Aries membawa Aurora kesebuah taman. Tempat di mana mereka memulai sebuah cinta.
Aurora menunduk menahan air matanya yang sudah siap untuk keluar. Mereka duduk disebuah bangku taman berwarna putih itu.
Aries menatap lurus kearah orang-orang yang berlalu-lalang didepannya sedangkan Aurora masih menunduk.
"Cerita," kata Aries datar seakan tidak menerima penolakan.
Aurora masih diam tak bergeming, ia takut jika ia bercerita sedikit saja, maka ia akan terlihat lemah.
"Ungkapin apa yang kamu rasain sekarang. Aku mau denger," kata Aries lagi.
Aurora menghembuskan nafasnya kasar dan memberanikan diri untuk melihat kedepan. Dadanya terasa semakin sesak saat ini. Aurora menatap Aries yang juga tengah menatapnya, kemudian ia mengalihkan pandangannya lagi.
"Aku gapapa," ucap Aurora setelah sekian lamanya.
"Aku tau kamu bohong," tegas Aries.
Aurora menundukkan kepalanya lagi. "Aku sakit," ucapnya mulai bercerita.
"Aku hampir nyerah Ries. Aku udah muak sama semuanya. Aku iri. Iri sama semua orang. Aku pingin kayak mereka, disayang orang tua, diajak makan, jalan-jalan, semua. Aku pingin itu. Seburuk itukah aku dimata mereka?" Air mata Aurora mulai berlinang lagi.
"Aku udah capek! Aku pingin pergi dari sini!" Aurora menutup wajahnya dengan telapak tangannya, mencegah isakan tangisnya keluar.
Aries menatap gadis itu kagum. Ia segera membawa Aurora kedalam pelukannya, memeluk gadis itu erat-erat dan mengusap punggungnya pelan.
"Udah?" Tanya Aries saat tangis Aurora mulai reda.
Aries melepas pelukannya beralih menggenggam tangan Aurora. "Aurora," panggil Aries membuat gadis itu menatap matanya lekat.
"You're best. Kamu gak boleh nyerah, gak boleh. Aku ngerasain apa yang kamu rasain. Yang tadi adalah salah satu alur yang Tuhan buat. Diatas langit masih ada langit. Saat ada yang buruk, ada yang lebih buruk lagi. Kamu gak boleh terus-terusan kayak gini. Jangan pernah berpikir kalau kamu itu sendiri."
"Aku disini, temen-temen, sahabat kamu ada," Aries tersenyum simpul kearah gadis yang sedang menghapus air matanya itu lalu kembali memeluknya.
"Makasi banyak Ries," ucap Aurora pelan.
"Sama-sama."
__ __ __
"Udah ya, jangan nangis lagi," kata Aries seraya mengacak pelan rambut Aurora.
Aurora tersenyum geli. Digenggamnya tangan besar Aries, "makasi banyak," katanya lagi.
"Hm."
Tin! Tin!
Sebuah mobil mewah berwarna merah terparkir digarasi besar rumah Aurora. Lucia dan Bianca sudah pulang. Aurora menatap Aries, menyalurkan rasa takutnya.
Aries juga menatap Aurora, memberikan sebuah semangat kepada gadisnya itu.
Tak lama, Lucia dan Bianca keluar dari dalam mobil dengan menbawa lima paper bag besar.
"Hey! Ada Aries," sapa Biamca dengan senyuman manisnya.
"Iya," jawab Aries cuek.
"Siapa Bian?" Tanya Lucia menatap Aries dan Aurora sinis.
"Itu Aries tante, pacarnya Aurora," kata Bianca.
"Pacar?" Lucia menatap Aries dari kepala hingga kaki, menyelidiki pacar 'anaknya' itu.
"Saya Aries tante," Aries memperkenalkan dirinya.
Lucia hanya bergumam tanda mengerti. "Tante mau masuk dulu ya Bian," ucap Lucia kemudian masuk kedalam rumahnya.
"Iya tante."
"Ra, aku pulang dulu ya, nanti kalau ada apa-apa kamu bisa telpon aku," kata Aries lembut.
"Hati-hati," Aries mengangguk kemudian menyalakan motornya dan pergi dari rumah Aurora.
Aurora menatap Bianca yang sedang memegang beberapa paper bag ditangannya. Aurora tersenyum.
"Ayo masuk!" Ajak Bianca seolah-olah ini rumahnya, dan tidak ada masalah yang terjadi tadi.
"I-iya," jawab Aurora agak canggung.
__ __ __
"Saskia gotik minum kedele, Bu Guru cantik mau kemane?" Rayu Mars kepada seorang guru muda yang kebetulan lewat didepan mereka.
Guru itu menatap sinis kearah Bara, Mars, dan Aries yang sedang bersiap-siap untuk tertawa karena lelucon bodoh Mars.
"Perpustakaan. Kalian kenapa masih duduk disini?!" Bentak guru itu.
"Yee, kan belom bel masuk buk," balas Bara tak kalah sewotnya.
"Masuk kelas! Kalau tidak saya panggil Pak Madra. Mau?!"
"Eh, iya bu iya," jawab Mars takut. Aries, Bara dan Mars lantas berjalan masuk kedalam kelas mereka.
Selamg beberapa menit, seorang guru biologi memasuki kelas dan memulai pelajaran.
__ __ __
Aries menatap kearah papan tulis didepannya dengan malas. Ia melihat sekeliling kelasnya, tenang. Ada yang menunduk karena bermain hp, ada yang tertidur dipojokan, dan banyak lagi.
Line!
Sebuah notifikasi Line membuat Aries meraih ponselnya dari dalam saku.
Dïva mengirim pesan.
Aries mengerutkan keningnya, untuk apa Diva mengirimkannya pesan saat jam pelajaran seperti ini?
Aries mengangkat kepalanya, menoleh kearah Aurora yang tengah fokus memperhatikan penjelasan.
Dengan cepat, Aries melihat pesan yang dikirimkan oleh Diva.
Dïva
Aries!
Tolong aku!
Disini gelap.
Lab bahasa
Tolong..Aries lagi-lagi mengerutkan keningnya panik. Gelap? Lab bahasa? Setau Aries, Diva phobia dengan gelap. Dengan langkah sigap, ia berdiri dari bangkunya dan berjalan kearah pintu kelas, tak peduli dengan semua teman-temannya yang menatapnya.
"Aries kemana kamu?!" Bentak guru yang sedang mengajar didepan itu karena Aries keluar dari kelas begitu saja.
"Dia kenapa?" Bianca menyenggol pelan lengan Aurora yang menatap kepergian Aries dari kelas.
"Gatau," jawab Aurora bingung.
________________________________
Hello readers!!
Jangan lupa follow kita!
threecreators
❤✅⚡
KAMU SEDANG MEMBACA
AR
Teen FictionSekecil apapun kebohongan yang kau rahasiakan, suatu saat nanti akan menjadi sebuah kenyataan terburuk yang pernah ia terima. Lalu bagaimana dengan rahasia Aries dan Rigel? Tidak lupa dengan ketiga sahabat Aurora. Bagaimana jika semua terungkap? Sia...