dalam-dalam, "Yah, mungkin dia sadar lebih dulu kalau apa yang kami lakuin ini salah. Mungkin itu yang bikin dia akhirnya pergi,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dazzling Memory
RomanceSeberapa lama Kau bisa bertahan ketika Kau menyukai seseorang? Apakah sehari? Seminggu? Setahun? Sepuluh tahun? Apakah menyukai seseorang begitu sulit sehingga Kau harus menyerah, atau justru begitu menyenangkan hingga Kau tidak dapat berhenti? Apak...