Jauh sebelum Moona merasakan pagelaran patah hati ; ada seseorang yang merasakannya lebih dulu. Ketika ratu sudah tumbang, maka sebelumnya pangeran lebih dulu gugur. Atau merasa gugur.
Tepatnya ketika game selesai, lalu prom king and queen diumumkan —ada beberapa orang yang menghilang dari pandangan. Salah satunya Hawa.
Tentu saja Kasa panik mencarinya. Dikelilinginya ruangan besar tersebut, berusaha menyalip kerumunan orang, menelfon Hawa —namun, hasilnya nihil. Hawa tetap tidak ada.
Maka jalan satu - satunya adalah Hawa pasti keluar ruangan.
Pertama - tama ia mencari ke sisi kanan dan kiri ruangan paling dekat dengan auditorium —tetap tidak ada.
Kasa pun melangkahkan kakinya kearah kantin, aula, bahkan hingga ke parkiran —tetap tidak ada.
Netranya memandang cemas serta awas ke setiap penjuru koridor sekolah, kakinya melangkah cepat, tangannya digunakan untuk menyanggah ponsel bermerk apple tergigit di telinganya —berusaha menghubungi gadis itu.
Hingga langkahnya terhenti melihat dua siluet laki - laki dan perempuan di dekat ruang OSIS. Mereka saling berhadapan —dengan sang adam menggenggam tangan sang gadis.
"Shit," Umpatnya.
Ia menggeram, tangannya tanpa sadar mengepal. Dilangkahkan kakinya perlahan, penuh kehati - hatian serta tubuh yang merapat ke tembok agar tidak kelihatan.
Dirinya berhenti di salah satu rak buku tinggi —yang sudah tidak terpakai. Tubuhnya menempel dibaliknya.
"Wa, boleh kan gua suka sama lu?" Itu kalimat pertama yang Kasa tangkap. Cukup membuatnya melontar berbagai umpatan walaupun di dalam hati.
Hawa masih terdiam, memandang tidak percaya.
"Gua tau gua baru deket sama lu beberapa minggu ini, tapi gua bisa mastiin kalo gua beneran suka sama lu,"
"Dan lu adalah orang pertama yang gua suka sejak gua kelas 7 SMP. Sejak itu gua belum pernah merasa se - tertarik ini sama orang."
"Kal, tapi aku—"
"—gua tau lu gabisa, Wa."
"Kal.." Hawa memanggil lirih, suaranya serak. Kasa tahu, Hawa sedang menahan tangis.
"Kasa kan? Gua tau dan gua sadar. Dia yang duluan deket sama lu, dia yang ada sebelum gua. Dan gua cukup sadar diri buat dibandingin sama Kasa yang jelas - jelas—"
"—HAEKAL!" Hawa berteriak parau.
"Aku gak mandang seseorang dari paras atau tampangnya. Ini bukan masalah siapa yang duluan deketin. Tapi aku gak bisa!" Lanjutnya lagi. Kasa bisa mendengar Hawa mulai menangis.
Kasa tidak bisa mendengarnya. Rasanya ia ingin keluar dari persembunyiannya dan memeluk Hawa saat itu juga.
"Wa, maaf kalo pengakuan gua malam ini bikin hati lu bimbang, sakit, atau ngerasa bersalah. Tapi sumpah —gua gak bisa nahan lagi buat gak nyatain perasaan gua,"
KAMU SEDANG MEMBACA
sajak tanpa suara✔
Fanfiction➖ jika diam adalah cara terbaik. maka inilah, sajak tanpa suara. saya berikan kepada kamu, sang pemilik sajak ➖ dari saya, sang pemilik suara. complete © luckyyoungg, 2019. cr pict; pinterest.