Pantaskah gue iri sama hal yang seharusnya menjadi hak gue?
-AuroraF-
__ __ __
Tok! Tok! Tok!
Aurora membuka pintu kamarnya dan mendapati Bi Sumi yang sedang tersenyum hangat ke arahnya.
"Kenapa Bi?"
"Itu ada neng Bianca dibawah."
"Yaudah bikinin minum dulu ya, Rora mau nyisir rambut."
Bi Sumi mengangguk singkat lalu berjalan menuju dapur dan membuatkan Bianca segelas es teh manis.
Tak lama, Aurora pun turun menghampiri sahabatnya itu.
"Hai!" Sapa Aurora semangat.
"Hai!" Balas Bianca.
"Gimana? Jadi?"
"Jadi dong Ra!"
"Oke, ayo ke kamar."
"Kamar lo udah rapi belum?" Gurau Bianca.
"Udah dong."
Bianca meraih ransel besar yang ada disampingnya lalu naik keatas menuju kamar besar Aurora.
"Btw, lo berapa hari nginep?" Tanya Aurora setelah mempersilahkan Bianca untuk masuk dan berbaring diatas kasur empuknya.
"Orang tua gue ke Bandung dua hari, jadi gue nginep dua hari juga disini. Boleh ya?"
"Oo, boleh atuh. Apa yang gak boleh buat sahabat gue?"
"Hahaha! Bisa aja lo."
"Yaudah gue mau naruh ramsel lo dulu dilemari," kata Aurora.
Bianca bergumam pelan. Ia mengarahkan pandangannya keseluruh sudut kamar besar milik Aurora.
Kamar yang sudah tidak asing baginya, hanya saja ada beberapa hiasan kecil yang menempel didinding.
Dulu, Bianca sangat sering menginap disini karena orang tuanya selalu keluar kota untuk urusan bisnis, ditambah lagi dengan pembantunya yang selalu pulang kerumahya saat malam tiba. Dalam keadaan seperti itu, Bianca tidak ingin tidur dirumah sendirian, gadis itu penakut.
Bianca berjalan kearah meja belajar milik Aurora. Dengan santai, ia menghidupkan layar laptop milik Aurora dan mendengarkan lagu dari sana.
"Ini foto lo sama Aries pas kapan?" Tanya Bianca saat ia tak sengaja melihat sebuah bingkai foto terpajang dengan indah disisi meja belajar Aurora.
Aurora berjalan menuju Bianca. "Oh, itu pas gue ketaman bareng dia. Gak lama sih."
"Oh gitu," jawab Bianca datar.
"Yoi."
"Tante Lucia mana Ra?"
"Mama udah berangkat kerja dari tadi pagi. Mungkin bentar lagi pulang buat makan."
Bianca mengangguk tanda mengerti. "Gue ngantuk, mau tidur."
"Yee, tidur mulu lo kebo!"
__ __ __
"Cieee!!! Pacaran mulu lo Ra!!" Ledek Bianca kala ia memergoki Aurora sedang telponan dengan Aries.
"Apaan sih lo," jawab Aurora menahan malu.
"Yaelah! Gak usah sok malu gitu deh!!"
"Ihhh, nyebelin lo!" Aurora memukul lengan Bianca sekilas membuat gadis itu mengaduh kesakitan.
Tok! Tok! Tok!
Bianca dan Aurora mengalihkan pandangannya kearah pintu. Terlihat disana seorang wanita cantik sedang berjalan menuju mereka.
"Hai tante! Apa kabar?" Tanya Bianca ramah seraya menyalimi Lucia.
"Kabar baik sayang, kamu gimana?"
"Baik tante," jawab Bianca tak melepas pelukannya kepada Lucia.
Aurora tersenyum kearah dua wanita yang sedang melepas rindu itu. Lucia menatapnya sekilas lalu kembali menatap Bianca.
"Udah makan mah? Bibi masak sup jagung," kata Aurora dengan senyuman manisnya.
"Hm." Jawab Lucia singkat.
"Kamu kok tumben main kesini Bian?" Tanya Lucia.
"Iya tante, tugas Bian banyak banget. Mama sama papa juga gak ada dirumah jadi Bian kesini"
"Ooo, berati kamu nginep dong?"
"Iya dong tante!"
"Wah seru tuh!"
"Hahahaha!"
Aurora terus menatap kedua wanita cantik itu. Iri. Itu yang ia rasakan. Entah sudah berapa lama ia tidak diperlalukan semanis itu. Aurora tersenyum kecut.
"Kamu udah bawa baju Bian?" Tanya Lucia lagi.
"Cuma beberapa aja tante, nanti Bian minjem di Aurora."
"Eh, gak usah minjem, tante beliin aja gimana? Sekalian kita shooping!" Ajak Lucia semangat.
Kapan mama memperlakukan Rora kayak gitu mah?
"Wah boleh tuh tante!"
"Yaudah ayo ke mobil."
"Iya tan. Aurora, gue pergi dulu ya? Nanti gue bawain oleh-oleh deh."
"Sip," kata Aurora singkat berusaha menahan rasa sesak didadanya.
Lucia dan Bianca berjalan beriringan menuju halaman rumah dan pergi menyusuri jalanan yang panas itu.
Air mata membendung dikelopak mata Aurora. Pikirannya berkecamuk, apa yang Bianca rasakan tidak pernah ia rasakan. Apa yang Lucia lakukan kepad Bianca tidak pernah ia lakukan kepada Aurora.
Air mata gadis itu mulai mengalir pelan hingga terjatuh ke lantai. Diraihnya ponsel pipih berwarna hitam diatas tempat tidurnya dan ia menyalakannya.
Sambungan telponnya dengan Aries masih tersambung. Aries pasti mendengar semuanya.
Dengan tangan bergetar, Aurora menempelkan benda pipoh itu ditelinganya.
"Aries?" Panggil Aurora pelan, takut Aries mendengar isakannya.
"Aku kesana sekarang."
Tutt, tutt, tutt.
Aries mematikan sambungan teleponnya sepihak. Tangis Aurora semakin pecah, isakan keras mulai terdengar dari bibir manisnya.
Gadis itu menyenderkan punggungnya disamping tempat tidur besar itu, menunggu rencana Tuhan selanjutnya.
__ __ __
"Permisi non, ada yang nyariin," Teriak Bi Sumi didepan pintu.
Wanita paruh baya itu tahu betul keadaan Aurora saat ini. Secara, Bi Sumi sudah 10 tahun bekerja disini.
Aurora menghapus air matanya dengan cepat dan berjalan membukakan pintu untuk Bi Sumi.
"Siapa Bi?" Tanya Aurora berusaha tersenyum.
"Aries non."
"Suruh tungguin Bi."
"Baik non."
Aurora kembali masuk kedalam kamarnya. Meraih ponsel miliknya dan mengikat rambut yang sebelumnya terurai itu.
Dengan cepat, ia turun dan menghampiri Aries yang tengah duduk diatas sofa.
Aries menatap gadis itu lekat-lekat. Matanya sembab akibat menangis tadi. Air mata yang belum mengering juga masih membasahi pipi gadisnya itu.
"Ikut aku," kata Aries singkat. Ia menarik tangan Aurora dengan lembut, membawanya kemotor besar miliknya dan mengajaknya kesebuah tempat.
_______________________________________
What do u think about our story?
-tc❤
KAMU SEDANG MEMBACA
AR
Ficção AdolescenteSekecil apapun kebohongan yang kau rahasiakan, suatu saat nanti akan menjadi sebuah kenyataan terburuk yang pernah ia terima. Lalu bagaimana dengan rahasia Aries dan Rigel? Tidak lupa dengan ketiga sahabat Aurora. Bagaimana jika semua terungkap? Sia...