03. fajar, siang itu

1K 143 17
                                    

Fajar itu dingin, Senja itu panas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fajar itu dingin, Senja itu panas.
Fajar itu introvert, Senja itu ekstrovert.
Fajar itu diam, Senja itu pecicilan.
Fajar itu sedikit bicara, Senja itu banyak bicara.

Begitulah garis takdir, membawa mereka selayaknya minyak dan air yang tidak bisa bersatu, namun bisa saling melengkapi dan berdampingan.
Hampir 17 tahun mereka bersama, bersahabat sejak masih menjadi embrio. Dimana ada Fajar, disitu ada Senja. Bisa dibilang Fajar itu ❝pawangnya Senja Ningtyas❞, begitu juga sebaliknya.

Pukul 10 pagi, bel istirahat berteriak nyaring —membangunkan para pemimpi yang sejak pelajaran dimulai sudah berada pada alam bawah sadar mereka. Para guru dengan segera menyudahi pelajaran mereka, membuat keadaan kelas menjadi hidup kembali.

"BANGUN WOY BANGUNNN" Teriak Mika di depan kelas dengan lantang.

"BERISIKKK" Teriak seisi kelas tak kalah keras —mereka baru tersadar dari alam mimpinya. Mika hanya terkekeh, lalu menghampiri Binar.

"Bin, kantin kuy" Ia mencolek bahu Binar yang masih enggan membuka mata.

"Berisik ah, Mik. Sana lu pergi sendiri" Usir Binar mendorong tubuh Mika dengan tangannya yang tidak ia pakai sebagai tumpuan kepala.

"Ih kok gitu, bareng lah beb" Canda Mika yang kali ini menusuk - nusuk pipi Binar dengan jarinya.

"MIKA RESEEEE!" Amuk Binar.

"BINAR BERISIKKK" Omel Senja yang tengah merapikan tatanan rambutnya yang berantakan karena tertidur.

"BODO" Sahut Binar, dirinya kini sudah terjaga sepenuhnya dan siap untuk menyerang Mika.

"Nja, udah yuk" Suara dingin seseorang membuat Senja menoleh, lalu mengangguk. Fajar yang sudah pusing dengan pertengkaran tak berujung dari teman - temannya memilih keluar duluan, bersama Senja tentunya.

"Mau jajan apa, Jun?" Alih - alih menyebut 'Jar' sebagai kata terakhir Fajar untuk panggilannya, Senja lebih menyukai kata 'Renjun' untuk memanggil Fajar.

"Fajar ih, bukan Renjun" Fajar mendengus —baginya, nama Renjun terlalu kekanakan untuk seorang anak SMA. Jadinya ia mengubah panggilannya menjadi Fajar.

"Suka - suka lah. IH, mau jajan apa?" Senja merengut kesal, Fajar terkekeh kecil.

"Batagor kayaknya enak" Fajar mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin.

"Wih, aku juga mikir mau batagor. Dasar plagiat" Cibir Senja.

"Kamu kali yang selalu ngikutin aku dari kecil" Cibir Fajar balik, mengacak rambut Senja asal, membuat sang empunya melirikan tatapan tajam.

"Dih, emang selera makanan kita selalu sama" Kata Senja —mendengus, lalu berlalu meninggalkan Fajar yang terkekeh sambil merapikan kembali rambutnya yang berantakan.

sajak tanpa suara✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang